ANNOYED

307 88 15
                                    

Pertemuan kita layaknya hanya berupa angin. Tapi lo gunakan aku-kamu itu maksudnya apaan? Bisa lo jelaskan?

- Adrian

. . . . .

Adrian melangkah masuk ke dalam rumah. Wajahnya terlihat resah dengan pikiran masih tertuju pada kejadian tadi. Dia benci harus mengakui kalau wanita aneh bernama Airin terus menghantui pikirannya. Terlebih teman wanita itu seakan tahu banyak seperti apa kepribadian wanita aneh dengan bangga dia katakan sebagai sahabatnya.

Adrian memegang pipi kirinya rasa perih itu masih terasa.

"Baru pulang Adrian?"

Pria itu menjatuhkan tubuh di sofa. Menatap kedua orang tuanya sebelum menyandarkan kepala.

"Pipi kenapa merah begitu?"

"Digigit binatang." Jawabnya asal.

"Ada masalah?"

"Aku lagi kesal Pa kenapa ya? Aku harus bertemu dengan wanita aneh? Ini pertemuan kita keempat kali, tapi wanita itu selalu menangis."

"Dad pikir ada apa, tapi kenapa hal itu mengganggu pikiranmu?"

Adrian menatap mereka berdua, "Karena dia bersikap seperti itu hanya padaku Dad, dengan para pegawaiku memang kenal dia tapi dianya nggak seperti itu. Aku nggak punya salah sama dia kenal juga nggak gimana aku nggak anggap dia wanita aneh."

"Satu hal lagi bikin aku semakin lihat dia aneh. Dia ngomong sama aku gunakan kamu jadi maksudnya aku-kamu? Nggak akan aku turuti kemauan dia dasar aneh."

"Kamu lebih baik mandi Sayang, tenangkan pikiranmu." Ucap Astrid mencoba meredakan emosi anaknya.

"Dan aku lebih bingung lagi, kenapa kita bisa kerja sama dengan perusahaan wanita itu?"

"Loh, dia salah satu klien kita?"

"Kata para pegawai aku iya. Kalau nggak salah nama perusahaan itu Public Store. Dan nama wanita aneh itu Airin Chintya Naufa."

Dan tanpa Adrian sadari raut wajah kedua orang tuanya menahan sedih dan terluka untuk informasi mereka ketahui langsung dari anak mereka. Kemudian nama seorang wanita cantik yang tidak lagi pernah mereka dengar setelah enam bulan berlalu sekarang mereka dengar kembali. Bukan dalam suasana menyenangkan justru informasi itu terdengar begitu menyedihkan.

. . . . .

"Iya aku sudah minta maaf sama kamu. Hari ini memang jadwal aku padat dan baru bisa hubungi kamu sekarang."

"Aku mengalah demi Sayangku ini. Aku rindu kamu Adrian, wajar dong aku ngambek tadi."

"Kalau rindu ya cepat pulang, bukannya masih betah di Singapura."

"Tanggung tahu, satu minggu lagi aku di sini. Kamu mau titip oleh-oleh apa Sayang? Kamu baru mandi ya? Itu rambut kamu masih basah gitu?"

"Nggak ada. Iya baru pulang dan baru selesai mandi."

"Aku kangen kamu Adrian."

Pria itu memberikan respon dengan senyuman.

"Kamu cuma senyum doang? Nggak balas perasaanku?!"

"I love you, Arumy."

"Kamu makin manis, aku cinta kamu juga."

"Ya sudah, aku istirahat dulu."

"Jangan lupa mimpikan aku Adrian, kekasih hatimu yang cantik dan baik ini."

Pria itu mengangguk lalu memutuskan jaringan video call mereka. Segera berbaring di tempat tidur sambil menatap langit kamar dalam diam.

Di sisi lain,

Dinda melihat sedih pemandangan di depan sana tepatnya di luar balkon kamarnya, Airin sedang melihat suasana malam dengan tangisan kesedihan. Dinda yang berdiri diam di depan pintu kamar dengan secangkir cokelat hangat kesukaan Airin berusaha menghapus air matanya.

Kejadian sore tadi tidak bisa Dinda bayangkan betapa sakitnya perasaan Airin. Adrian telah melupakan Airin sepenuhnya itu fakta mengerikan bahkan Adrian menganggap Airin wanita aneh juga gila.

"Nggak lo tau Adrian? Airin nangis setiap hari karna lo? Setiap ketemu lo apa yang dia pikirin? Rasa rindu tapi omongan lo tadi kejam sampe gue nampar lo. Sekarang gue rasanya masih belum puas mau lakuin lebih dari sekedar tamparan ke lo." Gumam Dinda ikut merasakan sedih serta terluka.

. . . . .

FATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang