Plester Pereda Demam

5.6K 468 26
                                    

Sudut rumah yang telah diterangi lampu, cukup sepi dengan hiasan suara klakson mobil.

Seorang pria berlari ringan dari balik gerbang guna membuka jalan untuk majikannya.

"Maaf Tuan Choi, aku menghilangkan remote control nya." Pria di dalam mobil nampak tak enak hati karena mengganggu malam pegawainya.

"Ini sudah kewajiban saya Tuan." Pria yang lebih berumur itu melanjutkan tugasnya menutup pintu dan membiarkan sang majikan memarkirkan mobilnya di garasi.

Pakaian yang tak lagi rapi, pria berlesung pipi itu keluar dari dalam mobil sembari menenteng beberapa kantung plastik.

Langkah ringannya membawa tubuh tegap itu memasuki bangunan berlantai dua di hadapannya.

Pintu terbuka dan seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan sang Tuan rumah.

"Mari saya bantu Tuan." Wanita paruh baya itu mengambil beberapa kantung plastik dari tangan Namjoon.

"Immo mengapa anda belum pulang?" Pria itu mengajukan pertanyaan sembari meletakkan kantung-kantung plastik yang ia bawa di atas meja.

"Lusa saya akan mengambil cuti jadi hari ini saya akan menyelesaikan pekerjaan rumah." Namjoon hanya mengangguk sebagai respon, ia masih sibuk mengeluarkan isi bawaannya.

"Apakah Jimin sudah tidur?" Ya..... kini ayah muda itu menayakan keberadaan putra semata wayangnya yang sama sekali tak terlihat batang hidungnya.

"Ah.... tuan muda sempat demam tadi siang jadi....." belum sampai wanita paruh baya itu menyelesaikan kalimatnya Namjoon sudah menghilang dengan disertai suara benturan kursi.

Kaki jenjang Namjoon yang sempat terhantuk cukup kencang dengan kursi nampak tak dihiraukan oleh sang empu.

Langkahnya semakin dipercepat menuju kamar sang putra di lantai dua, pintu kayu bertuliskan 'Baby Chimmy' menyambut kedatangan Namjoon.

Tanpa menunggu lagi Namjoon membuka kasar pintu itu sembari memanggil sang putra.

"Jimin-ah!"

Sungguh jantung Namjoon yang sempat berpacu cukup kencang tadi seketika terasa berhenti berdetak kala disugui bentuk kamar Jimin yang jauh dari kata rapi.

Sang putra yang dikatakan tengah demam sedang asik memainkan game di komputernya, dengan mulut yang sibuk bicara tak karuan.

"Aish.... mengapa kau kesana? Yak.... serang dia!! Ya... seperti itu..... mati kau.... ya....!!" Namjoon menghela napas berat sembari melonggarkan ikatan dasi pada lehernya.

Manik hitam pria itu menagkap keberadaan plester pereda demam di kening sang putra.

"Yak..... kau akan mati jika kesana! Aish..... jinja apa yang kau lakukan....!" Jimin masih dalam pantauan sang ayah, nampaknya remaja itu tak mengetahui keberadaan Namjoon.

Ia asik dengan game itu, bahkan sampai menaikkan kedua kakinya keatas kursi.

"Ya.... ya...... yeah.... sudah kukatakan aku akan menang, kau lihat bukan keahlian Kim Jimin....... woah.... ap....appa? Kau sudah pulang?" Jimin hampir saja terjerembab saat melihat sang ayah tengah menatap tajam kearahnya.

"Apakah seru game itu? Sudah selesai memainkannya?" Suara berat Namjoon hanya mendapat cengiran tanpa dosa Jimin.

"Aku hanya bermain satu ronde, sungguh..."

"Immo mengatakan jika kau demam, jadi ini yang di sebut demam?" Jimin kembali terbelalak, ia menepuk jidatnya yang masih terbalut plester pereda demam.

"Ah..... appa, sungguh aku demam tadi."

"Jinnja tapi aku tak melihatnya." Mendengar jawaban sang ayah Jimin mulai ber pose lemah.

"Akh..... aku sekarat appa, ini sangat sakit kepalaku benar-benar pusing. Wah..... kurasa aku melihat bintang di kamar ini." Jimin menghempaskan tubuhnya keatas ranjang dan mulai menarik selimut tebal untuk menutup tubuhnya.

"Terserah padamu kau bisa istirahat, sayang sekali kau harus demam padahal appa baru saja memberi sekotak mochi tadi."

"Mochi?"

Ok, seketika Jimin menyibak selimutnya dan berlari keluar dari dalam kamarnya.

"Aku sudah sembuh appa!" Teriak Jimin nyaring sembari menuruni anak tangga.

Namjoon menarik senyum simpul dan mematikan komputer sebelum mengikuti sang putra yang mungkin telah melahap mochi itu.

"Makan perlahan, jangan sampai kau menelan kotaknya." Namjoon menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya disana.

Tak lama seorang wanita paruh baya tiba dan meletakkan secangkir teh hangat di hadapan Namjoon.

Tangan Namjoon terulur mendekati kening sang putra dan melepaskan plester dari kening Jimin. Mengusap pelan kepala Jimin dan membenahi rambutnya yang berantakan.

.
.
.
.
.
.
.
"Appa mianhae pasti kau khawatir padaku, sungguh aku sempat demam siang tadi aku tak berbohong : )"
-kim jimin-
🍃🍃🍃

Bersambung.........  

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang