Happy reading chingu!
.
.
.Berbagai macam masakan sudah tersaji rapi di atas meja. Ada nasi putih hangat, telur goreng, sosis dan nugget goreng, tahu rebus, daging asap, sayur bayam, serta ada juga buah-buahan segar. Ah tinggal satu lagi yang kurang, teh cammolile.
Amanda mengambil teko teh di atas konter, menyeduhnya perlahan-lahan ke dalam gelas. Setelah selesai, ia meletakkan gelas itu dengan hati-hati ke atas meja. Komplit!
Gadis itu menepuk pipinya kesenangan. Bangga dengan hasil sarapan empat sehat lima sempurnanya yang siap di santap walaupun terlihat sederhana. Tapi tak apa, Amanda kan bukan chef seperti suaminya.
Selang lima menit kemudian, tampak Seokjin yang berjalan menuruni tangga. Pakaiannya terlihat rapi dengan tas yang ia jinjing di tangan kanan. Amanda menghampiri lelaki itu dengan senyuman manis.
"Mas-"
"Mas berangkat dulu ya." Seokjin mengacak sekilas pucuk rambut Amanda, sebelum akhirnya berlalu pergi begitu saja dengan terburu-buru. Pria itu ada meeting penting pagi ini dengan klien, makanya harus cepat sampai di restorant.
Amanda sempat diam sesaat, namun tak lama ia tersadar dan segera mengejar pria itu, memanggilnya pelan. Seokjin yang mendengar sebuah lirihan berbalik, menatap sang istri yang kini menunduk memainkan jari tangannya.
"Mas gak mau sarapan dulu? A-aku udah siapin semuanya kok, tinggal di makan aja."
Gadis itu memberanikan diri untuk mendongak. Di lihatnya sang suami yang hanya terdiam membisu dengan wajah tanpa ekspresi.
Hening menghinggapi. Amanda menggigiti bibir dalamnya sebelum akhirnya kembali berkata dengan senyum yang di paksakan.
"Tapi kalo mas emang gak bisa, gak papa kok. Aku bawain sandwich aja ya? Buat sarapan di jalan."
Masih tak kunjung membuka mulutnya, Seokjin hanya memandangi punggung Amanda yang berlalu kembali ke dapur. Lelaki itu mengecek jam di pergelangan tangannya kemudian mengambil ponsel di saku coat, menghubungi seseorang.
"Hangsun, tunda rapatnya sampe jam sembilan. Kalo klien nanya bilang aja saya ada keperluan mendadak." Terdengar jawaban patuh dari sebrang telepon. Seokjin kembali membuka suaranya untuk mengucapkan terimakasih. Detik selanjutnya sambungan itu terputus.
Lelaki itu menghela napasnya sejenak, mengantongi kembali ponselnya sebelum akhirnya berlalu menuju dapur.
Amanda selesai memasukkan sebuah kotak makan berisi sandwich buatannya ke dalam kantong papper bag. Sejujurnya dia sedikit kecewa karena Seokjin tak bisa ikut sarapan pagi ini. Padahal Amanda sudah rela bangun lebih pagi karena sejak seminggu ini sang suami lah yang selalu bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan. Bisa di bilang hari ini adalah perdana untuk Amanda membuat sarapan dengan status seorang istri.
"Ini mas, di makan ya." Amanda menyerahkan papper bag saat Seokjin menghampirinya.
"Iya, makasih. Sandwichnya untuk makan siang aja nanti. Mas sarapan di rumah." Seokjin berlalu ke meja makan, menarik kursi kemudian mendudukinya dengan santai. Papper bag dia letakkan di kursi kosong di sebelahnya.
Amanda mengerjapkan matanya tak percaya. Walau di dalam hatinya perasaan hangat sudah menjalar hingga ke sel-sel tubuh. Amanda senang.
*******
"Mas gak enak ya?"
Seokjin menghentikan kunyahannya. Di tatapnya sang istri yang menunjukkan raut khawatir di sebrang meja makan. Lelaki itu melanjutkan kunyahannya kemudian menelannya sampai habis. Kalau boleh jujur tak ada yang salah dengan sarapan buatan Amanda, malahan masakannya sudah mirip sekali dengan masakan rumah sakit.
Bergizi dan hambar.
Tapi emang yang namanya hati dengan mulut itu tak pernah sejalan, Seokjin tetap saja berkata sambil mengangguk santai.
"Enak kok. Semuanya pas."
Emang dasarnya semua lelaki itu perayu ulung. Bahkan untuk ukuran manusia yang tak punya perasaan semacam Seokjin juga pandai bersilat lidah demi menyenangkan sang istri.
"Hehe... padahal aku gak ahli masak loh. Cuma bisa masak mie, nasi, sama air."
Pantas. Tak heran jika nasinya tadi melebur macam bubur.
"Gak nyangka ah, bisa di bilang enak sama chef."
Sepertinya Seokjin sudah salah bicara. Tiba-tiba saja rasa tidak nyaman menyelimuti hatinya. Seokjin mengusap tengkuknya canggung.
"Teh cammomile nya coba mas. Enak juga gak, hihi." Amanda ketagihan di puji. Dia emang paling suka kalau soal mendengar pujian.
Seokjin mengambil cangkir teh yang di sodorin Amanda. Meminumnya sampe habis tak bersisa. Yah setidaknya teh cammomile buatan gadis itu lumayan enak. Tidak, mungkin sangat enak.
Seokjin menyukainya.
*******
"Terimakasih untuk hari ini. Maaf karena sempat membuat anda menunggu sebelumnya."
Seokjin membungkukkan badan kepada kliennya begitu rapat selesai. Pemuda tinggi di hadapan Seokjin tersebut tampak menggelengkan kepalanya sambil tersenyum ramah.
"Tidak masalah pak Kim, saya tahu sesibuk apa seorang chef terkenal seperti anda."
Seokjin tersenyum tipis. "Anda memang ceo yang terkenal ramah pak Choi. Orang-orang dan wartawan memang tidak pernah asal bicara."
Sang klien tertawa kecil. Dia sedikit malu mendengar pujian langsung dari seorang kepala chef seperti Seokjin. "Jangan panggil saya pak. Saya jelas terlalu muda untuk anda panggil seperti itu."
"Saya harus. Orang-orang akan menganggap saya tidak sopan kalau memanggil anda sesuka hati."
Terdengar helaan nafas dari lelaki muda itu. Raut tegasnya seketika luntur berubah menjadi ekspresi cemberut seperti bocah.
"Udahlah bang. Gak ada siapa-siapa juga, gak usah kaku-kaku amat ah, macem kanebo kering lo." Raut jenaka yang lebih muda membuat Seokjin terkekeh kecil. Ceo muda di depannya ini memang tak bisa menjaga image wibawanya sedikitpun. Pembawaannya yang memang selalu santai terkadang membuat sebagian orang tak percaya kalau pemuda 22 tahun itu adalah seorang ceo. Apalagi jika sudah berhadapan dengan Seokjin yang berstatus sebagai sepupunya sendiri, sudah pasti tingkah manja dan bocahnya tak bisa di kontrol lagi.
"Baiklah Choi Soobin, si ceo keras kepala."
TBC
*******
Selfcare: inget ini!
Kulitmu bukanlah kertas, jadi jgn kamu sayat.🔪
Kamu bukanlah buku, jadi jangan hakimi dirimu.⚖️
Kamu bukanlah film, jangan akhiri hidupmu.📺Cr: IG @positiveeperson
-kaaafyh
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY'S BREATH
Fiksi PenggemarKim Seokjin itu buta dengan ketulusan. Menurutnya sebuah perasaaan selalu mengalir dari pikiran oleh logika yang tercipta, bukan dari hati. Topeng. Itulah dirinya. Penuh kepalsuan dan sulit di tebak. Sampai akhirnya seseorang hadir di kehidupannya...