26:

10.2K 913 15
                                    

Farel tiba-tiba terkejut dari tidurnya, dengan napas tersengal dan juga peluh di keningnya. Dirinya langsung merasa sesak napas beberapa detik.

Sebuah mimpi buruk yang hadir kembali. Padahal sudah lama ia tidak pernah lagi memimpikan hal yang mengerikan tersebut. Kini, entah mengapa hadir kembali.

Setelah menenangkan diri, ia menoleh kesamping tidurnya. Istrinya tertidur dengan tenang. Meski mata itu terlihat sembab sehabis menangis. Cukup lama ia memandangi Ayasa yang masih tertidur. Kemudian merasa hangat dan menjadi senyum haru. Mengingat kembali, bagaimana Ayasa menangis takut akan kehilangan. Itu membuatnya juga merasakan hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Rasanya di inginkan itu, membuat ia terenyuh.

"Rel". Baru saja ia hendak turun dari ranjang. Tapi, Ayasa sudah menahan lengannya. Istrinya tiba-tiba terbangun. Padahal ia sudah mencoba untuk sepelan mungkin.

"Mau kemana?". Tanya Ayasa menatapnya cemas.

Farel mengulum senyum, ia kemudian menggelengkan kepalanya. Mengusap rambut hitam Ayasa yang sangat indah. "Cuma mau ambil minum". Jawabnya.

"Aku aja". Kata Ayasa bangun dari tidurnya. Langsung hendak pergi, namun di tahan olehnya.

"Sya, biar aku aja. Kamu tidur aja lagi". Jelas Farel.

"Aku gak mau ditinggal kamu". Gumam Ayasa nyaris terisak.

"Aku cuma ngambil minum di dapur". Kata Farel terkekeh sendiri.

Ayasa langsung memeluknya, menyentuh dada Farel dengan lembut.

"Aku nyaris mati berdiri saat polisi datang dan mengatakan kalau kamu kecelakaan, aku hampir kehilangan jiwa saat mereka menyuruh kan untuk melihat jenazah kamu." Dan isakan itu keluar. "Aku gak mau kehilangan kamu, Rel".

Farel menelan ludahnya sendiri, lalu merenggangkan sedikit pelukkan Ayasa tengah terisak.

"Sya, aku gak akan pernah ninggalin kamu".

"Kalau gitu jujur sama aku, kejadian itu bukan perampokan kan?". Tanya Ayasa padanya.

Ia langsung diam, tidak tau harus menjawab apa. "Rel, keluarga kamu kan?". Tanya Ayasa lagi mendesak.

"Sya-".

"Kamu gak usah nutupin apapun sama aku. Gak perlu nyembunyiin semua kejahatan orang tua kamu, Rel!. Kalau kamu diam, mereka akan terus ngejar kamu! Mereka akan terus ingin membunuh kamu!". Berang Ayasa kesal, sedih dan juga frustasi.

"Kita laporin ke polisi ya?".

Farel menghela napas berat, menatap istrinya dengan mata berkaca. Ia mengusap air mata Ayasa, lalu kembali memandangi setiap inci wajah cantik istrinya yang sedang bercampur raut cemas.

"Mereka orang tua aku". Kata Farel.

"Rel!. Mereka mau mencelakakan kamu!". Ayasa semakin geram.

"Tapi, mereka tetap orang tua aku kan?".

Cukup sudah, Ayasa mulai menekan habis kemarahannya. Rahangnya mengetat sempurna. Menggigit bibir bawahnya untuk menahan diri untuk tidak memaki atau mengumpat apapun yang ingin ia keluarkan.
Tapi, apapun yang akan ia katakan. Farel benar.

Ia pun akhirnya memilih mengalah. Kembali memeluk suaminya. Paling tidak ia bisa sedikit merasa tenang.

***


"Hari ini aku cuma dinas sampai siang, kita lunch berdua ya". Kata Ayasa ketika pagi ini Farel mengantarnya ke rumah sakit.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang