"Kasih ke Harry! Harry berdiri bebas, boy, kasih bolanya ke Harry!" pelatih mereka berteriak sambil memberi tanda agar bola diberikan pada Harry yang berdiri bebas di kotak penalty. Anak laki-laki yang mengocek bola di tengah lapangan berlari cepat menghindari hadangan tim lawan sambil mencoba melihat ke arah Harry.
Harry mengangguk pada pelatihnya dan berkonsentrasi untuk menerima bola. Dia bergerak dengan lincah mencoba menghindari 3 orang tim lawan yang mulai mengerubunginya, menghalangi gerakannya.
Saat melihat Harry sudah agak menjauh dari 3 penjaganya, anak laki-laki tadi mengoper bolanya. Harry berusaha menggapai bola, tapi bola itu melenceng terlalu jauh, menggelincir hendak melintasi garis pinggir lapangan. Harry tidak bisa membiarkan bola itu out. Waktu permainan hanya beberapa menit lagi dan timnya belum mencetak gol satupun. Timnya tertinggal satu gol saja.
Ketika kakinya menyentuh bola itu tepat beberapa cm dari garis lapang, tiba-tiba seseorang menyikut pinggangnya dengan keras dan mentekel kakinya dari belakang hingga Harry terjatuh keluar lapangan. Orang itu merebut bola dan menendangnya jauh-jauh ke tengah lapang.
Teman-teman satu timnya mengangkat tangan. Tak lama kemudian, wasit meniup peluit dan menyatakan kalau salah satu pemain telah melakukan pelanggaran. Harry diberi hadiah tendangan bebas. Nyaris semua teman satu timnya turun ke kotak penalty. Tapi, tak satupun gol yang berhasil diciptakan. Sampai peluit berbunyi pertanda babak kedua berakhir, tim Harry kalah. Mereka berjalan dengan gontai keluar dari lapangan.
Laki-laki yang tadi mentekel Harry menghampirinya. "Sori mate, aku tak bermaksud menjatuhkanmu" katanya sambil menjulurkan tangan, mengajak Harry bersalaman. Laki-laki tersebut memiliki tubuh yang sangat tinggi, atletis, dengan rambut cepak berwarna coklat tua. Ketika dia membuka kaos jersey yang dikenakannya, tampak perut abs dan kedua otot bisep lengannya dilumuri keringat. Tipikal siswa gemar olahraga berbadan kekar yang digilai kaum hawa.
"Tidak apa-apa" Harry tersenyum sekilas. Dia tidak terlalu mood meladeni basa-basi laki-laki ini, tapi dia menghargai sikap sportifnya. Maka Harry pun menerima uluran tangannya sambil berusaha mengingat apa dia mengenalnya atau tidak. Sepertinya dia berasal dari fakultas yang berbeda.
"No hard feeling, yah?" laki-laki itu meyakinkannya. Dia menjabat tangan Harry erat.
Harry mengangguk. "Kamu ini-"
"Aku Liam. Liam James Payne, School of Engineering" laki-laki itu mengenalkan diri. "Aku latihan di sini hanya sebulan dua kali" lanjutnya.
"Ooh" Harry mengangguk lagi.
"Kamu Harry Styles kan? Business School?"
Harry merasa takjub dengan kepopulerannya. Ya, dia tahu kalau dirinya memang populer tapi hanya di lingkungan kampusnya saja.
Setelah mengobrol sebentar, mereka berjalan beriringan ke ruang ganti. Liam bercerita kalau dia sangat suka sepakbola, dan Harry bisa melihat betapa semangatnya laki-laki ini bicara soal bola dan pemain-pemain populer Inggris yang dikaguminya. Dia mengidolakan David Beckham rupanya. "Aku main sepakbola sebagai alternatif olahraga saja sih" sahut Harry kemudian. "Kalau bosan ke gym, boxing, atau yoga, biasanya aku kemari".
"Kamu suka yoga?" Liam menatapnya penuh kekaguman.
"Yah, membantuku sedikit tenang. Semacam itulah"
"Kupikir yoga tidak terlalu menantang, tapi kelihatannya menarik juga"
Harry menyalakan kran dan membasuh mukanya di wastafel tanpa berkata apa-apa lagi. Dia masuk ke salah satu kamar mandi. Dia membersihkan diri, menyimpan baju olahraganya di dalam tas, dan menggantinya dengan celana jeans hitam dipadukan dengan kemeja satin bermotif tropis, topi kecil berwarna hitam dan sepatu boot merah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Brother | Zarry
Fanfiction(Completed)- ketika Ibunya menikah dengan laki-laki dari keluarga Malik, Harry tidak pernah menyukai siapapun dari keluarga barunya, terutama kakak laki-lakinya, Zayn. Keduanya mengalami perjalanan berliku sebagai Styles dan Malik demi mencapai keha...