Pecahan Kaca

2.2K 247 12
                                    

Sesuai rencana Jimin dan Taehyung sebelumnya, mereka kini berada di rumah pemakaman guna mendatangi pemakaman adik Daniel.

Sebenarnya ada rasa kesal yang masih bersarang di hati Jimin, namun bagaimanapun tak sopan jika ia tidak datang disaat ia tahu kondisi keluarga Daniel.

Kunjungan mereka tak terlalu banyak pembicaraan, cukup hanya saling membungkuk dan bertukar pandang.

"Jim, duduk dan makan dengan tenang." Taehyung menatap temannya yang berulang kali melihat pintu keluar, entah apa yang ditunggu remaja itu.

Mereka masih si rumah pemakaman, dan sikap Jimin yang aneh membuat berbagai prasangka buruk mendatangi Taehyung. Entah apa yang ada di kepala temannya itu.

"Aku akan pulang sekarang, kau makan lah." Benar saja, ada yang tidak beres dengan Jimin. Taehyung dapat tau itu dan segera mengikuti Jimin keluar dari rumah pemakaman.

Taehyung tak mengira kaki pendek Jimin dapat berjalan secepat itu, ia bahkan berulang kali memanggilnya tetapi tak satupun panggilannya yang di respon oleh temannya itu.

"Yak.... Kim mau kemana kau?!" Taehyung masih berusaha menghentikan Jimin yang pergi meninggalkanya dengan menggunakan taxi.

Sementara Jimin sendiri, ia ingin segera pulang dan memastikan sesuatu.

Jimin yang baru saja menginjakkan kakiya di kediaman keluarga Kim, segera berlari munuju kamarnya. Entah apa yang remaja itu cari hingga ia membuat hampir seisi kamar berntakan.

"Sial dimana cincin itu."

Remaja Kim itu semakin gencar mengobrak-abrik seisi kamarnya. Ia tak dapat menemukan keberadaan cincin milik sang ibu di kamarnya.

Hingga ketika ia mengibaskan sapu tangan putih di atas mejanya, sebuah benda bundar menggelinding menabrak diding.

"Ah.... ketemu." Cincin perak dengan bercak darah di sana, yang Jimin yakini adalah darah sang ibu.

"Astaga Kim Jimin, apa yang kau pikirkan. Tak mungkin appa akan melakukan hal gila seperti dalam otak sempitmu." Jimin memukul kepalanya beberapa kali guna menyadarkan otaknya yang tak berguna itu.

"Tapi, kurasa tak ada salahnya memastikan bukan?" Setelah berperang dengan pikirannya sendiri, Jimin beranjak menuju sebuah kamar di samping ruang kerja sang ayah.

Kamar yang selalu terkunci sejak Jimin kecil, ia bahkan tak tau apa isi di dalam kamar itu. Sang ayah selalu melarangnya masuk dengan dalih tak ada apapun di kamar itu.

Tetapi jika tak ada apapun mengapa sang ayah melarangnya, bukankah itu aneh?

"Aish.... dimana kira-kira kuncinya? Apakah ada di ruang kerja appa?" Monolog remaja itu sembari mengusap rambutnya.

Tanpa pikir panjang, ia beranjak menuju ruang kerja Namjoon dan mulai menggeledah isi didalamnya.

Biarkan saja sang ayah mengecapnya sebagai anak tak tau sopan-santun karena masuk ke ruang pribadinya tanpa ijin.

"Ini dia." Jimin berhasil menemukan sebuah kotak berisikan banyak kunci, entah kunci apa saja disana. Apakah ayahnya mengkoleksi benda seperti ini?

"Jimin, apa yang kau lakukan?" Suara Namjoon yang tiba-tiba membuat Remaja itu terkejut bukan main dan menyenggol sebuah vas yang ada di atas meja.

"Astaga... Kim Jimin, jangan bergerak dari sana!" Pekik Namjoon panik saat melihat pecahan kaca yang berserakan memenuhi lantai dan itu tepat di bawah sang putra.

***

Semua hal yang terjadi menjadi hal yang tak mengenakkan untuk Jimin, ia saat ini harus duduk di atas brankar rumah sakit dengan dokter yang tegah membalut kakinya.

Namjoon, menunggu di balik tirai UGD dan Jimin sangat risih dengan semua ini. Mengapa juga ia harus menginjak pecahan kaca itu, dan membuatnya harus di gendong Namjoon menuju mobil dan segera membawanya kerumah sakit.

Dokter dengan name tage Jung Hoseok itu dengan telaten membalut luka Jimin, sesekali ia menatap Jimin sembari tersenyum.

"Samchon berhenti tersenyum, aku benar-benar kesal." Protes Jimin sembari memajukan bibirnya. Ia cukup dekat, tidak hanya cukup dekat tetapi sangat akrab karena sang ayah yang akan membawanya kerumah sakit hanya karena luka kecil.

"Hei, seharusnya kau senang karena memilika ayah yang sangat menyayangimu." Hoseok mungusak rambut Jimin sebelum ia menghilang di balik tirai.

Jimin dapat mendengar percakapan dua pria itu sangat jelas, tapi ia memilih untuk tidak mengembil pusing dengan mendengarkan percakapan itu.

"Jimin baik-baik saja bukan?" Namjoon mengawali pertanyaannya.

"Dia baik-baik saja, lukanya akan kering dalam beberapa hari lagi. Itu juga bukan luka yang dalam." Jelas Hoseok sembari menepuk pundak Namjoon pelan.

"Tapi aku sangat khawatir tadi."

"Tenang saja, Jimin tak akan sekarat karena luka seperti itu." Ujar Hoseok disertai tawa ringan, ia benar-benar suka menggoda teman SMA nya ini.

"Yak... Jung Hoseok!" Namjoon yang tak terima, tanpa belas kasih memukul kepala dokter itu cukup kencang. Cukup untuk membuat sang empu merintih karena pukulan tak main-main itu.

"Jangan bicara sembarangan tentang Jimin, aish......."

.
.
.
.
.
.
.
"Appa, sungguh kau sangat berlebihan."
-kim jimin-
🍃🍃🍃



Bersambung............

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang