Dua puluh satu

156 32 10
                                    

Happy reading chingu!
.
.
.

Osteria Le Macau resmi di buka.
Anak cabang dari restoran Osteria Francescana milik chef terkenal Kim Seokjin ini di hadiri ribuan orang dari berbagai kalangan. Sengaja di buka bebas untuk umum demi menarik pelanggan dan costumer. Dan teknik marketing yang di buat sang owner di grand opening kali ini rupanya membuahkan hasil. Banyak pelanggan yang terpukau oleh rangkaian unik interior restoran. Paduan desain semi tradisional-modern ternyata bisa semenakjubkan ini. Indah sekali. Seokjin benar-benar menumpahkan seluruh kinerjanya pada proyek kali ini. Tak main-main, semua investor berebut mengirimkan kontrak kerja sama untuk proyek berikutnya.

"Ternyata anda tahu seni juga." Lee Hangsun, asisten Seokjin berkata dengan sedikit berbisik.

Seokjin membungkuk saat beberapa klien dan pengunjung memberikan selamat. Seulas lengkungan tipis di bibir ikut terbentuk kala ucapan pujian turut membanjirinya. Setelahnya sang owner pun membalas perkataan sang asisten.

"Seni di perlukan dalam berbagai aspek pekerjaan. Tidak perduli di bidang apapun itu."

"Wah! Anda memang benar-benar luarbiasa chef. Saya kira anda cuma ahli soal makanan saja."

Seokjin menoleh, mengernyit samar. "Kamu fikir bidang makanan tidak berkaitan dengan seni? Justru seni lah poin penting yang menjadi daya tarik setiap pelanggan setelah rasa."

Hangsun hanya memberikan cengirannya. "Anda memang cerdas chef. Makanya tak sedikit klien ingin menggaet anda sebagai calon menantu."

Sebelum Seokjin bisa mencerna semua kata-kata Hangsun, lelaki itu sudah lebih dulu memberikan gestur berupa lirikan ke arah depan—tepat ke seseorang yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Halo, chef. Selamat atas grand opening cabang barunya."

Seokjin membungkuk sopan. Membalas sapaan pria berambut hampir separuh berwarna putih di depannya.

"Halo. Tuan Li, terimakasih. Saya harap anda menikmati grand opening kami."

Tuan Li tertawa jenaka. "Ah, tentu saja, chef Kim. Siapa yang tidak puas menikmati interior sekeren ini."

Seokjin tersenyum sopan. Lantas memberikan gestur kepada sang asisten untuk membimbing mereka ke salah satu meja restoran yang kosong.

Di dekat air mancur berdinding kaca, Seokjin dan klien bisnisnya itu menghabiskan waktu saling berbincang seputar bisnis. Sampai lima belas menit kemudian, pria berdarah kental tionghoa tersebut tiba-tiba saja membahas sesuatu yang keluar dari topik pembicaraan.

"Saya punya seorang putri yang cukup menawan, chef Kim."

Awalnya Seokjin tersenyum tipis menanggapi. Namun kedua alisnya bertaut, menunjukkan afeksi ketidakpahaman akan ucapan tuan Li.

"Kurasa dia akan cocok dengan anda. Dia model yang sangat terkenal di eropa, saya rasa anda juga pasti mengenalnya."

"Maaf. Maksud anda?"

Seokjin sudah paham sebenarnya. Hanya saja lelaki itu mencoba pura-pura tak paham, lebih tepatnya ingin mengikuti kemana arus pembicaraan ini berjalan.

Tuan Li. Pengusaha terkenal dari tiongkok ini sebenarnya sudah lama sekali mengincar Seokjin. Dia menyukai Seokjin, seorang pria matang dengan segudang prestasi dan catatan reputasi kesuksesan yang tak di ragukan lagi. Ah bukankah cocok, jika ia memiliki menantu dengan kepribadian sempurna seperti Seokjin. Sangat di sayangkan sekali jika itu tidak.

"Aku ingin memiliki hubungan yang lebih dari sekedar rekan bisnis dengan anda. tidak perlu terburu-buru. Anda bisa mencoba berkencan dengannya dulu." Tuan Li tersenyum cerah. Ini adalah momen yang sangat di tunggu-tunggunya. Punya kesempatan berbincang dan menawarkan hubungan ini.

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang