11: - H -

11.6K 1K 27
                                    

Farel mengancingkan kancingan terkhir pada baju koko warna putih polosnya di depan cermin.
Lalu mengenakan peci dengan warna senada.
Ia diam sebentar menatap dirinya dengan disana. Mengambil napas dalam dan membuangnya dengan perlahan.

"Bang".

Mendengar namanya di panggil, ia menoleh ke arah pintu. Ada Akmal disana bersama dengan ibunya. Keduanya berjalan masuk menghampirinya.

"Udah siap?". Tanya Bu Kinal.

Ia mengulum senyum kecil. Bu Kinal mendekat merapikan lagi penampilannya. Lalu mata itu menatap matanya begitu dalam. Dengan mata berkaca membuat Farel selalu terdiam dan desiran halus. Di perhatikan oleh Bu Kinal selalu membuatnya ingin menangis saja.

"Yaudah, ayo". Ajak Kinal menggandeng lengan Farel.

Farel mengangguk saja, sekali lagi ia menarik napas dalam dan kemudian membuangnya. Baru kemudian ia melangkah keluar dari dalam ruangan itu.

Ijab Kabul akan di lakukan di masjid terdekat. Pengantin wanita dan pria nya di pisah. Tidak diperbolehkan untuk dalam satu ruangan dulu selama ijab kabul berlangsung. Namun, karena zaman semakin canggih. Jadi, mempelai wanita masih bisa menyaksikan prosesi ijab dari rumah melalui video dari monitor yang telah di pasang di kamarnya. Karena, Akan ada yang mengambil video secara langsung nantinya di sana.

Dengan tenang Farel duduk di tengah-tengah ruang mesjid. Bersama dengan staff dari KUA dan para saksi pernikahan mereka.

Dibelakang tidak jauh duduk Bu Kinal dan anak-anaknya. Juga para tetamu keluarga terdekat yang ikut menyaksikan langsung.

"Bismillah aja". Farel mendengar bisikkan dari Bu Kinal yang duduk di belakangnya.

Kepalanya mengangguk. Lalu menurut ucapan beliau. Di hadapan nya duduk Papanya Ayasa.

"Kita mulai sekarang?". Pak Hidayat, yaitu seorang Staf dari KUA yang juga berperan sebagai penghulu membuka suara.

"Iya". Jawab Papa Radith dengan tenang.

Farel menelan ludahnya. Papa Radith mengulurkan tangan padanya yang kemudian ia sambut dengan sopan. Lalu mata mereka bertemu.
Pak Hidayat memberi instruksi untuk memulainya pada Papa Radith.

"Farel, Saya nikah dan kawin kan kamu dengan putri saya Ayasa Khaira Ramadhan binti Muhammad Raditya Ramadhan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 50 gram juga uang sebesar 150 ribu. Di bayar Tunai!". Papa Radith memulainya dengan begitu tenang dan begitu penuh keyakinan.

Farel langsung mengucapkan bismillah lebih dulu. Kemudian menarik napas dalam-dalam.

"Saya terima nikah dan kawinnya Ayasa Khaira Ramadhan binti Muhammad Raditya Ramadhan dengan mas Kawin seperangkat alat sholat dan emas 50 gram juga uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah di bayar TUNAI!". Pria itu menjawab dengan nada lantang dan penuh ketegasan dengan berani membalas tatapan Papa Radith.

"Saksi, Sah?".

"SAH!".

"Alhamdulillah". Semua langsung mengucapkan rasa syukur. Dan kemudian langsung di sertai dengan doa yang di pimpin oleh Pak Penghulu.

Dalam jarak satu meter dari Farel, Lukas duduk bersama istrinya. Menatap sahabatnya yang diam-diam mengucap air matanya. Ia tersenyum haru melihat sahabatnya itu. Ia paling tahu bagaimana dan apa yang sudah di lalui oleh Farel selama hidupnya.

Ia mengetahui semuanya tentang Farel. Mereka sangat dekat , sudah tidak ada lagi rahasia di antara mereka berdua. Ia sangat senang melihat sahabatnya itu kini bisa hidup dengan normal. Mempunyai seseorang yang akan bisa membagi suka duka bersama.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang