Tiga

241 59 3
                                    

Happy reading chingu!
.

.
.

Kim Seokjin. Lelaki matang berusia tiga puluh tahun yang merupakan seorang kepala chef dan pemilik restorant 'Osteria Francescana'. Putra bungsu dari keluarga Kim yang terpandang.

Sejak kecil ruang lingkupnya tak pernah jauh dari tuntutan. Ia terbiasa di didik untuk berprilaku seperti bangsawan yang semua perbuatannya di penuhi aturan dan manner. Kim Seokjin tumbuh sebagai lelaki perfeksionis dan ambisius.

Dan juga pengidap Alexithymia.









Seokjin tak bisa mengenali perasaan dan emosinya dengan baik. Ia tak tahu sebuah ketulusan. Seperti sebuah masakan tanpa bumbu, semua perlakuan orang di matanya terasa sama. Hambar.

Entah sejak kapan ia mulai kehilangan sosok jati dirinya, yang pasti sejak berumur sepuluh tahun Seokjin merasa hatinya mati rasa. Itu semua terjadi semenjak lelaki itu di tuntut untuk selalu menjadi sempurna. ia hidup dalam kepalsuan dengan topeng yang selalu melekat di wajah.

Seokjin buta dengan yang namanya ketulusan.

*******

"Mas?"

Seokjin mengalihkan tatapannya dari laptop di atas meja kepada sang istri. Di lihatnya gadis itu berdiri kaku sambil menggaruki sikunya canggung.

"Kenapa?"

Amanda menggigit bibir dalamnya menahan gugup.

"Bo-boleh keluar sebentar, nggak?" Katanya dengan kepala menunduk. Dia tak berani menatap wajah pria itu sedikitpun.

Seokjin terdiam sesaat, dia tampak mencerna perkataan istrinya barusan. "Kamu mau keluar?"

Amanda masih dengan kepala menunduk mencicit pelan. "I-iya mas. Mau ketemuan sama temen-temen, boleh?"

Tak ada jawaban apapun. Amanda memberanikan diri menatap sang suami yang ternyata sedang sibuk dengan ponselnya. Amanda sudah mengira tak akan di beri izin pergi, namun perkiraannya itu salah saat Seokjin meletakkan kembali ponselnya kemudian menatapnya.

"Boleh. Tapi pergi sama supir gak papa ya? Mas gak bisa ngantar soalnya lagi deadline laporan berkas."

Amanda kaget mendengarnya. Padahal dia cuma mau meminta izin doang bukan minta untuk di antar. Tapi ya sudah lumayan juga di antar supir jadi bisa menghemat uang.

"Gak apa-apa, mas. Di izinin aja aku udah senang banget kok, hehe... makasih ya." Amanda menyengir tak bisa menahan rasa senangnya. Seokjin yang melihatnya hanya mengangguk santai dan tersenyum tipis.

Senyuman yang tak memiliki makna apapun.

*******

Pukul 10 malam Amanda baru sampai di rumah. Ia masuk sambil menenteng plastik putih di tangannya. Itu barang sogokan kalau misalnya suaminya marah dan mengusirnya dari rumah karena pulang larut malam.

Amanda benar-benar lupa kalau statusnya sudah berubah menjadi istri orang bukan jomblo karatan lagi.

Amanda menemukan suaminya yang tertidur di atas meja ruang tamu menghadap laptop yang menyala. Bisa di tebak jika pria itu kelelahan bekerja makanya sampai jatuh tertidur. Gila, Amanda tak menyangka jika suaminya ternyata se-workaholic ini dalam bekerja. Amanda keluar rumah jam empat sore tadi, itu berarti Seokjin sudah menghabiskan waktunya sekitar 6 jam di depan laptop.

Amanda mendekati Seokjin dan mengguncang bahunya pelan. "Mas?" panggilnya mencoba membangunkan lelaki itu.

Tak perlu di panggil dua kali, Seokjin membuka matanya perlahan. Amanda terkejut, apa jangan-jangan pria itu light sleep makanya mudah terbangun?

"Oh, udah pulang." Seokjin mengusap wajahnya yang terasa lelah. Pria itu kemudian menatap Amanda dengan raut santai tanpa ada tanda-tanda kemarahan sedikitpun. Amanda menghembuskan nafas lega dalam hati. 'gak jadi di usir' fikirnya.

"Udah makan malam? Mau mas masakin?" Tanya Seokjin sembari mematikan laptop kemudian menutupnya.

"Gak usah mas, aku udah makan kok. Mas sendiri udah makan?"

Seokjin menggeleng. Dia mengurut lehernya yang terasa pegal efek tertidur dengan posisi tak nyaman. lalu setelahnya ia meregangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri hingga menimbulkan bunyi 'kretek, kretek' keras.

Amanda yang melihatnya meringis ngilu.

"Mas kenapa belom makan?" Amanda yakin alasan Seokjin belum makan bukan karena tak ada dirinya yang memasak. Lelaki itu jelas lebih pro dalam memasak. Dia bisa masak sendiri tanpa perlu repot-repot menunggu dirinya.

"Kerjaan mas banyak banget tadi, jadi gak sadar kalo udah ngelewatin waktu makan."

Entah kenapa Amanda tak suka mendengarnya. Jangan-jangan selama ini Seokjin sering gak perduliin pola hidupnya sendiri?

"Mas sering lewatin jam makan kayak gini yah?" Tebaknya tepat sasaran.

Seokjin mengangguk jujur, dia memang tak terlalu perduli soal jam makan. Selagi sudah di isi sekali, kalau tak benar benar lapar maka Seokjin tak akan makan. Tak ada yang namanya sarapan, makan siang, atau makan malam. Kalau sempat pria itu akan makan tanpa perduliin yang namanya waktu atau berapa kali mengisi perut.

"Mulai sekarang mas gak boleh sepelehin pola makan lagi. Mas sendiri kan yang bilang kalo punya maag? Jangan rusak kesehatan mas dengan hal-hal sepele kayak gini. Sepele memang tapi kan kita gak tau dampak gimana. Jangan di ulangin lagi ya? Awas!"

Seokjin terkekeh mendengarnya, lucu saja begitu, ternyata masih ada orang yang bisa mengomelinya. Tak menyangka juga Amanda bisa sebijak ini. Dia kira gadis itu hanya tahu bersenang-senang dan main saja. Ternyata bisa dewasa juga.

"Mas kok ketawa? Emangnya lucu ya? Tapikan aku gak ngelawak." Amanda cemberut. "Iya tau kok kalau aku sok bijak. Tapi itu bener kok, bunda sendiri yang bilang."

Gadis itu meletakkan bungkusan plastik miliknya ke atas meja, mengeluarkan isinya dan membuka kotak berwarna coklat tersebut. Seokjin terdiam, aroma manis langsung menyeruak masuk ke indra penciumannya.

Martabak manis.

"Mas suka martabak gak?" Tanya Amanda. "Tadi di kafe ada menu martabak baru, varian topping mix. Enak banget, aku sampe pesen tiga kali di sana. Makanya aku putusin bungkusin satu buat mas, hehe..."

Seokjin terdiam. Matanya menatap lurus martabak di hadapannya. Amanda yang melihatnya membisu sesaat. Ia takut Seokjin marah dan tak suka.

"Mas gak suka ya?" Tanyanya dengan suara mencicit kecil. Pria itu mengalihkan tatapannya kepada Amanda, samar-samar senyuman kecil terlukis di bibirnya.

"Suka. Aku apa aja suka kok."

"Kayu sama batu juga suka?"

Seokjin terkekeh lagi. "Maksudnya semua makanan Amanda." Jelasnya.

Amanda menggaruk hidungnya canggung. Bisa-bisanya dia memberikan lelucon recehnya kepada sang suami.

"Ya-yaudah, aku ambilin piring sama buatin minum dulu ya mas." Amanda berlari kecil ke arah dapur, meninggalkan Seokjin yang lagi-lagi hanya bisa tertawa kecil melihat tingkahnya.

Lucu sekali.











TBC

*******

[no author note]

-kaaafyh

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang