Saling Diam

1K 182 22
                                    


"Yak, ini sudah lewat jam tugasku. Ada malam yang indah menanti mimpiku." Jimin si remaja yang tengah menyantam semangkuk sup iga itu sepertinya tak peduli dengan keluhan Hoseok yang memiliki daya rendah untuk memenuhi keinginan remaja itu.

"Tunggu sampai aku selesai menghabiskan ini." cipratan sup itu mengotori wajah manis Jimin, mungkin saja Hoseok sudah mengusak pipi itu jika nyawanya masih terkumpul sempurna.

"Aku akan menghubungi ayahmu agar kemari, bukan hal bagus kau makan sup itu di ruang kerjaku." Hoseok yang hendak meraih ponsel pintarnya ditahan oleh Jimin.

"Aku akan segera pergi, tak perlu menghubungi appa." Dengan gerakan cepat, Jimin mengemasi mangkuk dan alat makannya, manarik tasnya dan beranjak cepat meninggalkan ruangan Hoseok.

Jimin menyelesaikan makannya di ruang tunggu, dan segera membersihkan diri. Ia merasa bosan kerena sang ayah sudah mengatakan tak akan pulang malam ini, sebenarnya Jimin khawatir tentang hal itu, semalam sang ayah pulang dalam kondisi mabuk dan kini ia tak akan pulang.

"Sebenarnya apa yang terjadi, apakah aku pulang saja atau pergi kekantor appa. Kurasa opsi pertama lebih aman." Jimin yang sudah mengisi perutnya segera turun kelantai dasar dan menunggu taxinya.

Suara ambulance begitu nyaring dan membuat  Jimin mengalihkan perhatiannya sejenak dari layar ponsel. Seseorang terbaring di atas brankar dengan darah di sekujur tubuhnya, nampaknya ia baru saja menglami kecelakaan. Pandangan Jimin tertuju pada para dokter berbalut jas putih itu, mereka benar-benar menakjubkan di mata Jimin.

"Hah.... kurasa aku harus memberikan burung kertas terakhir pada Dokter Jung."

Taxi Jimin telah tiba, ia menghela napas sejenak sebelum ia memasuki taxi itu, Jimin berencana menyelesaikan burung kertasnya malam ini

***

Disisi lain, Namjoon baru saja keluar dari sebuah bar. Ia tak meminum apapun disana, namun kepalanya sungguh terasa berat. Makan malam yang ia lakukan di hotel membuatnya kian merasa sesak, ia sengaja tak mengatakan apapun pada Seokjin, ia tak ingin membuat masalahnya di ketahui banyak orang saat ini.

Namjoon yang meninggalkan mobilnya di Hotel karena terlalu lelah menyetir, dan kini ia tengah duduk di sebuah halte tak jauh dari bar. Payah atau apa, bahkan Namjoon tak akan mendapatkan apapun dengan menungu disana, tak ada bus yang akan lewat sekarang.

"Mengapa kau sangat payah, apa susahnya mengatakan tidak."

"Hah.... kau memang sangat buruk Kim."

Namjoon memukul mukul dadanya, berusaha menghilangkan sesak disana. Kepalanya kian pening, hingga pria itu memutuskan untuk menyandarkan tubuhnya yang terasa begitu berat.

"Tuan Kim?" Suara seseorang membuat Namjoon membuka sedikit matanya, Sera berdiri tak jauh darinya dengan beberapa kantung plastik.

"Astaga, apa yang anda lakukan di sini?" Sera mendudukkan tubuhnya di samping Namjoon, sembari menatap pria berlesung pipi itu.

"Aku tak bisa pulang dalam keadaan seperti ini, Jimin akan sangat khawatir. Kurasa lebih baik bermalam di sini." Jawaban Namjoon yang membuat Sera tak habis pikir.

"Apakah anda memiliki seseorang untuk dihubungi, mungkin aku bisa membantu anda menghubunginya." Sera tak tau harus melakukan apa, setidaknya ia berusaha memberi bantuan.

"Aku hanya memiliki Jimin, tak ada yang lain."

"Bagaimana jika kita ke apartemen saya? bukan hal yang baik anda bermalam disini." Namjoon ingin menolak, namun Sera terlebih dulu membantunya bangkit.

This Is My AnpanmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang