Sembilan belas

164 33 21
                                    

Happy reading chingu!
.
.
.

Setelah insiden tabrakan di lorong yang menyebabkan Amanda ketumpahan sup panas, Seokjin langsung membawa gadis itu ke ruangannya. Ruangan yang di dominasi oleh warna putih hitam itu tidak terlalu menyimpan banyak benda di dalamya, hanya ada beberapa meja, sofa, lemari dan meja kerja milik lelaki itu.

Seokjin membuka satu persatu laci di mejanya, mencari benda yang sekiranya dapat di gunakan dalam keadaan genting seperti ini. Setelah dapat, lelaki itu langsung menghampiri Amanda yang sedang terisak lirih di sofa hitam.

"Sini coba liat tangannya, biar mas obatin." Seokjin meraih lengan kanan istrinya, dirinya sempat tercenung beberapa saat melihat kulit merah melepuh itu mengelupas sepanjang siku hingga pergelangan tangan. Efeknya ternyata bisa sebesar ini jika tidak segera di beri pertolongan pertama.

"Ke rumah sakit aja ya? Luka bakarnya makin parah."

Amanda menggeleng sambil menyeka cairan hidungnya dengan punggung tangan. "Nggak u-usah, nggak sakit la-lagi kok." Ucapnya terbata-bata.

Seokjin membuang nafas, istrinya ini keras kepala sekali. "Yaudah, biar mas obatin semampunya dulu, baru nanti panggil dokter kesini." Finalnya kemudian.

Lelaki itu mengacak-acak kota obat yang di letakannya di meja depan Amanda, sementara dirinya duduk di atas karpet berbulu menghadap istrinya. Setelah mendapatkan barang yang di butuhkannya, Seokjin kembali meraih tangan Amanda untuk di olesi salep pereda sakit. Amanda tampak meringis kecil kala jari-jari dingin berurat itu menyapu halus kulit tangannya.

"Siapa tadi yang ngomong gak sakit lagi." Ucap Seokjin dengan nada sarkas membuat bibir merah muda itu langsung menekuk ke bawah.

"Ka-kalau di pegang sakit. Kalau ng-nggak di pegang gak sakit."

"Alasan."

Bibir Amanda semakin menekuk ke bawah. Kedua matanya kembali berkaca-kaca namun sekuat tenaga ia menahan airmatanya agar tak meluncur keluar. Rasanya seperti habis di marahi oleh bunda waktu kecil dulu.

"Selesai." Lilitan perban menutupi sempurna area tangan yang terkena luka bakar tersebut. Amanda mengucapkan terimakasih yang di balas dengan deheman singkat.

Seokjin menyimpan kembali kota obat ke dalam laci, kemudian mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi dokter kenalannya. Dari posisi duduknya, Amanda hanya memerhatikan sambil sesekali menyedot cairan hidungnya yang merembes keluar. Seokjin yang tak sengaja melihat berjalan ke mejanya dan meraih beberapa lembar tissu—kembali menghampiri istrinya dengan ponsel tertempel di telinga.

Amanda mematung saat Seokjin mengusap hidungnya dengan tissu, sedikit menjepitkan jarinya di sana untuk mengeluarkan cairan di dalamnya. Amanda tersipu, perlakuan sederhana barusan ternyata sanggup mendebarkan hatinya.

"Terimakasih dok, iya baik saya tunggu."

Seokjin mengakhiri panggilannya. Ia berjalan ke tempat sampah dan membuang tisu-tisu di tangannya. Lelaki itu melangkah kembali ke mejanya, ia membuka laptopnya dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Selama lima belas menit Amanda fokus memperhatikan suaminya yang entah bagaimana bisa terlihat berlipat lebih tampan saat sedang serius, sebelum ia yang tadinya cengar-cengir seperti remaja yang sedang kasmaran—tercenung begitu teringat akan sesuatu.

"Mas?"

"Hm?" Seokjin menjawab tanpa menoleh.

Amanda menggigit bibir bawahnya kala rasa gugup kembali menyerang."Soal tadi pagi."

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang