Cerita ini merupakan imajinasi murni dari pikiran penulis semata. Maaf jika ada kesamaan nama, tempat, alur, dan kalimat. Tapi isi cerita ini benar-benar murni dari imajinasi saya sendiri tanpa ada niat memplagiat atau mengcopy paste cerita lain.
Borahae💜
.
.
."Kenapa nangis sih?"
Seorang wanita muda dengan potongan rambut long bob dan pakaian prada bertaburkan lace berwarna pastel, menatap jengah sepupunya yang menangis senggugukan. Ia sebenarnya kasihan juga melihat gadis bertubuh mungil itu menangis tanpa suara namun airmatanya bercucuran dengan deras, terasa amat pilu begitu. Namun mau bagaimana lagi, ini sudah lewat satu jam dan gadis itu tak kunjung juga menghentikan tangisnya.
"Udah kek nangisnya, make-up lo luntur semua jadinya. Ingus lo juga berceceran di pipi tuh. Ish, jorok bego!" Gadis itu semakin mengeraskan tangisannya saat sang kakak sepupu memarahinya. Sudah tau hatinya sedang sensitif, eh pake di bentak segala. Ya sudah jadi tambah menangis kejar dia.
"BUNDAAA." Gadis itu meraung keras, berteriak memanggil sang ibu. Yang lebih tua tentu saja menjadi kalang kabut karena takut teriakan itu akan terdengar sampai keluar sana. Dan benar saja, selang tak berapa lama seorang wanita paruh bayah dengan pakaian kebaya formalnya masuk ke dalam ruangan.
"Ada apa? Astaga, suara kamu kedengaran sampe luar Amanda." Wanita itu menghampiri sang anak yang masih menangis di kursinya. Amanda langsung menerjang sang ibu, menenggelamkan wajahnya di perut wanita itu. Isakan kerasnya teredam hingga menyisakan sebuah lirihan pilu.
"Ya ampun, kenapa masih nangis aja. Bunda kira tadi kamu lagi siap-siap makanya belum keluar juga, ternyata masih nangis di sini. Duh, mana acaranya udah mau di mulai lagi." Ucap sang ibu kebingungan. Dia melirik sang keponakan mencoba meminta penjelasan, namun wanita muda itu hanya menggelengkan kepalanya pasrah.
"Gak berhenti nangis dari tadi dianya, Tan. Akunya jadi gak bisa benahi." Sang ibu menghela nafas. Bingung juga harus berbuat apa. Dirinya tahu sekali bagaimana keras kepalanya si putri sulungnya ini. Mau di paksa juga takut jadi semakin memberontak, jadi ya mau tak mau harus di pujuk perlahan-lahan.
"Sayang udah ya? Kamu kok gini sih, kemaren katanya janji gak bakal nolak lagi. Kok sekarang kayak gini?" Wanita itu mengelus lembut rambut Amanda yang di sanggul rapi, mencoba menyalurkan bujukan-bujukannya agar ia berhenti menangis. Namun amat di sayangkan, Amanda justru semakin meraung keras dengan kedua tangan mencengkram rok sang ibunda erat-erat.
"Gak mau! Gak mau!"
"Aduh sayang, rok bunda jangan kamu tarik-tarik dong, nanti melorot." Ucap sang ibu mencoba melepaskan tangan Amanda dari pinggangnya.
"Aku gak mau! Pokoknya gak mau!"
"Iya, iya, kamu gak mau apa, Amanda?"
Amanda melepaskan tarikannya. Ia menatap sang ibu dengan nyalang, sebelum akhirnya berteriak keras menumpahkan segala penolakan hatinya.
"AKU GAK MAU NIKAH! HUWAAAA GAK MAUUUUUUU! AKU GAK MAU NIKAH BUNDAAA! Aku masih keciiilll hiks, hiks..."
*******
Amanda memeluk erat-erat sang ayah di hadapannya. Seakan enggan melepaskan diri dari tubuh itu karena takut sang ayah akan pergi meninggalkannya. Tapi saat ini yang terjadi justru kebalikannya. Amanda lah yang akan pergi. Semua yang ada di sana jelas paham sekali bagaimana beratnya si putri sulung ketika berpisah dengan sosok kedua orang tuanya, keluarganya.
"A-ayah, hiks gak mau pe-pergi. Mau ikut ayah sama bunda aja, mau pu-pulang ke rumah, ayah! Hiks."
Sang ayah hanya bisa tersenyum lembut. Di usapnya dengan sayang punggung sang anak, mencoba memberikan pengertian lewat afeksinya tersebut. "Amanda, anak ayah yang manja, yang keras kepala, yang kalo kuliah suka di antar jemput ayah, suka di nina boboin kalo ada petir. Anak ayah sekarang udah dewasa, udah jadi istri orang. Berarti sekarang udah punya keluarga sendiri kan? Amanda gak boleh nangis, kan sekarang udah jadi istri. Jadi harus ikut keluarga yang baru."
"Enggak! Keluarga aku ini. Gak mau keluarga baru, hiks!"
"Amanda, gak boleh ngomong gitu—"
"AYAH JAHAT! AYAH SAMA BUNDA GAK SAYANG LAGI SAMA AKU..." Amanda memukul keras dada sang ayah, membuat semua orang yang ada di sana hanya menahan senyum melihat tingkah manja si mempelai wanita yang baru saja melangsungkan pernikahan tersebut.
Namun tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya menghampiri ayah dan anak itu kemudian melepaskan pelan-pelan tarikan Amanda di tubuh sang ayah. Amanda yang menerima perlakuan tiba-tiba tersebut tentu saja terkejut, ingin memberontak namun saat netranya menatap wajah cantik si wanita ia langsung tak berkutik.
"Kamu itu udah menjadi menantu di keluarga kami. Berarti sekarang kamu harus ikut dengan keluarga kamu yang baru." Ucap wanita itu tersenyum simpul namun kedua matanya jelas menunjukkan ketegasan di sana. Amanda diam tak membalas, jelas ia tak bisa membantah sedikitpun.
"Kamu gak di larang tinggal di rumah orang tua kamu, kamu boleh kapan aja datang mengunjungi mereka. Tapi sekarang kamu udah punya keluarga sendiri, jadi udah kewajiban kamu untuk ikut dengan suami kamu sekarang." Amanda menatap ayahnya memelas, seakan meminta lelaki itu untuk menahannya pergi. Namun sang ayah justru menganggukkan kepala, membenarkan segala perkataan wanita itu.
Dengan terpaksa Amanda membiarkan tubuhnya di tarik perlahan oleh wanita tersebut. Sejujurnya Amanda ingin sekali memberontak, ingin sekali rasanya kembali berlari memeluk erat-erat kedua orang tuanya agar tak membiarkannya pergi. Tapi dia tak bisa karena di dalam lubuk hatinya Amanda takut. Dia takut sekali dengan sang ibu mertua.
Amanda terdiam saat tangannya yang di genggam ibu mertuanya itu di serahkan ke tangan sang suami yang sejak tadi hanya terdiam di sebelah mobil yang sudah terparkir di halaman gedung. Ah, ya suaminya. Amanda bahkan tak melirik sedikitpun lelaki itu sejak pernikahan berlangsung hingga sekarang. Terlalu resah memikirkan dirinya yang tak ingin pisah dengan keluarganya membuat Amanda tak menyadari atensi lelaki dewasa tersebut.
"Ayo." Suara berat itu menyadarkan Amanda. Di tatapnya sebelah tangannya yang di genggam sang suami sebelum akhirnya ia di tuntun masuk ke dalam mobil.
Amanda melirik keluarganya dari balik kaca mobil, di lihatnya kedua orang tuanya yang menatapnya dengan senyuman kesedihan namun binar kebahagian turut menyertai di wajah mereka. Lalu setelahnya ia melirik adik laki-lakinya yang tertawa jenaka, kemudian beralih ke para temannya, sepupu, serta anggota keluarganya yang tersenyum melepas haru.
Amanda menitikkan airmatanya tanpa sadar. Semuanya berubah. Kehidupannya akan berubah mulai sekarang. Tak akan ada lagi teriakan sang bunda yang membangunkannya di pagi hari, tak akan ada lagi usapan halus sang ayah sebelum tidur, bahkan tak akan ada lagi tingkah jahil sang adik yang menganggunya. Semuanya akan berubah dan tak akan sama lagi.
"Jalan pak." Suara berat sosok di sebelahnya terdengar memberikan instruksi kepada sang supir untuk segera menjalankan mobil. Amanda melirik sang suami. Menatap dalam-dalam wajah tampan namun tanpa ekspresi yang baru di kenalinya sejak dua minggu yang lalu.
Semuanya terlalu tiba-tiba. Rasanya baru dua minggu yang lalu Amanda masih menjadi gadis normal yang hang-out bersama teman-temannya. Namun sekarang ia justru sudah terikat dengan seorang pria yang baru di kenalnya. Menjadi seorang istri.
TBC
*******
Saya nulis apa? Hehe... maafkan kalo gak nyambung dan terkesan aneh. Di usahakan lebih baik lagi kok untuk seterusnya 🙇♀️🥺
Pai-pai! 👋💜
-kaaafyh
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY'S BREATH
FanfictionKim Seokjin itu buta dengan ketulusan. Menurutnya sebuah perasaaan selalu mengalir dari pikiran oleh logika yang tercipta, bukan dari hati. Topeng. Itulah dirinya. Penuh kepalsuan dan sulit di tebak. Sampai akhirnya seseorang hadir di kehidupannya...