Happy reading chingu!
.
.
.Malam ini Amanda tak bisa tidur, dia gelisah. Bayang-bayang perihal ucapan Hyera tadi siang terus saja berkeliaran memenuhi isi kepalanya. Amanda bukan sakit hati karena omongan ibu mertuanya itu, dia lebih merasa takut dan khawatir. Dia tahu kalau semua ucapan Hyera bukanlah sekedar pertanyaan apalagi sebuah permintaan. Amanda merasa itu seperti ancaman untuknya.
Dan tanpa sadar, kini dirinya terselimuti kekalutan oleh rasa tertekan yang mendalam.
Amanda mendongak, menatapi langit malam dari balkon kamar. Semua bintang-bintang di atas sana tampak indah walaupun hanya di lihat dari mata telanjang. Tak perlu teleskop, bintang-bintang itu terlihat jelas berpendar seolah memberikan semangat kepadanya yang kini tersenyum lebar.
Amanda suka bintang. Tapi dia tidak suka malam. Malam itu gelap dan Amanda benci gelap. Apalagi kalau gelap bergabung dengan petir, Amanda yakin sekali dia bisa seriosa dengan nada tinggi dan pingsan setelahnya.
Tapi malam ini entah kenapa tak ada sedikitpun ketakutan saat dirinya berada di luar dalam kegelapan, padahal sengaja mematikan lampu balkon dan tak menghidupkan lampu kamar demi mendukung suasana menggalaunya di balkon. Tak ada gelenyar ketakutan walau kini dia sendirian. Lain cerita kalau itu hantu, Amanda bakalan seriosa pt.2 kalau melihat ada bayang-bayang putih yang tiba-tiba melintas di depannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Angin malam yang berhembus semakin menusuk-nusuk membuat ngilu tulang. Ah, seharusnya Amanda membawa selimut tadi. Mau masuk masih betah di sini, mau ambil selimut tapi rasanya malas sekali. Yasudah akhirnya Amanda hanya bisa memeluk tubuhnya seperti anak kucing kedinginan.
Lima belas menit kemudian Amanda agaknya tak tahan dengan hawa dingin yang menerpa. Memutuskan untuk masuk ke dalam, gadis itu baru saja hendak berbalik saat tiba-tiba tubuh belakangnya di dekap sebuah selimut tebal di iringi suara berat seseorang yang menyahdu masuk ke telinga.
"Kenapa belum tidur?"
Seokjin berdiri di samping Amanda saat selesai menyelimuti gadis itu. Dia mengusap sebelah matanya yang terasa berat untuk di buka.
"Mas kebangun ya?" Tanya Amanda menatap laki-laki di sebelahnya yang kini menguap dan menutupnya dengan sebelah tangan.
Seokjin terkekeh. "Iya, tadi kirain ada maling pas ngeliat pintu balkon kebuka. Eh, rupanya bener ada maling."
"Jadi maksud mas aku maling, gitu?" Intonasi Amanda terdengar kesal. Masa iya dia di bilang maling. Lagian maling mana coba yang bisa masuk ke mansion mereka yang pagarnya menjulang bak tembok cina dan keamanan macam istana negara. Ngadi-ngadi saja mas Seokjin ini.
"Iya, kamu itu kan emang maling." Seokjin menyunggingkan sebelah bibirnya, menyeringai.
"Maling hatiku."
PLAK!
"Aduh! Kok mas malah di pukul?"
"Rasain! Rese sih." Amanda mendengus kesal. Dia menarik kembali selimutnya yang melorot.
Seokjin tertawa. Pria itu menopang pipinya dengan sebelah tangan yang bertumpu di atas besi pembatas balkon, sedangkan tangan satunya lagi menarik pipi bulat Amanda—mencubitnya hingga si empunya mengaduh sakit.
"Aduh! Mas, sakit."
"Hehe, ini pipi apa bakpao coba?"
"Pipi! Enak aja bakpao, bakpao kan bulat. Mas ngatain aku gendut ya?!"
Amanda melepaskan tangan Seokjin di pipinya kemudian menuding lelaki itu dengan jari telunjuk.
"Hayo! Mas ngatain aku gendut tadi kan?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
BABY'S BREATH
FanfictionKim Seokjin itu buta dengan ketulusan. Menurutnya sebuah perasaaan selalu mengalir dari pikiran oleh logika yang tercipta, bukan dari hati. Topeng. Itulah dirinya. Penuh kepalsuan dan sulit di tebak. Sampai akhirnya seseorang hadir di kehidupannya...