FAMILIAR

293 88 20
                                    

Wajahmu mengingatkanku pada seseorang tapi siapa?

- Adrian

. . . . .

Sudah dua jam Airin menghabiskan waktunya di salah satu kafe di dekat rumahnya sendiri tanpa siapa pun menemani. Sementara Dinda sedang di luar kota dan baru kembali lagi besok siang.

Merasakan cukup duduk dan menikmati cemilan sambil setengah melamun sejak tadi segera dia membayar pesanan lalu memutuskan pergi. Malam ini Airin tidak membawa mobil dan memilih taksi sebagai alternatif mengantar pergi-pulang. Dia ingin melepas semua rasa sedih berharap dengan menikmati angin malam dapat menenangkan pikiran. Sambil mengencangkan cardigan yang digunakannya Airin berjalan di sepanjang trotoar.

. . . . .

"Aku lagi di jalan pulang, iya nggak lembur malam ini. Aku sudah makan dan yang tanya apa sudah makan ju -" Adrian menghentikan ucapannya.

Dia baru memasuki mobil karena singgah terlebih dahulu ke minimarket. Tapi bukan kesibukan lain membuatnya menghentikan percakapan dengan pacar melalui ponsel, melainkan melihat sesuatu di depan sana.

"Rumy nanti aku hubungi kamu lagi, bye." Segera memutuskan sambungan telepon dan fokus pada apa dia lihat sekarang.

Wanita yang berjalan di depan sana Adrian mengenalnya. Tanpa sadar pria itu keluar dari dalam mobil kemudian mengikuti ke mana langkah kaki itu pergi.

Wanita itu nggak ada takut-takutnya jalan sendiri di tempat sepi kayak gini? Apa hidupnya selalu diisi sama kesedihan? Batin Adrian bertanya sambil menggelengkan pelan kepalanya karena tidak habis pikir.

Adrian menghentikan langkah kakinya saat wanita itu berhenti berjalan dan justru melihat langit malam.

"Apa yang diliatnya? Bintang bahkan nggak ada sama kali karna hari mau hujan. Dan gue lebih aneh lagi di sini ikutin ke mana dia pergi." Sekali lagi Adrian bergumam bingung.

Adrian memutuskan untuk pergi tapi sebelum itu dia menoleh melihat wanita itu sekarang melangkah menuju jalanan. Awalnya tidak ada yang aneh sampai wanita itu memilih berdiri di tengah jalan.

"Mau liat langit dari tengah jalan? Dasar wanita aneh." Ucap Adrian segera pergi tapi di saat bersamaan sebuah pemikiran datang begitu saja.

"jangan bilang dia mau -?!"

Adrian memutar tubuh lalu berlari menghampiri wanita itu.

. . . . .

Airin mengangkat tangan kanannya mencoba merasakan dinginnya angin malam menerpa telapak tangannya.

"Papa ... Kak Andra ... aku kangen kalian di sana," Ucapnya lirih penuh kerinduan.

Suara dari klakson mobil mendadak muncul membuat Airin tersadar dari rasa rindunya. Wanita itu menoleh ke depan dan pantulan lampu mobil menerpa wajahnya. Airin menutup mata efek silau dirasa bersamaan tubuhnya diraih dan dibawa menjauh hingga ke tepian jalan.

Detak jantung itu Airin rasakan, pelukan hangat dan aroma dari tubuh seseorang dia kenal, Airin mengangkat pandangan kemudian diam menatap sorot mata itu.

"Kamu gila?! Kamu benaran mau bunuh diri?! Kamu nggak lihat lajunya mobil itu tadi?! Kalau aku nggak gerak cepat apa yang akan terjadi?! Kamu terlempar dan kamu akan merasakan sakit sebelum kegelapan menguasai!!!!" Teriak Adrian dengan napas naik turun secara cepat. Tubuhnya gemetaran dan dia semakin memeluk erat tubuh wanita itu.

Sementara Airin sendiri baru saja ingin melepaskan diri tapi kepalanya mendadak pusing. Tidak hanya itu saja sekujur tubuhnya gemetaran dia menggigil merasakan sakit tak kasatmata, lalu kegelapan itu datang memenuhi penglihatannya juga mengambil kesadarannya secara penuh.

. . . . .

Adrian menatap wajah tidur itu dengan pikiran masih tertuju pada kejadian satu jam lalu.

Dan sekarang wanita itu terlelap tidur begitu damai di tempat tidur miliknya. Adrian memutuskan untuk membawa wanita tersebut ke apartemennya karena dia tidak mengetahui di mana alamat tinggal wanita itu. Padahal kalau dia mau dia bisa saja membongkar pemilik tas tersebut tanpa harus bersusah payah membawanya hingga ke apartemennya.

"Ja, jangan tinggalin aku ..." Lirih wanita itu gelisah dalam tidur lelapnya.

Adrian mengulurkan tangannya ke kening wanita itu, "Nggak panas, tapi kenapa kamu keringat dingin seperti ini?" Tanya Adrian bingung kemudian tanpa sadar tangannya mulai menghapus lembut keringat itu.

"Dan sejak kapan gue ngomong gunakan aku-kamu?"

"Jangan pergi ... kamu sudah janji,"

"Bahkan saat tidur kamu nangis. Apa begitu banyak luka yang kamu hadapi?" Tanya Adrian lagi sambil menghapus air mata itu.

Namun sekilas bayangan seorang wanita menghampiri ingatannya membuat Adrian kaget dan menatap wajah itu kembali.

"Kenapa wajahmu seperti nggak asing? Wajahmu mengingatkanku pada seseorang tapi siapa?"

. . . . .

FATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang