Domino

2.9K 322 10
                                    

"Saem, aku akan mati jika terus seperti ini." Jimin yang berdiri di depan kelas sembari mengangkat sebelah kakinya dengan kedua tangan di atas kepala.

"Kau tak akan mati, dengan hanya berdiri disini selama 30 menit." Sera menatap siswanya geram sembari membenarkan papan yang ia kalungkan dileher Jimin.

"Bukan karena itu, aku akan mati karena malu." Yap.... banyak siswa yang terkikik ketika melewati Remaja Kim itu.

Jimin semakin kesal dengan tulisan yang tertera dipapan kayu itu.

"Wah.... apakah itu Jimin!" Daniel yang baru saja melintas menghentikan langkahnya dan menarik senyum sembari membaca tulisan yang terdapat di papan.

"Aku anak ayam yang membuat kesalahan." Daniel membaca rentetan kata itu dengan kikikan yang menyertai.

Sera tersenyum dan menatap Jimin yang kini wajahnya berubah merah padam.

"Sekarang kau tau bagaimana rasanya ditertawakan? Jadi berhenti mengganggu orang lain Kim Jimin." Kali ini Jimin tak menanggapi sang wali kelas.

"Tetap di sini selama 30 menit." Sera beranjak meninggalkan siswanya. Sementara Jimin ia sungguh ingin menghilang rasanya.

***
"Jimin!" Suara bariton seseorang membuat Jimin mengurungkan niatnya membuka pintu mobil yang menjemputnya.

"Tae, bukankah seharusnya kau menemui Yoongi hyung?"

"Aku malas menemui kakek tua itu, ah... bisa aku ikut mobilmu?" Belum sampai Jimin membuka suara remaja tak tau diri itu sudah duduk di kursi depan.

"Kim Tae sialan."

Jimin menatap sahabatnya itu kesal sembari mendudukkan tubuhnya di kursi belakang.

Kedua remaja beralmamater sekolah yang berbeda itu, sama sekali tak membuka suara. Keduanya nampak sibuk dengan benda pipih bercahaya ditangan masing-masing.

"Paman, antar kami ke cafe dekat kantor polisi." Taehyung yang duduk di depan membalikkan badan dan menatap Jimin yang baru saja mengeluarkan suara pertamanya sejak di dalam mobil.

"Jim, kau terbaik!" Jimin nampaknya tak menyadari jika Taehyung mengacungkan ibu jarinya, remaja itu masih menunduk menatap layar ponselnya.

"Lain kali, traktir aku ice cream." Ok, Taehyung menarik senyum dan mengangguk mantap sebelum kembali duduk pada posisinya.

Entah karena jalanan sedang lengang atau Jimin yang tak menyadari jika mereka telah tiba di cafe.

Taehyung yang begitu semangat dan memiliki energi berlebih itu segera berlari kedalam kafe meninggalkan Jimin di belakangnya.

"Paman, anda bisa kembali kerumah. Aku akan pulang bersama temanku." Pria paruh baya itu menatap tuan mudannya tak yakin.

"Baiklah kalau begitu, tuan muda dapat menghubungi saya jika......"

"Neeee......., sekarang lebih baik anda pulang." Jimin tak lagi mendengarkan ucapan supir pribadinya itu, ia memilih mengibaskan tangan dan berjalan masuk ke dalam kafe.

Netra Jimin, menyusuri setiap sudut kafe hingga menemukan presensi dua orang di sudut ruangan itu.

"Kemari lah!" Yoongi pria ber hodie hitam itu melambaikan tangan ke arah Jimin.

Suara derit kursi terdengar ketika remaja itu duduk di salah satu kursi.

"Jadi apakah kita dapat misi lagi?"

Hening beberapa saat setelah Taehyung melontarkan pertanyaan, Yoongi sibuk merogoh saku hodienya dan mengeluarkan selipat kertas.

"Aku ingin kalian mengawasi siswa ini." Sebuah foto terselip di dalam lipatan kertas itu.

Jimin nampak tak peduli, ia hanya menatap Taehyung yang mulai membaca data diri siswa yang diberikan Yoongi.

"Hei Jim, bukankah ini murid di sekolahmu?" Kali ini Jimin melirik sekilas, walaupun nampak tak acuh ia juga penasaran dengan siswa itu.

"Daniel? Tapi untuk apa?" Yoongi yang baru saja menyesap americanonya menatap dua remaja di hadapannya.

"Ia adalah siswa bermasalah, para petugas pengendali kasus remaja memintaku untuk mengadakan sidang padanya."

"Tapi, aku tak yakin dengan hal itu. Adik perpuannya dikabarkan menghilang  3 bulan lalu dan belum di temukan hingga saat ini. Jadi aku minta pada kalian untuk mengawasi Danei sampai aku mendapatkan bukti lain tentangnya."

Sungguh Jimin tak ingin masuk kelingkaran gelap remaja Kang itu, ia cukup muak hanya dengan mendengar namanya.

"Aku tak ingin melakukannya." Singkat, padat dan jelas. Jimin bangkit dari kursinya seraya menyambar tas sekolahnya.

"Apakah karena kau memiliki masalah dengan Daniel?" Sungguh tepat sasaran ucapan Yoongi.

"Apakah aku pernah menyerah membantu mencari ibumu?" Jimin membeku sesaat, ia cukup terkejut dengan hal itu.

"Wanita yang menghilang begitu saja meninggalkan suami dan anaknya." matanya memanas dengan wajah yang mulai mengeras.

"Jinnja? Apa kau sungguh mencarinya? Kurasa kau sama saja dengan para polisi lainnya. Aku menunggu selama 3 tahun ini, dan apakah hal itu membuahkan hasil?" Taehyung hanya diam kali ini, ia sungguh tak mau ikut campur.

"Kau pikir mudah mencari seorang wanita yang bahkan tak diketahui identitasnya. Kau hanya memberikan sebuah cincin dengan bercak darah disana, aku cukup berbaik hati karena membantumu selama ini." Sungguh emosi Yoongi tersulut karena ucapan Jimin.

"Dan aku juga cukup sabar menunggu, kita akhiri saja berhenti mencari ibuku dan aku juga tak ingin ikut campur dengan misimu itu." Kali ini Jimin tak lagi ingin lebih lama menatap pria Min itu.

"Asal kau tau, aku bukan anak kecil yang dapat kau rayu dengan sekotak coklat. Karena aku tau, nikmatnya coklat dapat menimbulkan sakit yang luar biasa." Taehyung maupun Yoongi hanya diam menatap langkah Jimin meninggalkan kafe.

.
.
.
.
.
.
.
"Kau tau, kau tak lebih baik dari pada mereka yang hanya bisa memandang dunia dengan sebelah mata."
- kim jimin -
🍃🍃🍃


Bersambung.......

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang