02 : Bertemu

18.5K 1.3K 22
                                    

  Farel keluar dari apartemennya dengan penampilan yang sudah rapi untuk ke kantor pagi ini. Karena hujan mengguyur ibu kota pagi ini, maka ia memilih untuk berangkat menggunakan mobil.
Bukan mobil mewah, hanya sebuah mobil sedan BMW keluaran lama yang ia beli second pada seorang teman setelah empat tahun bekerja di kantornya sekarang.
Tapi, kondisi mobil itu masih lah bagus. Mulus dan sangat terawat. Farel sangat menjaganya dengan baik.

  Dengan santai ia mengemudikan mobil menyusuri jalanan ibu kota yang memang selalu ramai di pagi hari. Karena, ia tidak dalam kondisi sibuk hari ini. Jadi, ia bisa sedikit bersantai.

Mobilnya berhenti di lampu merah. Ia duduk terdiam, menikmati lagu Sheila on 7, yang merupakan band lokal favoritnya semenjak ia kecil dulu. Meski sudah lawas, namun masih sering ia putar.

 
"Dia minta cium, gue gak ngasih. Yaudah dia milih putus!. Yaudah. End!. Loe tau gue gimana. Gak ada dalam kamus gue di sentuh sebelum menikah. Kita ini perempuan, pihak yang paling di rugikan dalam hubungan pacaran!. Dan laki-laki adalah makhluk yang tidak pernah ada puasnya. Di kasih sekali, besok minta lebih. Benar kan?!".

  Semenjak kemarin ia selalu saja teringat akan ucapan perempuan cantik bernama Ayasa. Ia masih tidak bisa mengenyahkan hal tersebut. Pemikiran yang begitu luar biasa. Memiliki sebuah prinsip yang sangat baik.  Mampu menjaga diri dengan sangat amat baik. Sungguh tidak lah banyak perempuan di jaman sekarang yang bisa memiliki pendirian yang begitu kuat.

  Ia yakin, perempuan itu bukan sok suci. Tapi, pernyataan itu dikatakan karena memang memiliki prinsip hidup. Dan ia sangat menyetujui pemikiran perempuan itu.

  Meski dirinya seorang laki-laki,. Ia tidak akan membela kaum sesamanya. Saat Ayasa mengatakan jika laki-laki itu adalah makhluk yang tidak pernah puas. Selalu ingin lebih dan lebih.

"Ayasa".

  Farel menggelengkan kepalanya sendiri mengingat kembali rupa cantik Ayasa yang begitu membekas di ingatan. Ia ingat dengan baik, bagaimana cara perempuan itu tersenyum pada suami temannya kemarin. Sebuah senyuman kecil, ramah dan tidak terlihat angkuh. Murni, seolah begitulah cara ia tersenyum menyapa.
Kembali ia melajukan mobilnya, saat lampu merah telah berganti dengan hijau.

***

"Sya".

   Ayasa yang baru saja memasuki lobi rumah sakit menoleh kebelakang. Seorang laki-laki berkacamata menyusulnya yang menuju lift.

"Loe tau gak? Kalau hari ini dan dua hari kedepan dokter Devan cuti?". Tanya Rega rekan satu kampusnya dan juga Koasnya.

Laki-laki dengan perawakan tampan dan juga punya fashion yang oke, terlebih daya tarik yang susah di tolak oleh perempuan manapun.

"Tau,. Kenapa?". Jawab Ayasa dengan nada santai, lebih terlihat tidak terlalu perduli. Kemudian kembali bertanya.

"Yang gue dengar, Dokter Devan cuti itu karena mau di jodohin sama orang tuanya". Jawab Rega menyusul Ayasa masuk kedalam lift.

"Terus?". Tanya Ayasa tidak perduli.

"Ya.. gue kan cuma ngasih informasi aja". Jawab Rega kikuk sendiri akan respon perempuan itu yang terlihat tidak acuh sama sekali.

  Ayasa hanya menggeleng, ia justru sangat bersyukur Dokter Devan cuti dua hari kedepan. Karena, ia tidak akan menerima tugas yang ribet dan juga Omelan yang menjengkelkan dari pria itu.

"Nanti malam loe bakal dateng sama siapa, Sya? Bareng gue yuk!". Kata Rega dengan mata berbinar penuh harap.

  Pintu lift terbuka dilantai tiga. Ayasa langsung keluar dengan di susul Rega.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang