Panggilan

1.8K 243 45
                                    

Jimin yang masih berbalut seragam basahnya, berbaring tanpa merasa berdosa di atas ranjang berharga Yoongi. Pria itu hanya menghela napas seraya melempar pakaian dan handuk kearah siswa tak tau diri itu.

"Bersihkan dirimu dan pergi ke sofa itu, jangan sampai akau menendang keluarmu dari sini." Perkataan Yoogi menjadi peringatan, jangan sampai ia disuruh pergi sekarang. Dimana ia akan tidur malam ini, bisa saja ia tidur di halte pada hujan lebat seperti saat ini.

Jimin yang sudah jauh lebih segar menatap Yoongi yang sudah bergelut dengan selimut hangatnya, ia menatap sofa di pojok ruangan dengan sedikit berdecih.

Badanya akan sangat sakit jika tidur sana, tapi tak ada pilihan lain selain itu. Pakaian Yoongi begitu pas di tubuhnya, terasa nyaman walau hanya dengan piama bergambar kue kering.

"Hyung, bisakah aku tidur bersamamu?"Jimin menguncang tubuh Yoongi cukup kencang.

"Aish..... kau hanya perlu tidur, jangan menggangguku. Sofa itu cukup luas kau tak akan terjatuh dari sana." Jimin menatap kembali sofa itu, apakah Yoongi sedang bercanda?

Bahkan ukuran ranjang Yoongi tak sebanding dengan sofa yang ada dikamarnya.

"Hyung kau bercanda? sofa itu keras dan bahkan tak lebih nyaman dari pada kursi taman"

"Menurutmu seperti itu? kalau begitu tidur saja di kursi taman, mengapa susah-susah kemari." Yoongi bahkan tak menatap Jimin barang sejenak.

Setelah dipikir kembali, Jimin memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di atas sofa. Dari pada Yoongi mengusirnya nanti.

"Jahat...."

Sementara itu Namjoon yang dibuat kebingungan mencari kebaradaan sang putra, Seokjin dan Taehyung turut membantu, namun semua seakan tak membuahkan hasil. Ponsel Jimin tak dapat dihubungi dan malam semakin larut.

Namjoon sempat pergi ke kantor polisi untuk melaporkan hal ini. Tetapi polisi mengatakan pada Namjoon untuk menunggu karena tak ada bukti penculikan atau ancaman.

Tetapi dengan alasan apapun apakah Namjoon harus diam saat putranya menghilang entah kemana?

Sera bahkan turut membantu saat Namjoon menanyakan keberadaan Jimin padanya, wali kelas itu kini berada di mobil yang sama dengan Namjoon, mereka berkeliling seoul hingga hampir tengah malam.

"Maaf, sebaiknya saya mengantar anda pulang. Terima kasih karena telah membantu saya mencari Jimin." Namjoon merasa tak enak pada Sera, menginggat ia telah membawa Sera kesana- kemari untuk mencari Jimin.

"Tak perlu berterima kasih, ini sudah tugas saya." Jawaban Sera membuat Namjoon menarik senyum tipis.

"Kalau begitu saya akan mengantar anda."

Sera memang di antar pulang oleh Namjoon tetapi wanita itu masih berusaha mencari Jimin dengan menghubungi para siswanya, mungkin saja Jimin ada di rumah salah satu dari mereka.

***

Mentari yang entah bersinar sejak kapan, memaksa Yoongi untuk membuka matanya. Jimin masih terlelap dengan separuh badanya yang mengantung di tepi sofa. Yonggi ingin membangunkanya tetapi ia sadar jika ini hari sabtu, membiarkan Jimin tidur lebih lama tidaklah masalah.

Perutnya lapar, tetapi Yoongi sudah sangat terlambat ke kantor polisi. Ia memutuskan untuk segera pergi dari apartemenya meniggalkan Jimin disana. Sepertinya tak akan ada masalah dengan hal itu.

Setengah jam kemudian, Jimin mulai menggeliat dan hal itu sukses membuatnya terhempas ke lantai, tubuhnya terbaring dilantai dengan tidak elitnya.

"Aish jinnja....." Remaja itu mulai bangkit, mengusap punggungnya dan mulai mengedarkan pandangannya. Yoongi tak ada di apartemen, apakah ia sudah pergi?

Jimin melangkah mendekati meja di samping dapur, ada sekotak sereak beberapa lembar uang dan juga ponselnya yang sudah terisi daya.

'Makan dengan benar, dan segera pergi dari apartement ku. Uang itu cukup untuk membayar bis hingga rumahmu, seragam kuletakkan di belakang lemari pendingin agar kering'

Pesan Yoongi pada secarik kertas di atas meja, tak banyak berpikir Jimin segera membersihkan diri dan mengganti pakaian. Menyantap serealnya dan beranjak dari apartement itu dengan membawa uang yang diberikan Yoongi.

Jimin belum menyalakan ponselnya hingga ia tiba di penyembrangan. Seketika ratusan notifikasi memenuhi layar ponselnya.

63 panggilan tak terjawab dan 14 pesan dari Taehyung....

24 panggilan tak terjawab  dan 5 pesan dari Seokjin....

78 panggilan tak terjawab  dan 12 pesan dari Sera......

146 panggilan tak terjawab  dan 34 pesan dari  Namjoon......

Wah...... sungguh gila, Jimin tak mengetahui akan sebanyak ini. Baru saja ia akan menghubungi sang ayah, panggilan masuk dengan kontak bertuliskan 'appa' menghiasi layar ponselnya.

"Ha......"

"Jimin-ah..... dimana kau? kau baik-baik saja bukan?" Suara Namjoon memotong ucapan Jimin, ia bahkan tak dibiarkan untuk menjawabnya.

"Ap....."

"Mengapa ponselmu tak dapat dihubungi, tetap di tempatmu appa akan kesana."

"Appa... aku baik- baik saja, mian... aku akan pulang appa tak perlu menjemputku." Jimin masih berdiri di tepi jalan, menanti lampu penyebrangan berubah warna. Halte bus ada di sisi lain jalan dan ia harus pergi ke sana untuk bisa pulang. Tak ada orang di sekitarnya, jadi ia harus memperhatikan lampu lalu lintas dengan baik.

"Tidak.... appa yang akan menjemputmu, katakan kau ada di mana sekarang?"

Jimin menjauhkan ponsel dari telinganya, lampu untuk para pejalan kaki berubah hijau. Remaja itu mulai melangkah maju. Sembari kembali mendekatkan ponsel ke arah telinganya.

"Aku ada di........."

Ucapan Jimin terpotong, hal terakhir yang terdengan adalah suara kendaraan dan juga benturan yang begitu keras hingga akhirnya panggilan itu terputus.

Namjoon yang panik berulang kali berusaha menghubungi ponsel putranya, namun ponsel Jimin kembali tidak aktif. Namjoon tak dapat tidur semalaman, ia masih di dalam mobil berkeliling untuk mencari Jimin. Dan sekarang tanpa peduli apapun ia segera melajukan mobilnya, entah mengapa tujuan yang ada di pikiranya saat ini adalah rumah sakit.

Tak ingin berpikiran buruk, tetapi Namjoon tak dapat mengelaknya lagi.

.

.

.

.

.

.

.

"Maafkan appa Jimin-ah, karena tak bisa menjadi orang tua yang baik untukmu."

-kim namjoon-







Bersambung............

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang