05: Coba Dekat

12.2K 1.2K 7
                                    

Farel berdiri balkon kamarnya sambil memegang segelas kopi panas. Ia menatap pemandangan ibu kota di malam hari. Rasanya baru kali ini ia merasa jika ibu kota membuatnya nyaman. Damai dan juga merasa lebih ringan.

Apa karena pertemuannya dengan Ayasa siang tadi?.

Ya. Sepertinya begitu. Karena setelah bertemu dan berbicara. Entah mengapa pundaknya terasa ringan. Hatinya bergetar tidak menentu. Sepanjang hari ini ia lalui dengan begitu santai.
Bahkan ia tidak terasa waktu berlalu begitu saja.

Benarkah karena gadis itu?. Farel menyunggingkan senyum kecilnya. Kemudian menggelengkan kepala merasa sudah mulai gila.

Ia menyesap kopinya sedikit. Kemudian meletakkannya di atas tembok pembatas. Beralih kebelakang mengambil hp yang ia letakkan di atas sofa panjang disana.
Farel duduk disana, mulai membuka hp untuk memeriksa sesuatu.

Membuka salah satu aplikasi bank tempat ia menabung selama ini. Semenjak ia bisa menghasilkan uang sendiri.

Ia memeriksa jumlah tabungan nya. Setelah itu ia beralih memeriksa tabungan lainnya. Dan jumlahnya juga lumayan.

Untuk membiayai pernikahan dan pesta pasti cukup. Bahkan lebih, ia bisa menyewa gedung. Bahkan untuk seserahan nanti. Lalu cincin pernikahan. Ia bisa membelinya nanti dengan Ayasa.

Tunggu.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Bahkan Ayasa belum menerima lamaran nya. Dan ia sudah memikirkan segala hal itu?.

Farel menggeleng kepala lagi merasa bodoh karena terlalu percaya diri.
Ayasa memintanya datang membawa wali untuk melamarnya Minggu depan. Bukan berarti, bahwa ia sudah di terima bukan?.

Kembali ia menghela napas kasar. Di sandarkan nya punggung pada sandaran sofa. Kembali memandang kedepan yang menampilkan gedung-gedung pencakar langit disana.

Setelah melamun sejenak, ia kembali membuka hp. Menuju kontak, lalu terdiam disana.
Dahinya mengkerut, lalu menghela napas kasar lagi.

"Bodoh!" Gumamnya pelan memaki diri sendiri. "Kenapa kamu gak minta kontak nya?". Gerutu Farel benar-benar merasa bodoh.

Ia berdiri dari duduknya, kembali berjalan mendekat ke tembok pembatas. Meraih lagi cangkir kopinya dan menyesapnya sedikit. Sampai tiba-tiba saja hp ditangan bergetar.
Membuatnya kaget dan langsung menoleh.

Sederet angkat tanpa nama kontak tertera disana.
Ia mengernyitkan dahi. Menebak siapa yang menelfon. Karena tidak ada nama.

Slet.

"Assalamualaikum, halo". Ucapnya dengan nada santai.

"Waalaikumsalam". Farel langsung terdiam. Ia cukup hafal dengan suara datar itu. Walau baru beberapa kali mendengarnya. Tapi ia bisa mengenali suara tersebut. " Ini aku Ayasa, Om Dika yang ngasih kontak kamu. Kamu lagi sibuk?".

"Oh, enggak kok. Kenapa?". Tanya Farel mencoba untuk tenang. Tidak menunjukkan ke gugupannya.

"Aku bentar lagi selesai koas, kamu bisa jemput?".

Farel terdiam sejenak, melirik jam pergelangan tangannya. Sudah pukul 11 malam.

"Bisa, aku berangkat sekarang. Chat aja alamatnya". Jawabnya langsung bergegas masuk kedalam.

Ayasa pun menjawab iya. Setelah itu sambungan telfon terputus. Farel langsung bergegas untuk pergi menjemput Ayasa. Ia tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini.

***

Setelah menelfon Farel dan meminta di jemput. Ayasa langsung membereskan barang-barangnya kedalam tas.
Lalu bersiap untuk membereskan mejanya dan peralatan nya yang lain. Sampai Nia datang mengajaknya pulang bersama.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang