Suatu malam di awal April, beberapa minggu setelah Harry kembali dari London, Sovia menelpon Zayn.
"Kamu sehat, Z? Udah lebih dari sebulan kamu gak pernah berkunjung kesini lho"
Terdengar Zayn tertawa kecil di seberang. "Yeah, aku baik" jawabnya. "Sori banget Sov. Banyak deadline kerjaan ini. Sebenarnya aku merencanakan semua deadline bisa beres awal april ini, sebelum aku ngambil liburan paskah. Tapi ternyata gak sempat" dan juga karena beberapa kali dia mangkir kerjaan untuk membereskan urusan di Birmingham dan di London sewaktu Harry berkunjung kemarin, Zayn menambahkan dalam hati.
"Jadi kamu gak akan pulang? Padahal liburannya lumayan panjang" Sovia merengut kecewa.
"Sorii, sekali lagi sori banget. Aku juga pengennya kumpul bareng keluarga –ya aku bisa pulang ke Bradford atau berkunjung ke tempat kalian. Tapi aku belum tahu kapan deadline-ku beres" nada bicara Zayn dipenuhi rasa bersalah. "Kamu sehat-sehat di sana? Gimana Clanton? Dia masih aman buat kerja?"
"Kami semua sehat" Sovia mengangguk. "Clanton sekarang sudah gak nganter Harry ke kampus. Dia mudah capek dan sakit, jadi kuminta dia fokus ngurus taman. Harry sekarang lebih sering naik bis, atau nyetir sendiri –ya semaunya dia aja"
"Harry –dia sehat juga kan?" Zayn bertanya sekasual mungkin, dan Sovia juga tidak terlalu memperhatikan perubahan intonasi lelaki itu.
"Sehabis dari London dia sempat murung dan gak masuk kuliah. Aku sempet curiga kalau dia sakit. Tapi dia hanya masuk angin" Sovia menyahut. "Katanya kamu mengurusinya dengan baik di London. Dia kecopetan dan gak jadi ketemu temen kecilnya di sana, ah aku jadi gak tega buat memarahinya kalau sudah begitu"
"Kupikir dia ke London karena kangen sama kamu, Z" lanjut perempuan itu sambil terkekeh.
"Yah, sebenarnya kalau dia mau main kesini sih gak apa-apa. Cuma karena mendadak itu jadi repot segala macam"
"Dia ngerepotin kamu banget ya?"
Zayn terdiam sebentar. Lalu, "masih bisa kuatasi kok. Semoga dia gak mengulangi kelakuan kayak gitu –bikin kamu khawatir terus kan jadinya"
Sovia tertawa kecil. "Kamu tahu dimana dia sekarang Z?"
"Hm?"
"Dia lagi di kamarnya, lagi ngerjain tugas. Kabar baiknya, sejak pulang dari London dia jadi semangat sekolah. Kayak kesurupan aja gitu. Kemarin kami sempat ngobrol soal ujian dan tugas-tugas dari sekolah. Makin banyak aja proyeknya. Tahun depan kan dia ikutan tes A-levels, jadi dia harus bener-bener persiapan"
"Oya? Wah syukurlah. Apa dia sudah bilang mau masukin lamaran ke universitas mana aja?"
"Iya, katanya dia ingin nyoba di Oxford atau Yale buat sarjana. Itu tempat-tempat impiannya. Tapi kayaknya dia juga udah punya rencana cadangan sih"
"Oh, dia ingin kuliah di Amerika?"
"Ya, dia semangat sekali buat persiapan tes-nya. Aku cuma bisa mendukung yang terbaik aja buat dia"
"Ya, ya tentu saja, Sov. Aku juga akan mendukungnya terus. Dia kan pintar"
"Kemarin dia sempat ketinggalan beberapa mata pelajaran. Makanya nanti pas break musim panas, dia bakal ngambil kelas pendek buat ngejar yang kurang-kurang. Aku sih senang banget asal gak over aja. Bisa-bisa staminanya jeblok gara-gara kecapean. Soalnya dua minggu ke depan dia udah mulai kerja sambilan di café dekat sini lho Z"
"Kerja sambilan? Dia mau?"
"Iya" Sovia bercerita penuh semangat. "Katanya itu salah satu proyek dari sekolah. Lumayan bisa mendongkrak nilai. Tapi –gimana ya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Brother | Zarry
Hayran Kurgu(Completed)- ketika Ibunya menikah dengan laki-laki dari keluarga Malik, Harry tidak pernah menyukai siapapun dari keluarga barunya, terutama kakak laki-lakinya, Zayn. Keduanya mengalami perjalanan berliku sebagai Styles dan Malik demi mencapai keha...