Empat belas

170 37 25
                                    

Happy reading chingu!
.
.
.

Sudah lebih dari satu jam Amanda tak kunjung berhenti menangis. Febi di sebelahnya sampai mengurut kening pusing sebab mendengar isakan yang tak henti-hentinya di telinganya.

"Om, hiks! Ja-jangan tangkap saya. Sa-saya gak mau masuk penjara om. Huwaaaa!!!"

"Siapa yang mau masukin kamu ke penjara!"

Amanda diam. Tangisnya langsung berhenti dengan kedua bola mata membulat lucu. Dia menatap seorang polisi paruh baya di depannya dengan mata berkaca-kaca.

"Om serius? Gak bohongkan?"

Pak polisi menghentikan kegiatannya yang sedang menulis surat-surat di atas meja. "Kamu beneran mau saya masukin ke penjara?"

"HUWAAA GAK MAUUUUU!!! HIKS! BUNDAAAA!"

Kantor polisi yang tadinya bising kini senyap akibat suara histeris Amanda yang mendominasi. Beberapa polisi dan orang-orang yang ada di sana bahkan serempak menoleh ke satu meja yang berada di sudut ruangan.

"Heh! Kenapa kamu teriak-teriak, ini kantor polisi bukan hutan!"

Amanda terdiam saat polisi di hadapannya memukul meja. Gadis itu menggigit bibirnya berusaha menahan isakan yang ingin keluar.

"Nama, Kim Amanda— loh! Kamu udah nikah?! Saya kira kamu bocah kelas enam sd." Pak polisi yang sedang membacakan surat keterangan melotot terkejut.

"Bu-bukan om. Saya mahasiswi, u-udah dua puluh tahun."

"Hm." Pak polisi menatap menyelidik.

"Maaf pak." Febi tiba-tiba menyela. Membuat sang polisi menoleh ke arahnya.

"Kenapa?"

"Gini pak, um... motor itu kan punya saya. Tapi kenapa bapak malah nilang sahabat saya? Kan seharusnya yang di tilang itu saya?"

Brak!

Meja di gebrak lagi. Membuat Amanda yang tadinya sudah tenang terkejut dengan mata yang kembali berkaca-kaca. Febi sendiri hanya bisa mengelus dada.

"Siapa yang bawa motor?"

"Sa-saya, om." Amanda menjawab pelan.

"Yang melanggar lalu lintas siapa?"

"Sa-saya juga, om." Kata Amanda lagi.

"Ya sudah. Berarti kamu yang saya tilang."

Febi tampak tak terima. "Tapi kan pak, motornya punya saya—"

"Kamu bawa surat-surat kendaraan?"

Febi menggeleng.

"Yasudah berarti dia yang saya tilang. Dia kan bawa surat kendaraan, berarti surat dia yang saya tahan."

Ini polisi aneh banget. Motor yang di tilang kan motor Febi, tapi kenapa surat kendaraan milik Amanda yang di tahan, maksudnya gimana coba? Jelas-jelas beda server.

"Tapi pak—"

"Diam!"

Febi membungkam mulut, mendengus kesal. Dalam hati ingin sekali masa bodo, namun isakan lirih Amanda yang kembali terdengar membuatnya merasa resah.

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang