Tujuhbelas

272 32 35
                                    

"Bukannya Zayn udah beliin kamu tiket pesawat?" Gemma bertanya pada Harry ketika mengantar remaja itu ke stasiun kereta api. Harry sudah menolak diantar dan meminta Gemma buat istirahat saja di flat. Tapi Gemma memaksa. Aku ingin melihat pas kamu pulang, aku pasti kangen kamu. Begitu alasannya. Harry pun pasrah. Dan jangan khawatir, Gemma menambahkan, Ashton gak akan berani lagi memukulku. Dia mungkin bakal datang ke flat, tapi aku gak akan biarin dia seenaknya lagi. Dan ada Karen juga, begitu katanya.

Harry merasa sedikit lega. Walau dia belum sepenuhnya tenang karena Gemma masih belum pindah ke flat Karen.

"Aku gak jadi naik pesawat" Harry menyahut. Ketika Gemma melihat Liam sudah nongkrong di depan stasiun, dia pun tersenyum lebar, "ooh, sudah janjian sama dia lagi" dia mengedipkan sebelah matanya.

"Kebetulan aja, Gem. Dia juga pas mau balik ke Edinburgh. Jadi ya kami bareng lagi. Aku gak enak karena dia udah bantuin aku kemarin. Jadi aku gak naik pesawat" Harry coba memberi alasan, walaupun sebenarnya dia malas menggunakan tiket yang diberikan Zayn. Dia sudah kelewat muak dengan sikap Zayn setelah insiden ciuman mereka malam kemarin di rumah sakit. Dan Harry yakin sejam atau dua jam ke depan Zayn pasti akan menelponnya.

Gemma menatapnya seolah mengerti, tapi tetap bersikeras kalau menurutnya Liam cukup fit dan dia suka pada pria-pria lembut semacam itu, jadi dia akan mendukung kalau Harry berpacaran dengannya. Harry tidak bereaksi. Dia hanya memeluk Gemma erat sebagai tanda perpisahan. Dan gemma berjanji untuk selalu mengabari perkembangan kepindahannya ke flat Karen serta kehamilannya.

Kini Harry duduk dengan nyaman di dalam kereta, di hadapan Liam yang sudah terkantuk-kantuk sejak naik ke kereta. Mereka sempat ngobrol sebentar, tapi akhirnya Harry membiarkan Liam tertidur dan bertopang dagu di samping jendela kereta. Disaksikannya pepohonan dan rumah-rumah seperti berlarian di sepanjang pinggir jalan kereta yang mereka lewati.

Harry tak bisa tidur seperti Liam. Dia sudah mencoba memejamkan mata, tapi alih-alih tidur, yang ada malah bayangan ciumannya dengan Zayn melintas tanpa henti di kepalanya. Dia menyandarkan punggung di sandaran kursi, berusaha lebih keras untuk menghapus bayangan-bayangan itu, tapi tak bisa. Bibir Zayn seolah menempel permanen di mulutnya, beserta aroma nafas dan rasa lidahnya yang manis.

Ciuman itu mau tak mau membuat Harry menerka-nerka apakah Zayn seorang biseks. Walaupun yang dia lihat Zayn hanya mengencani wanita, tapi siapa tahu sebenarnya dia juga suka lelaki? Apa yang mereka lakukan di rumah sakit malam kemarin bukanlah hal yang lumrah dilakukan sesama teman lelaki atau ungkapan sayang saudara laki-laki. Zayn menciumnya di bibir! Tentu saja itu hal besar. Bukan macam ciuman polos anak-anak, atau ciuman malu-malu tanpa hasrat seperti yang dia lakukan sebelumnya pada Zayn saat lelaki itu tidur. Tapi yang dilakukan Zayn lebih dari itu.

Zayn, dengan segala pengalaman dan kematangannya, telah mengotori bibir Harry dengan hasrat seksual terlarang yang sebenarnya Harry idamkan. Harry tidak tahu apa yang Zayn pikirkan, atau apakah Zayn setengah tidur dan tidak sadar saat menciumnya. Yang jelas, tensi diantara mereka terlalu tinggi saat bertatapan dalam jarak yang terlalu dekat dan Harry tahu kalau dia menginginkan bibir Zayn. Juga sebaliknya. Dan Zayn menciumnya dengan lembut, penuh kehati-hatian, lalu sedetik kemudian tekanan bibirnya semakin kasar. Bahkan dia merasakan lidahnya merayap di atas bibirnya, merangsek masuk, membuat Harry mendesis akibat sengatan listrik dan aliran darah panas yang membuat jantungnya terkesiap.

Ciuman yang nikmat, lebih dari yang pernah dia rasakan dengan orang lain. Bahkan Michael tidak memberikan sensasi seperti itu. Bibirnya dihisap keras, dan Harry merasa dia akan ereksi kalau Zayn tidak menghentikan ciuman kasarnya itu. Tapi ternyata dia sudah terlanjur tegang. Dia tidak sempat melihat apakah Zayn juga ereksi karena lelaki itu langsung melompat berdiri, wajahnya merah padam, matanya penuh kepanikan saat melihat Harry yang duduk lemas di kursinya dengan bibir bengkak dan nafas terengah-engah.

Dear Brother | ZarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang