08: Uji Coba

10.7K 1K 12
                                        

Di balik meja kerjanya, Farel duduk menyelesaikan pekerjaannya. Ia harus sesegera mungkin. Deadline sebentar lagi. Dengan berkonsentrasi penuh ia menggoreskan ujung pensilnya di atas kertas. Lalu menghitung angka-angka dengan berbagai rumus.

Drt Drt Drt

Entah sudah berapa puluh kali hp nya bergetar. Farel tidak memperdulikannya. Ia terlalu fokus pada pekerjaannya.
Bahkan ia tidak menyadari jika suasana ruangan itu menjadi lebih senyap seperti biasanya.

Padahal hari ini ia ada janji fitting baju pengantin dengan Ayasa. Tapi, sepertinya ia sudah lupa waktu.
Suara langkah mendekat, masih tidak terlalu di perdulikan oleh Farel.
Hingga seseorang berdiri di samping mejanya baru ia menoleh. Dan matanya langsung membulat sempurna.

"Sya". Gumamnya kaget. Dengan cepat ia langsung melihat jam di pergelangan tangan.

Saat itu lah ia menelan ludah kelat. Ini sudah lebih dari waktu janjian mereka.
Farel langsung meringis ketika melihat Ayasa sudah menatapnya dengan tatapan super dingin.

Suasana ruangan itu menjadi semakin senyap. Semua rekan kerja Farel menoleh bingung,. Kaget, kagum dan lain sebagainya ke arah Farel dan Ayasa.

Bagaimana tidak, anak salah satu pemilik perusahaan sudah dua kali datang dan menemui orang yang sama.

"Kamu sebenarnya niat nikah gak sih?". Tanya Ayasa dengan jengah.

Dan laki-laki itu mengangguk dengan muka polos. Membuat Ayasa semakin geram.
Gadis itu melirik ke meja Farel dan melihat beberapa tumpukkan berkas. Dan beberapa gulungan kertas yang cukup berserakan di atas meja. Lalu pada layar komputer dan laptop yang menyala secara bersamaan.
Ia langsung bergidik ngeri melihat itu semua.

Ayasa menghela napas kasar. Sepertinya yang harus ia ajak bicara adalah Papanya. Meminta agar tidak terlalu memberi banyak pekerjaan pada Farel.

"Sya, maaf. Aku terlalu fokus sampai gak sadar kalau janjian kita udah lewat". Kata Farel langsung berdiri dari duduknya.

Ayasa hanya memutar malas bola matanya. "Kita bisa pergi besok?". Ujar Farel tidak enak.
Membuat gadis itu hanya bisa menghela napas jengahnya. Akhirnya ia punya satu hal yang tidak ia sukai dari Farel. Ia punya satu alasan sekarang jika telah menyesal memilih pria tersebut.

"Rel,-".

"Kita bicara di tempat lain saja". Sela Farel menarik tangan Ayasa dan membawanya pergi dari sana.
Ia tidak mau menjadi tontonan para rekan kerja yang sudah memasang muka bingung dan penuh pertanyaan padanya.

Jadi, ia memilih untuk membawa Ayasa ketempat yang lebih aman untuk berbicara.

Yaitu Rooftop tempat mereka bicara saat pertama kali Ayasa datang menemuinya.

"Sya, aku beneran minta maaf. Aku salah karena lupa waktu. Tapi, disini aku juga punya tanggung jawab. Ada perkejaan yang harus segera aku selesaikan.".

"Kamu fikir aku gak?". Kesalnya. "Aku juga sibuk, aku ini masih koas. Tapi, masih nyempetin waktu buat acara pernikahan kita. Minggu lalu kamu batalin janji nyari cincin. Aku mengerti, oke lah Toh Cincin bisa di handle Mama dan Bunda ku. Tapi, ini fitting baju, Rel!. Gak mungkin kan aku minta Bunda atau Om Dika?! Kamu fikir dong". Marah Ayasa benar-benar jengah dengan sikap Farel yang seolah acuh dengan persiapan pernikahan mereka.

"Sya-".

"Sekarang terserah kamu aja!. Masih mau lanjut, atau kita stop disini aja!. Kamu juga terlihat udah gak punya niat lagi buat menikah".

"Sya, gak gitu". Kata Farel frustasi sendiri. "Sya, oke. Aku minta maaf. Kita lakukan sekarang.".

"Lakukan apa?".

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang