27: Tidak salah memilih

11.3K 917 18
                                    


Malam sudah sangat larut saat Ayasa membuka kedua matanya kembali. Entah sudah berapa kali ia coba untuk tidur. Namun, tidak bisa. Terlalu banyak hal yang mengganggu di kepalanya. Dan sebuah rasa bersalah yang sangat luar biasa ia rasakan sejak Farel pulang tadi.

Ruang kamar itu masih terang, karena memang sengaja lampunya tetap di nyalakan. Karena, Farel tidak suka tidur dalam gelap.
Jadi, sangat memudahkan dirinya sekarang ini memandangi wajah tidur suaminya.

"Saya tau, kamu salah satu orang penting di dalam hidupnya. Maka dari itu saya memilih diam. Agar istri saya tidak terluka. Karena dia telah salah dalam menyayangi sahabat yang ingin membunuh suaminya".

"Saya tidak ingin membuat Ayasa kehilangan siapapun. Termasuk sahabat-sahabatnya".

Perasaannya langsung terenyuh saat ia tidak sengaja mendengar perdebatan suaminya dengan Rega. Dan sekaligus, perasaan nya sungguh sakit mengetahui kenyataan. Ia tidak pernah menyangka, jika ternyata Rega mampu melakukan itu. Ingin membunuh Farel, dengan mengatas nama kan cinta padanya.

Farel mencintainya lebih dari yang ia tau. Dan bahkan ia juga yakin, pria itu mencintainya lebih dari apapun.

Bagaimana bisa ia tidak tercubit hatinya?.
Bagaimana ia bisa tidak merasa bahagia?.

Rega salah, dan Farel benar. Rega tidak mengenal dirinya lebih dari Farel. Meski jarak pertemuan mereka sangat lah tidak sebanding. Tapi, Farel lebih memahaminya jauh dari pada Rega.

Ayasa mengubah posisi tidurnya lagi. Kini menatap langit-langit kamar mereka. Lalu menghela napas berat. Ia benar-benar tidak akan bisa tidur. Fikirannya sungguh kacau sekarang.

"Sya, bagaimana kalau kita pindah saja?".

Teringat kembali ucapan Farel dulu, saat dimana tiba-tiba pria itu mengusulkan untuk meninggalkan kota ini. Bahkan mungkin tanah air, yang ia tanggapi hanya dengan diam. Karena ia tidak setuju, dan ia juga berat meninggalkan keluarganya di sini.
Tapi, sekarang?.

Sepertinya ia memang harus mempertimbangkan kembali. Demi ketentraman hidupnya. Demi keselamatan suaminya.

Tidak sanggup lagi berfikir, ia beranjak dari tidurnya. Turun dari kasur sambil meraih hp dan kemudian memutuskan untuk keluar menuju balkon.
Sambil menghubungi seseorang dan menunggu panggilan nya di jawab.

"Pa, Kakak mau ngomong sesuatu".

***

Aura dingin menusuk kedalam tubuhnya secara tiba-tiba. Membuat tidur Farel menjadi terganggu. Tanganya mencoba meraih sesuatu di sampingnya. Namun, ia tidak menemukanya. Membuat Farel langsung membuka kedua matanya. Dan menyadari jika Ayasa tidak ada di samping.
Ia langsung terbangun, lalu matanya secara otomatis langsung mengitari kamar. Kemudian dahinya mengernyit heran ketika menemukan pintu balkon terbuka.

Farel pun menyibak selimutnya, turun dari kasur dan berjalan menuju pintu balkon kamar yang terbuka.

"Menurut Papa gimana?".

Ia mendengar suara Ayasa di sana, sedang mengobrol dengan Papa Radith di telfon.

"Aku ngerasa kalau di sini udah gak aman lagi buat Farel, aku gak mau sesuatu yang lebih buruk lagi terjadi padanya".

Farel menghentikan langkahnya di balik pintu. Menelan ludah dengan susah payah. "Mungkin untuk sementara ini aja, Farel butuh oksigen untuk bernapas.".

"Iya, nanti aku obrolin sama Farel. Iya Pa, assalamualaikum".

Merasa Ayasa sudah selesai, barulah Farel melangkah kembali. Dan Ayasa langsung menoleh kebelakang kemudian terkejut melihatnya. Ia hanya mengulum kecil langsung memeluk pinggang istrinya dari belakang.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang