Epilog

413 26 39
                                    

2 tahun kemudian

"Daddy, kita mau kemana sih? huuuh. Kalau gak bilang, aku gak mau naik" Lizzie cemberut saat Harry memaksanya duduk di jok depan. Gadis kecil yang sudah beranjak 7 tahun itu selalu memanggilnya daddy walaupun Harry sudah memberitahunya kalau daddy Lizzie yang sebenarnya bukan dia. Tapi daddy adalah daddyku, begitu kata Lizzie kecil dengan keras kepala.

Lizzie tumbuh sehat dan cerdas. Dia terus bertambah tinggi, suaranya meledak-ledak, tapi dia selalu tampak lebih dewasa dari umurnya. Mungkin karena dia tahu kalau dirinya tumbuh tanpa orang tua yang lengkap, jadi dia selalu belagak sudah jadi anak besar yang mandiri. Sovia merawatnya dengan penuh kasih sayang saat dia masih balita. Dan sekarang Harry mengambil alih sepenuhnya pengurusan Lizzie yang secara sah sudah jadi anak adopsinya. Dia membawa Lizzie pindah ke California tahun lalu karena Harry sudah mendapatkan apartemen yang bagus di sana. Sekaligus merayakan tahun pertamanya bekerja di sebuah brand company yang bonafid. Cita-citanya untuk keliling dunia sudah dimulai.

Harry menatap gadis kecil itu sambil tersenyum. Senyumnya bersinar-sinar di bawah sinar matahari awal musim panas. Dia sendiri sudah semakin matang sekarang. Tubuhnya makin tinggi dan berisi, berotot dan rambut keritingnya dipangkas pendek. Dia mengenakan kaos polo berwarna krem serta celana jeans biru tua yang bolong di bagian lutut, serta sepatu sneaker putih. Persis gambaran seorang ayah muda di era 2000an yang banyak digandrungi gadis-gadis muda.

"Kita akan bertemu Paman Zayn, sayang. Sekarang cepat naik dan pasang sabuk pengamanmu ya" Harry mengenakan kaca mata hitamnya sebelum masuk ke belakang kemudi. Tadi Sovia sudah memastikan semua perlengkapan perjalanan panjang mereka ke Bradford sudah aman.

Wajah Lizzie langsung berubah sumringah. "Waah serius daddy? Asiiiik" gadis kecil itu melompat-lompat lalu segera naik ke jok di samping Harry. Dia berusaha memasangkan sabuk pengaman tapi tidak berhasil. "Daddy, susaaah" rengeknya.

"Kamu ini kok manja banget sekarang" Harry mengacak-acak rambut gadis kecil itu. Rambut Lizzie berwarna coklat tua seperti Harry, dengan panjang sebahu dan Sovia mengikatnya di sebelah kanan dan kiri telinganya. Dia membantu memasang sabuk pengamannya.

Lizzie meleletkan lidahnya, "terima kasih dad" katanya setelah sabuknya terpasang aman. "Nek Sovi gak ikut?" tanyanya lagi.

"Enggak. Nenek terlalu tua buat perjalanan panjang kayak gini. Dia kan lagi gak terlalu sehat. Jadi ini khusus buat kita berdua aja" Harry mengedipkan sebelah matanya.

Mereka pun memulai perjalanan.

Perjalanan panjang selama beberapa jam terasa seperti tahun-tahun yang sudah dilewati Harry selama ini. Kenangan bertahun-tahun berbaris rapi, bermunculan kembali di kepalanya, semenjak dia menginjakkan kaki kembali di UK. Dan sekarang dia menuju ke Bradford, kota yang sama sekali tak ingin dikunjunginya selama bertahun-tahun ke belakang. Kini, di Bradford-lah Zayn berada. Dan Harry harus melakukan sesuatu sebelum terlambat. Dia tak boleh terlambat lagi seperti dulu.

Ketika pertama kali tiba di Edinburgh beberapa hari lalu buat berlibur, Sovia menyambutnya dengan senyuman hangat seperti biasa. Dan pelukannya pun tak pernah berubah walau kini mereka sudah jarang bertemu. Harry merasakan ribuan nostalgia saat melihat kembali rumah masa kecilnya.

Oh betapa waktu cepat sekali berlalu.

"Dua tahun, Harry. Sudah dua tahun dan kamu baru melihat kotak yang kuberikan itu?" Sovia bertanya padanya beberapa hari lalu, saat Lizzie sudah tidur.

"Aku melihatnya sejak pertama kali menerimanya. Tapi aku –aku tidak tahu harus bagaimana. Kenapa dia tidak pernah bilang apa-apa? Kenapa dia tidak pernah datang?" Harry memandangi kotak kecil yang diberikan Sovia dua tahun lalu.

Dear Brother | ZarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang