Duapuluh empat

262 24 18
                                    

Keesokan harinya, Harry mengendarai Jaguarnya menuju ke rumah Michael. Lelaki itu tidak menjawab satu kalipun walau berkali-kali ditelpon. Harry tidak tahu lagi harus menumpahkan kebimbangannya soal Zayn selain pada Michael. Walaupun lelaki itu masih suka flirting-flirting, tapi setidaknya dia mendengarkan permasalahannya tanpa takut dihakimi.

Zayn sudah pulang ke London bersama Charlotte saat Sovia membangunkannya jam 10 pagi tadi. Besok Zayn mulai masuk kerja dan kamu juga mulai sekolah kan, begitu kata Sovia. Harry bisa memahaminya, tapi tetap saja dia agak gondok karena Zayn tidak menemuinya dulu sebelum pulang, seperti biasa. Untung saja, kali ini masih mending –Zayn mengiriminya pesan singkat 'aku balik London dulu. Jaga dirimu'.

Tadi malam, setelah badai birahi menurun, Zayn roboh di atas tubuhnya sampai Harry tak sanggup lagi menahan berat dan berusaha menggulingkan Zayn ke samping. "Zayn –aku gak bisa nafas. Engap banget ini" bisiknya dengan suara tertekan. Dadanya terhimpit terlalu keras.

Zayn berguling ke samping dan hendak bangkit, tapi Harry memegangi lengannya, "jangan pergi dulu. Aku cuman gak bisa nafas, tapi kamu jangan pergi" rengeknya.

Kakak tirinya tersenyum, lalu berbaring menyamping menghadap Harry. Harry melingkarkan tangannya di pinggang Zayn, menarik tubuhnya sendiri lebih rapat pada lelaki itu. Wajahnya disembunyikan di dada sang kakak tiri. Beberapa saat lamanya mereka tidak berbicara. Harry mendengarkan detak jantung Zayn di sisi telinganya, dan dadanya yang turun naik di depan hidungnya, beserta gesekan dari bulu dadanya yang halus. Dia menghirup aroma kulit lelaki itu dalam-dalam.

"Zayn. Kamu udah tidur?"

"Udah"

"Huuuh" Harry mencubit kecil pinggang lelaki itu hingga Zayn meringis.

"Sebaiknya kamu pindah ke kamar. Udah terlalu malam, kamu harus tidur. Gawat kalau ketiduran di sofa kayak gini –"

"Iya, tapi aku –yang kita lakukan barusan..." Harry mengangkat wajahnya, ujung kepalanya menyentuh dagu Zayn yang dipenuhi jenggot tipis. Sepertinya Zayn belum bercukur. Dia menatap lelaki itu, mengharapkan sebuah penjelasan. Harry tahu kalau seks tidak melulu karena cinta atau perasaan mendalam yang romantis. Tapi dia sudah mengungkapkan perasaannya pada Zayn –dan Zayn pasti paham bagaimana lemah dirinya pada pesona lelaki itu. Zayn juga sedang bersama Charlotte –apakah mungkin seks yang mereka lakukan tidak ada maknanya sama sekali buat lelaki itu?

Mereka berselingkuh, pikir Harry lagi. Itu adalah seburuk-buruknya hal yang bisa dia lakukan. Tapi kenapa dia tidak merasa bersalah?

"Ba-bagaimana dengan Charlotte?" Harry berbisik lagi ketika Zayn tidak menyahut dengan mata terpejam. Harry merasakan Zayn sedikit menegang dan nafasnya tertahan sebentar, tapi pelukannya masih erat.

"Sejujurnya aku belum tau, Harry" lelaki itu melepaskan kedua tangan yang membelit di pinggang Harry, kemudian melipat kedua lengan di atas mukanya.

"Kamu minta maaf lagi gara-gara itu?"

Zayn menggelengkan kepalanya, "sial. Ini bener-bener kacau"

"Zayn –apa aku bikin hidupmu kacau?" suara Harry bergetar.

"Engga. Demi Tuhan, engga Haz" Zayn menjawab cepat. Tapi dia masih memalingkan mukanya dari Harry.

"Apa kamu –apa kamu suka padaku Z? Walau sedikit, apa kamu suka suka padaku? Kamu pasti tau kalau apa yang kita lakukan tadi itu istimewa banget buatku"

"Atau –kamu hanya, hanya –" Harry menahan nafas. Dia tidak tahu bagaimana membuat Zayn mengeluarkan perasaannya tanpa terkesan memaksa atau menuntutnya. Walaupun Harry tetap merasa Zayn harus menjelaskannya sekarang, karena ada Charlotte. Mereka tidak akan terlibat seks lagi andai tadi Zayn tidak memulainya –ya Harry sempat tergoda, tapi dia tidak akan berani bertindak terlalu jauh karena Zayn punya pacar. Seks dengan Zayn malam ini tidak ada dalam rencananya. Walaupun, ya dia tidak menyesalinya juga.

Dear Brother | ZarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang