Tak Suka

2.5K 305 23
                                    

"Aku pulang.....!!" Seruan seorang remaja menggema di rumah besar itu, ia nampak asik melompat kesana kemari dan menendang-nendang kan kakinya.

Siulan ringan juga terdengar, nampak sekali jika ia dalam mode baik.

"Oh.... Tuan muda." Suara seorang wanita yang nampak begitu familiar membuat remaja itu menghentikan langkahnya dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Sekretaris Shin, senang bertemu denganmu." Jimin si remaja itu berusaha menarik senyum, walaupun sangat nampak jika itu terpaksa.

"Saya telah menyiapkan makan malam bagaimana jika kita makan bersama." Wanita itu mendekat sembari berusah menarik tangan Jimin.

"Aku akan membersihkan diri, appa akan marah jika aku pergi ke meja makan seperti ini." Tanpa menunggu respon sang lawan bicara Jimin segera melesat ke lantai atas. Tidak, bukan ke kamarnya melainkan kamar sang ayah.

Setibanya remaja itu di depan pintu kayu penghalang dirinya dan sang ayah, Jimin mulai mengetuk dengan membabi buta.

Ia tak peduli jika pintu ini akan rusak nantinya, sang ayah memiliki banyak uang untuk membeli pintu baru. Bukankah itu benar?

Ini hanya 1 pintu, bahkan Namjoon dapar membeli 100 pintu sebagai gantinya.

"Jimin berhenti mengetuk dan masuklah!" Suara Namjoon dari dalam menjadi lampu hijau untuk Jimin.

Segera remaja 17 tahun itu membuka pintu dengan kasar dan kembali menutupnya ketika ia telah berada di dalam kamar sang ayah.

"Appa...... mengapa ada rubah di rumah ini....?!" Sentak Jimin dengan nada meregek. Ia mendekati Namjoon yang tengah duduk di kursi bacanya.

Mendengar penuturan sang putra pria berkacamata itu mendongakkan kepala.

"Rubah? Appa tak ingat membawa rubah kerumah ini." Namjoon menatap Jimin yang sudah bermuka masam, mungkin itu akan menjadi lebih masam dari pada perasan lemon.

"Aish..... nenek sihir itu mengapa dia disini......!! Appa aku tak suka....!!"

"Maksudmu Sekretaris Shin?" Pria itu melepaskan kaca matanya dan beranjak dari kursi yang sudah ia duduki lebih dari 1 jam.

"Appa..... tak bisa kau minta ia pergi?"

"Jimin jangan seperti itu, ia banyak membantu kita. Mulai dari pejerjaan kantor appa dan juga ia dengan senang hati membuatkan makanan untuk kita." Namjoon mendekati sang putra dan berusaha menjelaskan sebaik mungkin agar dapat Jimin terima dengan baik.

"Tapi aku tak suka dia appa, dia itu......"

"Hei, cukup. Sekarang bersihkan dirimu dan kita makan malam bersama, ok?" Senyuman Namjoon tak meluluhkan hati Jimin, ia lebih memilih memalingkan wajah sembari berdecih sebal.

"Appa lebih memilihnya dari pada aku?"

"Jimin jangan berdebat!" Nampak sekali jika Jimin sangat kesal, sungguh ia ingin melupakan semua kejadian buruk hari ini dan menikmati malam bersama sang ayah. Namun semua itu berubah karena keberadaan Sekretaris rubah itu.

"Aku mengerti, selamat malam Tuan Kim. Maaf telah mengganggumu." Raut wajah Jimin yang tadinya nampak merengek berubah menegas dan segera keluar dari kamar sang ayah.

Ia tak lagi peduli dengan Namjoon yang memanggil namanya.

"Jimin!"

'Brak!'

Suara pintu menjadi hal terakhir yang di dengar, Jimin marah padanya. Pria itu sungguh tak dapat mengerti jalan pikiran putra semata wayangnya itu.

Ia merasa jika Jimin terlalu kekanakan dalam hal seperti ini, tidak bisakah putranya lebih dewasa.

Baiklah masalah Jimin akan ia urus nanti. Pria satu anak itu bergegas turun menemui sekretarisnya, dengan tujuan untuk membicarakan masalah ini baik-baik.

"Sektretaris Shin!" Namjoon yang baru saja tiba di lantai dasar mendekati wanita yang tengah duduk di salah satu sofa.

"Ah.... presdir, anda ingin makan malam sekarang?" Baru saja wanita itu akan beranjak menuju ruang makan, suara Namjoon terlebih dulu membuatnya terhenti.

"Kurasa kau tak perlu menyiapkannya, aku bisa melakukannya sendiri. Ini sudah malam kau bisa pulang, aku akan meminta supir untuk mengantarmu." Namjoon mengusap tengkuknya kikuk, ia merasa tak enak hati mengatakan hal ini. Tapi apakah ia punya pilihan lain? Jika ada tolong beri tau, ia sangat bingung sekarang.

"Oh.... begitukah, apakah anda yakin?" Sang sekretaris masih mempertahankan senyum diwajahnya, ia tau jika Namjoon tak nyaman dengan keberadaannya saat ini.

"Ne, kau bisa pulang." 1 detik, 2 detik hingga detik kelima sampai wanita itu menjawab.

"Baiklah kalau begitu saya permisi, selamat malam Presdir."

"Ah.... ne, supir pribadiku akan mengantarmu. Sampai jumpa di kantor besok pagi." Tak menjawab, gadis itu hanya tersenyum manis sebelum meninggalkan kediaman keluarga Kim.

Namjoon menghela napas kasar setelah kepergian sekretarisnya, ia sangat gugup. Takut jika sekretarisnya akan tersinggung.

Baru saja pria berlesung pipi itu akan mendudukkan tubuhnya di salah satu sofa, suara bantingan pintu yang terdengar memekakan di iringi langkah tergesa membuat Namjoon mengurungkan niatnya.

Di sana ia mendapati sang putra yang berjalan menuruni anak tangga seraya membawa kunci motor sportnya.

"Jimin berhenti!" Pekik Namjoon saat Jimin melaluinya begitu saja, apakah remaja itu tak melihatnya.

"Wae?!" Nada suara Jimin yang tinggi membuat Namjoon menghela napas, putranya masih marah.

"Mau kemana kau?"

"Ke rumah Taehyung, sudah tak ada pertanyaan lagi? Jika tidak aku pergi." Baru saja Jimin akan beranjak, sang ayah sudah menahan tangannya erat.

Tatapan mata yang sama-sama mengintimidasi bertemu, sekan ada perang di antara tatapan itu.

"Ayo makan malam, appa sudah meminta Sekretaris Shin pulang. Jadi hentikan sikap kekanakanmu dan makanlah dengan tenang." Tatapan mata Namjoon tak berubah sama sekali, suara berat yang terkesan memerintah itu mendakan jika pria itu tengah dalam mode serius.

Jimin sama sekali tak gentar, tatapan Namjoon tak ber efek padanya.

"Jinnja? Rubah itu sudah pulang?" Pertanyaan Jimin dibalas anggukan oleh sang ayah. Raut wajah Namjoon masih serius, mungkin saja jika orang lain ada di posisi Jimin ia tak dapat lagi berdiri tegak.

"Aish..... mengapa appa tak mengatakannya dari tadi." Namjoon seketika melepaskan genggamannya dari tangan sang putra karena nada merengek yang Jimin berikan.

"Jika appa mengatakannya aku tak perlu melakukan hal ini, aish.... tak ada gunanya aku menata rambut dan mengganti pakaian. Wajah tampanku harus terbuang sia-sia." Jimin mulai menghentakkan kakinya sebal sembari mengacak rambutnya, dan berjalan menuju meja makan.

"Aish.... benar-benar, appa aku lapar..... ayolah putramu sekarat......!!"

"Apakah dia putraku?" Kiranya seperti itulah yang ada di kepala Namjoon saat ini.

.
.
.
.
.
.
.
"Appa, kau harus tau ini. Aku tak suka rubah ber topi nenek sihir itu, apakah kau tak lihat riasan tebalnya itu?"
-kim jimin-
🍃🍃🍃

Bersambung............

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang