Limabelas

283 26 27
                                    

Gemma memandangi steak-nya tanpa minat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemma memandangi steak-nya tanpa minat. Harry berkali-kali memintanya untuk makan, tapi Gemma hanya menyendok es krim jelly sambil tersenyum kecil. "Makanan itu buat dimakan, Gem, bukan diliatin doang" Harry berkata lagi.

"Aku belum lapar-"

"Tapi dari siang kamu belum makan" Harry cemberut. "Nanti kasian dedek bayinya".

Gemma mendengus. Akhirnya dia mencomot es krim jelly lagi.

Zayn membawa Harry dan Gemma ke restoran yang cukup terkenal di Birmingham malam itu, nge-date bertiga, begitu Zayn bilang, sekalian bertemu dengan Ashton. Gemma memeluk Zayn dengan haru, mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Sementara Harry memalingkan mukanya yang merah padam. Nge-date, pikirnya. Dia jadi deg-degan sendiri.

Sepanjang perjalanan ke restoran tadi, Harry tak banyak bicara. Dia kesal pada dirinya sendiri, karena merasa seperti orang bodoh, deg-degan layaknya gadis remaja cuma gara-gara diajak keluar oleh cowok yang ditaksirnya. Dulu Harry pikir kalau taksir-taksiran bodoh seperti ini akan berhenti dengan sendirinya saat dia makin dewasa. Apalagi kalau dia sudah jatuh cinta atau menemukan orang lain yang lebih segalanya dari Zayn, dia akan melupakannya dengan cepat. Dia percaya kalau perasaan sukanya pada Zayn cuma bagian dari proses puber saja, dan hanya sementara, dan dia akan menertawakan pengalaman seperti ini saat makin menua.

Tapi, nyatanya tidak. Dia tidak berhenti menyukai Zayn sejak pertama kali mimpi basah tiga tahun lalu. Dan dia marah pada dirinya sendiri. Marah, sebab dia tidak tahu lagi bagaimana cara mengatasi perasaannya sendiri. Sebab dia tahu kalau naksir pada Zayn seharusnya hanya main-main saja; Zayn adalah kakak tirinya, dan dia bukan seorang gay!

Tidak ada hal yang lebih bodoh dan menyedihkan daripada suka pada lelaki bukan gay, setidaknya ini yang Harry tahu karena Zayn hanya mengencani perempuan, walaupun dia pernah melihat Zayn memalingkan muka saat melihat dirinya setengah telanjang. Atau saat Zayn melirik lelaki ganteng dan seksi yang lewat sekilas di sampingnya. Harry sempat berpikir gamang, apakah Zayn juga suka lelaki? Tapi Harry tak mau memupuk harapan, karena kadang harapan bisa menghancurkan saat tidak sesuai kenyataan. Harry hanya menganggap dirinya terlalu delusional karena secara tak sadar mengharapkan Zayn gay supaya dia bisa memiliki kakak tirinya itu, untuk dirinya sendiri.

Harry tak punya pilihan lain selain menjauhi Zayn dan mencari seseorang yang bisa membuatnya lupa pada kakak bodohnya itu. Apakah dia sudah berhasil? Harry sendiri tak pernah tahu. Saat Zayn pindah ke London dan mereka jarang bertemu, Harry merasa hidupnya lebih tenang. Dia bertemu Michael, dan semuanya berjalan sesuai yang dia inginkan. Tapi sekarang, Zayn hadir lagi di dekatnya, ternyata rasa sukanya pada Zayn masih ada, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Ditambah lagi perhatiannya yang makin bertubi akhir-akhir ini, Harry yakin tidak akan selamat lagi dari patah hati yang berkepanjangan.

Sialan, gerutuya dalam hati. Dia masih muda –di luar sana banyak orang yang menginginkannya jadi pacar, dia hanya ingin bersenang-senang di usia muda seperti orang lain, bukan sesuatu yang rumit dan menyedihkan. Hal bodoh seperti ini harus dihentikan. Daripada menyimpan perasaan yang bisa mengacaukan otaknya, atau membikin dia TBC lama-lama, lebih baik dikeluarkan saja. Setidaknya, dia akan tahu apa yang dipikirkan Zayn tentangnya –walaupun 100% dia yakin kalau lelaki dewasa seperti Zayn hanya akan menertawakan kebodohannya. Peduli setan, pikirnya, Zayn bukan kakak tirinya lagi.

Dear Brother | ZarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang