23.

148 20 0
                                    

Dion kini ada dirumah ia habis mengurus masalah di kantornya tadinya ia ingin ke rumah sakit langsung tetapi ia berfikir untuk membersihkan dirinya dulu.

30 Menit sudah berlalu Dion keluar dengan balutan handuk di pinggangnya.

Dion berjalan kearah lemari untuk mengambil pakaian dan dalamannya.

Dion membuang asal handuk yang tadi ia kenakan, ia memakai baju santai. kaos oblong dan celana panjang.

Dion berjalan kearah kaca, ia membersihkan rambut-rambut halus diwajahnya. ia tersenyum kecil mengingat bagaimana keselnya Alena jika ada rambut halu tumbuh di wajahnya.

Menurut Alena itu sangat geli ketika menyentuh wajahnya, mangknya jika sudah ada rambut halu diwajah Dion, Alena akan langsung memarahinya dan menyuruhnya mencukur.

Dion melihat handuk yang ada di atas tempat tidurnya, ia berjalan untuk mengambil handuk itu.

"Maaf aku lupa lagi, seharusnya aku menaru yang benar bukan di buang asal" Dion berbicara sendiri lalu menaru handuk itu di gantungannya.

Dion mengambil kunci motor dan jaketnya, ia akan pergi ke rumah sakit.

42 menit Dion sudah sampai di depan ruang inap Alena, ia melihat Mamahnya sedang duduk sendirian.

"Mah biar Dion yang menemani Alena malam ini Mamah pulang saja Dion Gak mau mamah cape" Dion berjalan mendekat karaha mamahnya.

"Jaga Alena, mamah pulang dulu" Dion mengangguk lalu menyalimi tangan mamahnya.

Dion melihat wanita yang sedang berbaring diatas brangkar rumah sakit dengan wajah pucat dan semakin hari semakin kurus tetapi masih menampilkan kecantikannya.

"Aku ingin kamu membuka mata, sungguh aku rindu melihat bola matamu, aku rindu lelucon yang kamu buat agar aku semangat bekerja disaat aku sudah lelah" Dion diam untuk sesaat, ia membuang nafas beratnya.

"Aku sangat rindu ocehan yang membuat kepalaku ingin pecah, mana wanitaku yang cerewet? mana wanitaku yang selalu mengomel disaat aku membuat kesalahan sekecil apapun?" Dion diam menatap wajah wanita yang sangat ia cintai itu.

Wanita yang sudah menepati hatinya, yang selalu membuat kefokusanya terlalih ke dirinya semua, yang selalu membuat fikirannya penuh dengan dirinya.

Dion tersenyum ketika ia mengingat sewaktu Alena menjahilinya di kantor.

Flashback on

"Sayang kamu tau gak?" Alena berbicara dengan tingkah manja.

"Apa" Dion sudah muak sedari tadi Alena selalu membuatnya kelimpungan.

Alena duduk dipangkuan Dion, dan menggagunya bekerja.

"Ayo pulang jangan sampai aku membuat onar seperti yang dulu pernah aku lakukan" Dion rasanya ingin menenggelamkan dirinya kedasar laut.

"Alena tolong aku sedang bekerja jika kamu ingin aku buru-buru jangan menggangguku" Alena bangun dari pangkuan Dion dengan wajah kesal.

Alena duduk di sofa dengan wajah kesel, ia binggung dengan cara apa lagi agar Dion menuruti keinginannya.

Senyum misterius keluar dari bibir indahnya, Alena berjalan kearah kabel kabel yang tercolok, ia mencabutnya lalu berlari kencang.

Dion hanya geleng-geleng kepala frustasi bagaimana bisa ia mendapatkan istri sebobrok ini.

Ya kabel yang dicabut Alena adalah kabel saluran konputer dan laptop Dion jadi ketika dicabut mau gak mau komputer itu mati.

Flashback off

"Maaf kamu siapa?" Lamunan Dion buyar arah matanya beralih kearah Alena yang sedang memasang wajah binggung.

"Akhirnya kamu bangun juga" Dion memeluk Alena dengan erat. Alena mendorong tubuh Dion sampai pelukan mereka terlepas.

"Kenapa sayang?" Alena binggung sekarang ia tidak tau dimana dan tidak tau siapa orang didepannya ini.

"Maaf saya dimana? dan anda siapa? saya tidak mengenal anda" Dion tertegun di tempatnya.

"Kamu tidak mengenalku? ini aku Dion suamimu" Alena memegang kepalanya yang terasa sangat sakit.

Kepalanya sekarang seperti di tusuk beribu jarum sangat sakit Alena sampai menitihkan air mata sangking sakitnya.

"DOKTER!"

"DOKTER!"

-

"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Dion bangun dan berjalan kearah dokter yang memeriksa Alena.

"Ibu Alena mengalami hilang ingatan, karena kepala yang terbentur cukup kuat" Dion tertegun untuk yang kedua kalinya.

"Apa ingatan Istri saya bisa kembali?" Dion berucap lirih baru saja ia merasa senang tetapi ia harus menelan kenyataan yang sangat pahit.

"Belum di pastikan" Dion diam dengan wajah yang menyiratkan kekhawatiran yang besar.

"Bagaimana dengan anak saya?" Mata Dion tidak lepas dari pintu rawat inap Alena.

"Baik, tetapi ibu Alena tidak menyadari bahwa dirinua sedang hamil jadi bapak harus menjaga makan ibu Alena, karena kandungannya masih sangat rentan" Dion mengangguk

"Saya permisi dulu ada pasien lain yang harus saya priksa" Dion hanya mengangguk.

Dalam diam Dion berjalan kearah pintu rawat inap Alena, sangat sakit rasanya melihat wanita yang ia cintai melupakannya begitu saja.

Memory cintanya yang rumit kini sudah hilang di ingatan wanitanya, tidak ada yang tersisa.

"Tolong jangan membuat aku terlihat semenyedihkan ini" Dion melihat Alena dari kaca yang tidak begitu jelas.

-

Disepanjang jalan Dion diam dengan wajah datar dan wajah pucatnya ia berjalan kearah taman rumah sakit hanya untuk membuat dirinya lebih tenang.

Dion tadi menelfon Mamah dan Bunda agar menemani Alena sebentar dengan alasan ia ada urusan mendadak yang harus diselesaikan.

Bughhh

"Maaf saya tidak liat jalan" Dion membukukan tubuh arti meminta maaf sungguhan.

Perawat yang baru saja ia tabrak mengangguk lalu berjalan dengan lebih cepat.

Dion merasa aneh tetapi ia tepis jauh pemikiran itu bisa saja perawat itu buru-buru karena ada pasien yang harus ia tangani.

Dion kembali berjalan sebelum pergi ke taman ia menyempatkan diri dulu untuk membeli minum hanya untuk menyegarkan tenggorokannya.

Duduk di tengah taman dengan banyaknya orang yang sedang berlalu lalang di koridor rumah sakit, Dion diam dengan wajah gusarnya.

Ia tak tau harus apa sekarang, wanita kedua yang sudah memenuhi hatinya kini sudah melukapannya dan kenangannya.

Dion binggung dengan keadaan sekarang ia gak tau harus apa lagi, dan harus kemana lagi menemukan jalan keluarnya.

Terlebih lagi perusahaannya yang tadinya meranjak pesat sekarang turun drastis sangat drastis.

"Om kenapa? ko nangis, kata mamah Shila orang dewasa gaboleh nangis apa lagi om. laki-laki" Dion mendongak.

"Om engga menanggis" Dion berbicara apa adannya ia tidak menanggis ia hanya menelungkepkan wajahnya di kedua lipatan tangan yang di topang dengan kedua paha nya.

"Tadi shila..." ucapan anak kecil itu menggantung karena ada seorang perempuan yang memanggilnya.

"Shila ayo pulang" Anak kecil itu mengagukkan kepala lalu matanya melihat kearah Dion lagi.

"Shila pulang dulu ya Om" Dion hanya mengangguk "Ahiya Om gaboleh nanggis lagi oke" Anak kecil itu tersenyum sangat manis, dan senyum itu tertular ke Dion.

.
.
.
.
.

TBC
Huftt Sallsa Comeback;(
Typo sorry ya gezz;)

my destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang