بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kinara mematung setelah mendengar penuh apa yang Sabila ucapkan. Jadi, androphobia yang dialami Sabila itu benar adanya? Batinnya yang masih saling berpelukan dengan Sabila.
"Aku memang butuh seorang laki-laki yang bisa menjadi sandaran, tapi untuk apa jika pada akhirnya nanti aku juga yang akan membencinya," ucap Sabila lagi disela isak tangisnya. "Kadang sepelik itu yang aku rasakan, Nara." Sabila semakin tergugu.
Kinara mengusap punggung Sabila, berharap sahabatnya itu lekas menyudahi sedihnya. "Kamu yang sabar ... karena ini yang bisa aku ucapkan," ucap Kinara yang benar-benar prihatin dengan apa yang dialami Sabila.
"Tapi kamu percaya kan, kalau Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar? 'Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar. [Qur'an 2:155]' Hanya sedikit ketakutan, Bila. Hanya sedikit, bukan sepenuhnya."
Sabila mengangguk antusias dalam pelukan. Meski air mata tak henti menetes, dirinya masih sangat mempunyai ketetapan hati. Bahwa Allah, masihlah segalanya didalam hati.
Sabila perlahan mengurai pelukannya. Tangannya beralih mengusap pipinya sendiri yang berlinang air mata. Sedangkan Kinara masih menatap lekat sabahatnya itu. Baru kali ini, Kinara melihat Sabila begitu rapuh.
"Kamu sudah coba periksa? Eum .. maksudku, dengan trauma yang kamu alami itu?" ucap Kinara yang begitu hati-hati, dengan memegang jemari tangan Sabila.
Sabila menggeleng lemah dengan wajah sayu.
Kinara menghela napas panjang, tubuhnya dia geser, semakin mendekat kearah Sabila. "Kamu harus coba periksa, siapa tahu kamu punya ... androphobia?" Ada rasa waspada Kinara berkata demikian, takut menyakiti hati sahabatnya.
"Aku takut, Nara. Biasanya orang-orang terkesan melebih-lebihkan. Aku tidak suka."
"Kamu harus coba cek, meski hanya sekali. Atau butuh aku temenin?" tawar Kinara. Sungguh, dirinya tak mau terjadi apa-apa dengan Sabila. Seperti yang Kinara searching di internet, androphobia bisa sampai mengganggu berbagai hal di kehidupan selanjutnya. Meski perempuan dibatasi berhubungan dengan laki-laki, tapi pada akhirnya setiap perempuan pastilah membutuhkan seorang laki-laki kan?
Sabila masih diam, seolah berpikir. "Tapi lain kali aja ya, Nara. Aku belum siap," cicitnya dengan raut takut.
"Iya, gak pa-pa. Minimal kamu harus cek satu kali."
Sabila mengangguk. Keadaanya sekarang sudah lebih tenang daripada tadi. Buktinya, sekarang dia sedang merapikan buku-bukunya yang tergeletak di karpet bulu yang mereka duduki.
"Eh, Bila. Coba dengerin, jika orang mengalami androphobia mereka akan takut berlebihan sama laki-laki, siapapun itu. Seperti gemetar, panik, mual, pusing, sesak dada hingga pingsan. Kamu gitu juga gak sih? Setauku kamu dulu malah sempat pacaran sama Kak Ardan. Apa yang kamu rasakan waktu itu?" ucap Kinara penuh cermat, sudah seperti seorang psikiater. Sebelah tangannya memegang smartphone yang layarnya menampilkan hasil searching-annya.
Sabila terhenti dari kegiatannya. Wajahnya kini telah sepenuhnya menatap Kinara kembali. "Kamu udah kayak psikiater aja, Nara," ujar Sabila dengan segelintir tawa.
"Ya siapa tahu, kamu selama ini menyembunyikannya secara rapi. Kamu merasakan, tapi kamu menyelubunginya."
"Kayak cinta dalam diam?" timpal Sabila tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Tak Bernada [TAMAT]
Spiritual[Teenfiction - Spiritual] Mungkin cerita ini senada dengan hatimu yang sedang berusaha untuk ikhlas, menyeimbangi cinta yang fitrah dalam balutan diam penuh perjuangan. Aku lelah berurusan dengan cinta manusia. Namun, aku tetap menikmati senandun...