Enam

305 35 44
                                    

Keesokan paginya, Harry bangun tidur dengan wajah merengut gara-gara Sovia membangunkannya terlalu awal. "Ini kan hari minggu" katanya. Tapi Sovia beralasan kalau Zayn akan mengajak mereka ke makam Tuan dan Nyonya Malik jadi Harry harus sudah siap sebelum jam 10.

"Zayn belum pulang ke London?"

"Belum, baby, dia pulang besok pagi"

Setelah mandi dan sarapan sereal, mood Harry tetap kacau. Sebenarnya dia tidak keberatan jalan-jalan keluar bersama Zayn, apalagi kalau ditemani Sovia, tapi dia malas mengunjungi makam. Dia tidur-tiduran di sofa menunggu Zayn yang sedang menelpon, sambil memainkan ponselnya sendiri. Dia menelpon kakak perempuannya, tapi Gemma tidak mengangkat telponnya sama sekali. Sampai akhirnya panggilannya tersambung ke voice mail.

"Harry, ayo berangkat" terdengar Sovia memanggil dari halaman.

Harry bergegas menyambar sweater navy miliknya dan berlari keluar. Dia melihat Zayn sudah duduk di belakang kemudi mobil Cadillac mereka, dan bayangan Zayn hanya dalam handuk tadi malam menghantuinya lagi. Harry berusaha menenangkan diri sambil menggigit bibir bawahnya. Untung dia membawa ransel, dia bisa memainkan kameranya sebagai pengalih perhatian.

"Kemana Clanton?" tanyanya ketika masuk ke dalam mobil. Dia memillih duduk di jok belakang.

"Hari ini dia gak kerja. Istrinya masuk rumah sakit" Zayn melihat pada Harry melalui kaca di depan kemudi

"Oh, Nyonya Clanton sakit apa?"

"Darah tingginya kumat. Sepertinya Nyonya Clanton salah makan lagi. Maklum usianya sudah lebih dari 65 tahun, makin sensitif"

Tuan Clanton sudah bekerja pada keluarga Styles bahkan sebelum Harry, Gemma maupun Zayn lahir. Laki-laki tua itu sangat setia, gentleman, dan bekerja dengan sangat baik sejak pertama kali mengabdi. Baik keluarga Styles maupun keluarga Malik sangat menyayanginya. Mereka juga menjalin hubungan yang baik dengan keluarga Tuan Clanton beserta keempat anaknya yang sudah dewasa, dan juga cucu-cucunya.

Zayn pernah menyarankaan Tuan Clanton pensiun karena usianya yang sudah terbilang renta untuk seorang sopir, dan berjanji untuk memberikan uang pensiun tiap bulan serta menjamin kesejahteraan Tuan Clanton dan istrinya. Tapi Tuan Clanton memiliki harga diri tinggi dan pantang menerima belas kasih, jadi dia tetap meminta untuk dipekerjakan semampunya. Dia hanya menyetir sesekali, selebihnya dia membantu mengurus taman kecil di halaman belakang Styles Mansion. Taman itu sengaja dibuat Zayn karena dia ingin rumah yang lebih hijau.

Walaupun Harry tidak terlalu dekat dengan Tuan Clanton sedekat dirinya dengan nyonya Sovia, tapi dia tetap mengkhawatirkan istri sang supir.

"Oya, tadi malam kenapa kamu mondar-mandir di depan pintu kamarku?" tanya Zayn kemudian, dengan tatapan penuh rasa heran.

"Uhm-aku gak mondar mandir kok" Harry memikirkan alasan paling masuk akal. "Tadinya aku mau tanya soal tugas kuliah, tapi gak jadi" jawabnya sambil mencengir.

"Tugas kuliah?" seumur-umur Zayn tidak pernah dimintai tolong oleh adik tirinya ini soal tugas kuliah. Bukannya Zayn pelit membantu, tapi setiap kali dia menawarkan bantuan atau bertanya soal ihwal kuliahnya, Harry tak pernah berminat meladeni.

Harry mengumpat dalam hati. Tapi untunglah Nyonya Sovia masuk ke dalam mobil, menjadi juru selamat karena perhatian Zayn beralih sepenuhnya pada wanita itu. Dia duduk di samping Zayn. "Mari berangkat" katanya dengan senyuman lebar nan cerah ceria.

.

Perjalanan selama hampir 20 menit menuju ke kompleks pemakaman Bravestone Hill Cemetery terasa lebih lama bagi Harry, tapi sebaliknya, Zayn dan Nyonya Sovia tampak menikmati kebersamaan dengan sesekali bercanda, mengobrol tentang segala macam –termasuk kondisi kesehatan Nyonya Clanton. Harry memasang earphone dan menyibukkan diri dengan lagu-lagu Nirvana sambil memfoto objek apapun yang terlihat di jalan.

Dear Brother | ZarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang