Penyelesaian

1.7K 233 17
                                    

"Jadi apa yang kalian lakukan disana?" Yoongi tengah mengintrogasi 5 remaja yang kini berada dihadapannya.

Tatapan Yoongi memperhatikan 3 remaja yang babak belur, sementara itu Jimin tengah membuka bungkus sosis dan ia berikan pada Jungkook.

"Makanlah, jangan pedulikan mereka." Jungkook yang hanya menuruti perkataan Jimin mulai menggigit sosis yang berada di tangannya.

"Jimin, apakah kau tak berniat menjawabku?" Yoongi menatap tajam remaja yang tengah berusaha membuka segel di kemasan sosisnya.

"Mereka merisak Jungkook dan aku datang untuk menolong, bukankah itu keren hyung." Tiga remaja yang lain menatap Jimin tak suka, bagaimanapun mereka babak belur karena ulah Jimin.

"Permisi Petugas Min, saya sudah menghubungi wali mereka." Yoongi mengangguk sekilas dan meminta para remaja itu untuk menunggu sampai wali mereka tiba.

"Duduk di sana dan jangan buat masalah sampai wali kalian tiba." Yoongi beranjak setelah memberi wejangan pada para remaja itu, mereka nampak tenang dan itu sangat baik.

Tak lama tiga orang wanita paruh baya datang dan menghampiri tiga remaja babak belur itu. Sepertinya mereka adalah ibu dari para berandal itu.

"Aigoo, siapa yang melakukan ini pada kalian. Sungguh orang yang tak tau diri." Jimin menerik senyum miring mendengar para ibu-ibu itu mulai meratapi nasib anak mereka.

"Apa kau yang melakukannya?" Salah seorang wanita paruh baya datang menghampiri Jimin dan Jungkook yang tengah sibuk mengunyah sosis mereka.

"Aku tidak......." Baru saja Jimin akan memberi pembelaan wanita paruh baya itu sudah memotong ucapannya.

"Dimana ibumu, aku akan mengajarinya cara mendidik anak. Kurasa dia tak tau siapa suamiku." Wanita itu benar-benar membuat Jimin menahan emosinya.

"Aku tidak....."

"Aigoo, bagaimana cara mereka mendidik anak jaman sekarang." Jimin hanya diam mendengar ocehan wanita paruh baya itu.

"Jimin-ah!" Namjoon yang tiba-tiba datang membuat wanita paruh baya itu menjauhi Jimin.

"Appa." Jimin berdiri dari kursinya dan menatap Namjoon takut, pasti Namjoon akan sangat marah sekarang.

"Jadi kau ayahnya, bagaimana bisa sangat muda. Aigoo..... sekarang aku tau mengapa sikapnya seperti iti, pasti ia dilahirkan karena kesalahan." Namjoon yang mendengar hal itu menatap wanita disampingya nyalang, ia tak dapat mentolerir hal itu.

"Nyonya, sebaiknya jaga ucapan anda." Namjoon masih berusaha tenang, ia sadar tengah berada di kantor polisi saat ini. Ia datang untuk menyelesaikan masalah dan bukan mencari masalah.

"Beraninya kau mengajariku, bahkan kau sendiri melakukan hal yang sangat memalukan."

"Nyonya, anda....."

"Sikap putramu itu sudah mencerminkan jika ia adalah kesalahan." Namjoon baru akan membalas, tetapi pekikan Jimin yang terlebih dulu membuat Namjoon terdiam.

"Wae, mengapa jika ayahku masih sangat muda. Bukankah ia tampan, katakan saja jika kau iri karena suamimu itu sudah sangat tua!"

"Jimin hentikan." Namjoon berusaha menarik Jimin agar menjauh.

"Tidak, anda pikir aku memukuli mereka? Yang sebenarnya adalah mereka saling memukul seperti orang bodoh, mereka yang berusaha memukulku beruntung saja aku memiliki reflek menghindar yang hebat." Jimin terus saja bicara panjang lebar, Yoongi hanya menatap kelakuan remaja itu dari meja kerjanya.

"Astaga.... lihat caranya bicara. Aku tak mau tau, aku akan membawa ini ke jalur hukum agar kalian tau seberapa berkuasa suamiku." Jimin mendengus sebal, lagi-lagi wanita itu membahas suaminya yang entah seperti apa.

"Sebenarnya seberapa hebat suamimu itu, jika ia orang yang sungguh terpandang mengapa aku tak pernah mendengar namanya."

"Wah... aku sangat tersanjung dengan wanita tua ini." Ucapan Jimin yang spontan membuat semua orang terbelalak, tak hanya Namjoon bahkan salah satu remaja perisak itu menghampiri Jimin dan memberi pukulan yang bukan main-main.

Tubuh Jimin tersungkur dan membuat semua orang panik, bahkan Yoongi mendekati Jimin yang sudah tersungkur itu.

"Jimin-ah?" Namjoon berusaha membantu Jimin untuk berdiri, dan nampak sekali sudut bibir Jimin terluka.

Jungkook juga nampak panik melihat Jimin yang terluka. Remaja itu tak dapat berbuat apapun untu membantu Jimin.

"Akh..... ini sangat menyakitkan, argh.... appa..... aku sekarat!!" Namjoon tau benar tabiat Jimin.

"Lihat, bukankah sudah terbukti. Saya akan menghubungi pengacara dan membawa ini ke jalur hukum." Namjoon merogoh saku jasnya dan mengeluarkan kartu namanya.

"Tunggu tuan, bisa kita bicarakan ini kembali." Nampaknya wanita itu mulai panik setelah mengetahui jika Namjoon bukan orang sembarangan.

"Kajja Jimin-ah, biarkan hukum yang menyelesaikan." Namjoon membantu sang putra bangkit, nampaknya Jimin sangat mendalami perannya sebagai orang yang teraniaya.

"Tunggu appa." Jimin menghentikan langkahnya dan menatap wanita paruh baya itu dengan senyuman.

"Mungkin anda membutuhkan ini untuk mendapatkan pengacara." Jimin menyerahkan kartu itu dengan kepercayaan diri tinggi. Sebuah kartu dengan gambar pororo dan beberapa digit nomor lotre

"Kau...?" Wanita paruh baya itu sangat jengkel dengan perilaku Jimin.

"Akh.... kurasa aku membutuhkan beberapa jahitan." Namjoon masih berusaha menahan tawa, melihat tingkah Jimin yang jauh dari kata normal.

Jungkook harus tetap di kantor polisi karena walinya belum tiba, sementara tuga remaja dan para ibu mereka harus tetap di sana karena pengacara Namjoon benar-benar datang.

Jimin dan Namjoon kini berada di dalam mobil dan dalam perjalanan kerumah sakit. Sesuai perjanjian Jimin harus menjalani pemeriksaan rutin disana.

Mungkin tak hanya jantungnya yang butuh perawatan, tetapi juga kejiwaannya.

"Appa, sudah kukatakan aku baik-baik saja. Ayo kita pulang saja." Jimin menatap kesal sang ayah yang sibuk dengan kemudinya.

"Bukankah kau mengatakan jika butuh beberapa jahitan?" Skakmat, Jimin kian jengkel sekarang. Rencana kaburnya harus gagal begitu saja.

"Menyebalkan."

"Aku mendengarmu Kim Jimin."

***

Hoseok yang sedang menikmati istirahan makan siangnya harus ia relakan saat Namjoon memasuki rumah sakit sembari menarik telinga sang putra.

Kini dokter muda itu tengah menatap Jimin dengan wajahnya yang nampak terluka.

"Namjoon-ah, kau memukulinya?" Hoseok beranjak dan mengambil beberapa kapas dan antiseptik.

"Tadinya aku ingin memukulnya, tetapi bahkan ia sudah sekarat sebelum aku melakukannya."

Jimin mendengus sebal, mengapa ayahnya sangat menyebalkan bukankan sangat tak adil karena ia mendapatkan ayah seperti Namjoon.

"Mengapa kau sangat kejam pada putramu appa?"

"Bersyukurlah karena aku ini ayahmu. Jika bukan kantor kepala sekolah aku harus datang kekantor polisi karena masalah yang kau perbuat." Namjoon beranjak dan menarik kursi dan mulai duduk diatasnya sembari memijit keningnya yang terasa pening

"Bukankah lebih baik jika Hoseok hyung yang menjadi ayahku, bukankah seperti itu hyung?" Hoseok yang mendengar hal itu, menghentikan kegiatannya membersihkan luka di wajah Jimin.

"Mengapa kau berpikir seperti itu?" Hoseok bertanya balik dengan tatapan meragukan.

"Karena kau pasti sangat senang memiliki putra yang  pandai nan tampan sepertiku."

"Jangan bermimpi, aku tak ingin memiliki putra dengan prilaku iblis sepertimu."
.
.
.
.
.
.
.
"Mengapa semua orang tak berpihak padaku?"
-kim jimin-

Bersambung.........

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang