Kotak Cincin

1.2K 189 18
                                    

Pagi yang tenang dan terasa sedikit hangat, mentari juga tengah bersahabat saat ini. Embun yang tergantung di pepohonan memancarkan kilau cahaya emas yang begitu indah, disaat seperti ini teringin sekali mengabadikan setiap detiknya. Terasa berat jika harus kehilangan momen yang begitu indah.

Hal itu juga yang Jimin rasakan sekarang, jika saja bukan karena perutnya yang membuat masalah mungkin remaja itu sudah membaringkan tubuhnya di atas rumput segar. Terlalu sia-sia jika ia kembali tidur, sehingga ia memilih untuk memulai pekerjaan pentingnya, membuat sisa origami.

"Kurasa hanya perlu 30 buah lagi." Lipatan kertas mulai terjajar dihadapannya, dengan telaten remaja itu menyelesaikan satu persatu burung kertasnya.

"Yang benar saja?" Jimin membolak-balik hasil lipatannya,mungkin saja ada kertas yang terselip diantaranya. Hanya perlu 3 origami lagi dan ia kehabisan sekarang.

"Astaga, mengapa ini harus terjadi padaku." Setelah menyimpan origaminya, Jimin menghempaskan tubuhnya begitu saja ke ranjang.

Pandangannya terarah ke langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang bisa ia lakukan sekarang. Taehyung pasti sibuk dengan kegiatan pekan olahraga, entah itu menggoda para gadis atau memingikuti pertandingan basketnya.

"Mungkin aku bisa pergi ke taman, setidaknya tak akan terlalu membosankan disana, cuaca juga sedang bagus."

Jimin bangkit dari ranjangnya, perutnya juga jauh lebih baik. Jimin memastikan telah menutup pintu sebelum pergi ke garasi melihat sepeda kayuhnya. Cukup lama Jimin tak mengendarainya, debu halus terkumpul di atas sepeda itu dan membuat Jimin enggan memakainya.

"Skateboard kurasa bukan hal buruk." Beralih pada papan kayu yang biasa ia gunakan sekolah sebelumnya, taman tak terlalu jauh itu akan lebih menyenangkan.

Sesuai dugaan, taman terasa lebih menyenangkan, tak terlalu banyak orang sebab ini masih jam sibuk. Jimin berkeliling dan membeli se cup ice cream dan menikmatinya di bangku taman. Ia seakan tak peduli dengan kondisi perutnya sekarang, mungkin nanti akan kembali terasa sakitnya.

Itu nanti, bukan sekarang. Sekarang Jimin hanyalah ingin menikmati hidupnya.

"Aku akan menyesal jika tidak memakan ini sekarang."

Akhir-akhir ini Jimin sering mengirim pesan pada Haejun, namun remaja itu tak kunjung membalasnya. Teringin Jimin pergi ke bangsalnya, namun tak semudah itu pergi kesana.

Jimin yang mulai bosan menatap layar ponselnya, berpikir untuk segera kembali. Ia juga mulai bosan karena tak banyak yang bisa ia lakukan.

Sementara itu, Namjoon yang tiba dirumah tengah panik mencari sang putra. Jimin tak menjawab panggilannya sedari tadi, bahkan Hoseok mengatakan Jimin tak pergi kerumah sakit. Namjoon yang memang dalam keadaan buruk tak dapat berpikir jernih ketika tak menemukan putranya dimanapun, untunglah Jimin segera sampai sebelum pria itu menghubungi polisi.

"Ah..... kurasa segelas air hangat akan membuat perutku lebih baik." Jimin berjalan menuju dapur tanpa mengetahui jika sang ayah tengah menghela napas lega melihat kedatangannya.

Remaja itu sibuk memperhatikan air panas yang keluar dari dispenser, sesekali ia menyesap sedikit air itu dan menambahkan air dingin saat ia rasa suhu air terlalu panas.

"Aw... panas.... panas,,,,,panas!" Jimin kembali meletakkan gelasnya sembari mengipas kecil mulutnya.

"Jimin?"

"Astaga!" Gelas di tangan Jimin jatuh begitu saja dan pecah berkeping-keping, ia begitu terkejut dengan suara Namjoon yang tiba-tiba ada di belakangnya. Jangan salahkan Jimin yang mudah sekali terkejut, itu mungkin saja karena kelainan yang ia miliki.

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang