Percaya

1.9K 228 28
                                    

"Ayolah appa aku hanya sebentar saja" Namjoon sepertinya tidak mendengarkan ucapan Jimin yang sedari tadi terus merengek.

"Pergi sekarang atau jangan harap kau bisa ke sekolah besok." Tegas Namjoon tak goyah dengan rengekkan sang putra.

Jimin nampak kesal ia terus saja menggelayut pada tangan sang ayah, Namjoon memaksanya untuk pergi ke rumah sakit dan itu bukan hal yang baik.

"Jimin, tak ada penolakan kali ini." Suara Namjoon menegas, bagaimanapun ia harus membawa Jimin ke rumah sakit untuk pemeriksaan.

"Aku hanya akan pergi ke perpustakaan dengan Taehyung itu juga tidak akan lama. Lagi pula aku merasa lebih baik sekarang appa tak perlu khawatir." Walaupun Jimin berkata demikian, hal itu tak dapat mengurangi rasa khawatir sang ayah.

"Jimin, appa mohon jangan buat appa menyesal untuk kedua kalinya." Saat ini Jimin sungguh tak dapat berkutik. Ia tak bisa terus menjadi beban untuk sang ayah.

"Baiklah, tapi aku akan tetap berangkat ke sekolah besok." Final Jimin sebelum beranjak menuju mobil Namjoon yang terparkir di depan sekolahnya.

Namjoon setidaknya dapat sedikit lebih lega sekarang.

***

Suara detak jam berpadu dengan suara mesin Elektrokardiogram (EKG). Jimin yang tengah berbaring di atas brankar nampak terlelap, mungkin saja remaja itu terlalu lelah dengan serangkaian pemeriksaan yang baru saja ia lakukan.

Jantung Jimin memang lemah sejak ia kecil, dan semuanya membaik di usia Jimin ke 16 tahun. Tetapi entah apa yang terjadi sekarang benar-benar membuat Namjoon tak dapat berpikir jernih.

Namjoon yang sedari tadi duduk di samping brankar putranya, tak henti mengusap punggung tangan Jimin. Pulse oximeter yang terpasang di jari Jimin membuat Namjoon lebih berhati-hati.

"Namjoon-ah." Pintu rawat terbuka pelan dan menampakkam Hoseok dengan jas putihnya.

"Bagaimana hasilnya?" Namjoon mengalihkan pandangannya dari Jimin dan berujar lirih.

"Kita bicarakan di luar saja." Tawar Hoseok dan membuat Namjoon segera bangkit dari kursinya.

Kondisi lorong cukup sepi, kedua pria sebaya itu saling pandang. Hoseok menyodorkan sekaleng kopi pada Namjoon dan mulai meneguk miliknya sendiri.

"Aku tak mengira hal ini akan terjadi kembali." Namjoon menyandarkan kepalanya pada dinding, tak ada selera baginya untuk meneguk kopi pemberian Hoseok.

"Aku juga tidak memprediksi hal ini sebelumnya." Hoseok menimpali sembari melempar kaleng kopi yang sudah kosong ke arah tempat sampah.

"Apakah hasilnya baik?" Tanya Namjoon kembali penuh harap.

"Hasilnya akan keluar besok, tetapi sejauh ini kondisi Jimin stabil. Ia juga masih dapat beraktivitas seperti biasa tapi lebih baik untuk Jimin tidak melakukan kegiatan berat terlebih dulu." Jelas Hoseok sembari menyunggingkan senyum.

"Aku mengerti." Namjoon bangkit dari posisi duduknya, ia ingin kembali ke ruang rawat dan menemani putranya.

"Namjoon-ah." Hoseok menepuk bahu Namjoon pelan.

"Wae?"

"Aku tak pernah ingin ini terjadi, tetapi kita harus siap dengan kemungkian terburuk." Namjoon mengangguk pelan, ia bahkan tak dapat sekedar menarik senyum tipis.

Netra Namjoon kembali terpaku pada Jimin, semuanya begitu sulit selama 18 tahun ini.

"Jika diminta untuk memilih, aku lebih memilih Jimin yang selalu membuat onar dari pada Jimin yang terbaring di tempat ini."

***
"Jimin, ini hanya satu hari sampai hasil pemeriksaan keluar." Namjoon sedari pagi sudah harus berdebat dengan Jimin. Seokjin dan Hoseok bahkan tak ada niat untuk membantu Namjoon meyakinkan Jimin.

"Appa sudah berjanji kemarin, aku setuju ke mari hanya jika aku bisa berangkat sekolah." Jimin terus saja menolak untuk tetap berada di rumah sakit.

Remaja itu sudah siap dengan seragamnya saat Namjoon keluar untuk menemui Seokjin di lobi rumah sakit.

"Jimin-ah, kondosimu sedang tidak baik." Namjoon berusaha menjelaskan sebaik mungkin pada sang putra.

"Appa..... ayolah...."

"Baiklah, tapi jangan berbuat macam-macan. Bukankah hari ini ada kelas olahraga, jadi jangan ikuti kelas itu. Kau mengerti Kim?" Jimin mengangguk gembira dan segera menarik tas sekolahnya yang diletakkan Namjoon di atas sofa.

"Aku berangkat!" Jimin berseru meninggalkan ruang rawat, remaja itu berlari kecil tanpa peduli dengan kondisinya.

"Jimin jangan berlari!" Peringat Namjoon percuma.
.
.
.

Kelas olahraga terasa begitu membosankan, Jimin kini tengah duduk di tepi lapangan sembari mengamati temannya yang lain melakukan lari estafet.

Taehyung dengan menyebalkannya memberi Jimin beberapa bungkus keripik kentang dan juga sebotol jus, remaja itu mengatakan mungkin Jimin akan bosan sehingga ia bisa memakannya.

Jimin sangat bosan, ia melirik sekilas arlojinya. Sebenarnya Namjoon mengganti arloji Jimin dengan smartwatch, sehingga memudahkan Jimin mengukur detak jantungnya.

Ini waktunya Jimin meminum obatnya, tetapi bodohnya ia meninggalkan tabung obat itu di kelas. Dan menurutnya tak akan ada masalah jika ia menunggu sampai kelas olahraga selesai.

"Jimin-ah, kau tak ikut kelas olah raga?" Sera yang melewati lapangan memilih untuk mendekati ketua kelas baru itu.

"Ah.... aku malas, lagi pula Lee Saem mengijinkanya." Sera semakin mendekat dan duduk di samping siswanya. Tatapannya memindai Jimin dari atas sampai bawah.

"Kau sedang dihukum Lee Saem?" Jimin menggeleng sebagai jawaban.

"Apa kau tak membawa pakaian olahraga?" Lagi-lagi Jimin menggeleng.

"Lalu? Karena apa?" Jimin tersenyum singkat.

"Kau tak akan percaya dengan hal ini Saem, bagaimana jika ku katakan aku tak ikut kelas olahraga karena sedang sekarat." Sera menatap Jimin sejenak, bagaimana bualan Jimin terdengar sangat menggelitik.

"Kim jangan main-main, sudahlah terserah padamu. Lebih baik aku pergi ke kelas sekarang." Sera bangkit dan melangkah menjauh. Lebih baik baginya untuk tidak mendebat seorang Kim Jimin.

Ia sungguh tak habis pikir dengan siswanya itu. Sera berjalan sembari mengecek catatan keperluan lab yang harus ia siapkan, hingga langkah ringan Sera membawa wanita itu sampai di depan pintu lab.

Sampai dering ponsel membuatnya terhenti.

"Selamat siang Tuan Kim." Sera berujar ramah menjawab panggilan di ponselnya.

"......."

"Oh..... Jimin dia berada di lapangan olahraga sekarang."

"......"

"Ne? Kalau begitu saya akan ke......." ucapan Sera terhenti, wanita itu berjalan mendekati jendela kaca.

Sera tak dapat berkata-kata, segera ia berlari menuju lantai dasar ketika netranya melihat Taehyung berlari menuju ruang kesehatan dengan Jimin di punggungnya.
.
.
.
.
.
.
.

"Jimin-ah.... aku percaya padamu. Tolong jangan membuatku khawatir."
-cha sera-

Bersambung......

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang