Selama beberapa hari setelah musim dingin dimulai, Zayn lebih sering bekerja dari apartemen, terutama saat salju menebal dan membahayakan. Perapiannya berfungsi dengan baik dan dia menghabiskan hari-hari sepinya di depan perapian tersebut. Kadang sambil bermain gitar, atau membaca buku-buku lama sambil menenggak anggur atau whiski sampai mabuk sendirian.
Tapi kini apartemennya sepi sekali. Tempat tidurnya dingin -walaupun dia sudah mulai terbiasa dengan ketidak hadiran tubuh hangat di sisinya. Namun tetap saja, di saat-saat seperti itu, terjebak dalam cuaca ekstrim yang tidak menentu membuat sekelilingnya semakin lengang. Zayn hanya berbicara dengan tetangga sebelah atau telponan dengan keluarganya di Bradford. Padahal biasanya, hampir setengah tahun belakangan Charlotte selalu ada di apartemennya. Bisa dibilang, perempuan itu sudah pindah bersamanya. Barang-barangnya memenuhi kamar. Tapi sekarang, tak ada satupun barang Charlotte tersisa. Bahkan sisa wangi parfumnya pun sudah lenyap sejak lama.
Zayn mengenang banyak hal bersama Charlotte. Perempuan itu tidak pernah menuntutnya meresmikan hubungan, atau melabeli kebersamaan mereka. Zayn sendiri yang nembak Charlotte untuk jadi pacarnya. Semuanya berjalan begitu manis dan natural, lalu entah bagaimana caranya perempuan itu mencium ketidaksetiaannya. Apakah pikirannya begitu jelas terbaca? Apakah dia pernah keceplosan menyebut nama lain saat tidur tapi Charlotte tidak membahasnya? Ataukah Charlotte pernah memergokinya masturbasi di kamar mandi dan keluarlah nama lain dari mulut Zayn secara tidak sadar?
Kalau memang iya, Charlotte bahkan tidak berusaha sama sekali untuk mengejarnya lagi atau melabraknya seperti layaknya pacar cemburu yang diselingkuhi. Seolah Charlotte memahami pikirannya sejak awal. Perempuan itu mengajaknya bicara, tentu saja, tapi sepertinya dia sudah menyerah saat Zayn tidak membela diri sama sekali. Zayn sempat bertanya, 'bagaimana kamu bisa tahu' pada Charlotte dan perempuan itu hanya tersenyum pahit sambil menggelengkan kepalanya. Charlotte memandangnya penuh rasa kasihan. Kita butuh waktu buat break, hanya itu saja yang dikatakannya.
Lelaki itu beranjak ke tepi jendela. Dilihatnya langit cukup cerah dan salju hanya turun tipis-tipis, bahkan nyaris berhenti. Tapi dia tahu, beberapa jam ke depan, mungkin salju akan turun lebih tebal. Kondisi yang tidak aman untuk bepergian jauh. Walaupun sebenarnya dia butuh pergi dari apartemennya. Pergi jauh. Kemana saja. Terjebak di situ sendirian hanya mengundang banyak kenangan yang membuatnya tambah kesepian.
Kenangan tentang Harry.
Zayn mengambil jaket panjang dari kapstop dan kaos kaki tebal. Dia masih mengenakan piyama tapi terlalu malas untuk ganti baju. Setelah semua dia kenakan dengan rapi, termasuk syal yang dilingkarkan di lehernya, Zayn membuka pintu. Udara dingin langsung menyergap menembus sampai ke tulang. Salju bertebaran sejauh mata memandang. Pepohonan dan jalan raya dipenuhi salju sebagian.
Dia berdiri di teras balkon memperhatikan beberapa mobil yang masih lalu lalang dengan kecepatan rendah.
Tiba-tiba sebuah taksi berhenti di seberang apartemen. Seorang lelaki bertubuh langsing keluar dari taksi itu. Tubuhnya ditutup sweater dan mantel tebal. Dia mengenakan sepatu boot merah marun dan topi wool bercorak panda. Di punggungnya menggantung tas ransel besar sedangkan tangan kirinya menenteng kantong yang cukup besar pula. Zayn tidak mengenalinya dari jarak sejauh itu. Tapi ketika orang itu menyebrang dan berlari-lari kecil memasuki area apartemennya, dia mulai mengenali rambut keriting yang berderai-derai di belakang telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Brother | Zarry
Fanfiction(Completed)- ketika Ibunya menikah dengan laki-laki dari keluarga Malik, Harry tidak pernah menyukai siapapun dari keluarga barunya, terutama kakak laki-lakinya, Zayn. Keduanya mengalami perjalanan berliku sebagai Styles dan Malik demi mencapai keha...