Bab 24 : Ujian Milik Sabila☘️

243 17 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kinara berharap cemas. Semenjak kepergian Sabila, dirinya belum juga mendapat kabar dari perempuan itu. Sepertinya memang benar, Sabila dalam kondisi yang sulit. Sifat Sabila yang pandai menyembunyikan dan tak ingin orang mengkhawatirkannya adalah bukti jika sekarang sedang baik-baik saja padahal tidak sama sekali.

Surat pemberitahuan akan ujian semester untuk Sabila tergeletak di meja. Masing-masing mahasiswa diminta mengurus berbagai keperluan agar mampu menjalankan UAS dengan lancar. Namun, Sabila tidak ada disini dan bahkan nyaris tak akan bisa mengikuti UAS itu.

"Apa aku harus menghubungi Kak Ardan lagi untuk bertanya tentang kabar Sabila?" lirih Kinara. Perbedaan kondisi sangat Kinara rasakan semenjak Sabila kembali ke Jakarta. Hari-harinya terasa kosong.

Assalamu'alaikum, Kak Ardan.
Bagaimana dengan keadaan Sabila? Apakah dia baik-baik saja?

Kirim. Tangan Kinara nekat mengirim pesan itu. Karena hanya balasan dari pesan inilah yang membuatnya lega.

Bohong namanya jika Kinara sama sekali tak merasakan apa itu cemburu. Perihal melepas dengan ikhlas ketika diuji untuk pertama kalinya itu langka adanya. Sebagai manusia yang terbatas, tidak mungkin murni ikhlas ketika apa yang disemogakan nyaris bukan lagi sebagai porsi untuk dimiliki. Raga bisa berbohong menutupi, tapi akan ada disuatu waktu, hati itu meronta seolah bertanya dan mengingatkan kembali, 'Mengapa harus begini?'.

Centang satu berwarna abu-abu menghiasi pesan yang dikirimnya lima menit lalu. Dan hal ini membuat Kinara menghembuskan napas kasar, kembali bersabar.

Mungkin seperti inilah rasanya ketika Ali mengetahui bawa cinta dalam diamnya akan dilamar oleh laki-laki yang selalu dekat dengan nabi, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Spontan membandingkan apalah daya dirinya, hanyalah seorang laki-laki yang serba terbatas dan tidak ada apa-apanya dibanding Ash-Shiddiq itu. Merasa rendah akan dirinya sendiri, lalu muncullah rasa ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar meskipun Ali tak bisa membohongi rasa-rasa yang dirinya tak mengerti. Hingga lamaran itu ditolak yang membuat Ali kembali berharap. Namun, ujian itu kembali datang sama persis. Lamaran berdatangan lagi, mulai dari Umar bin Khattab, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan secara bergilir. Tentu hal itu membuat Ali seolah dipermainkan, layaknya diberi harapan, dipatahkan, diberi harapan, dan dipatahkan lagi. Akan tetapi semua lamaran ditolak oleh Nabi, dan ditolaknya semua lamaran dari sahabat nabi itu membuat Ali kembali berharap dengan harapan yang minim. Sisa keberaniannya dia utarakan kepada Nabi untuk meminang putri mulia itu. Alangkah bahagianya, cinta dalam diam itu akhirnya menyatu menemukan cinta dalam diamnya pula.

"Enggak, ini bukan lagi seperti skenario cinta suci berbalut diam milik Sayyidina Ali dan Sayyidatina Fatimah." Kinara menggeleng cepat sambil mendongakkan kepala, menahan untuk tidak mengeluarkan air mata.

Jika memang ini semua hanyalah datang untuk ujian, timpakanlah aku balasan akan ridhaMu, Ya Allah. Aku tak mampu membohongi perasaanku sendiri, rasanya sangat ripuh.

Batin Kinara ikut berbicara akan keadaan hatinya yang pelik. Ini bukan tentang ke-lebay-an menyikapi suatu ujian yang datang dari berbagai macam, tapi tentang cobaan yang berpautan langsung dengan hati. Katanya, masalah hati jauh lebih runyam dibanding masalah yang melibatkan otak maupun tenaga.

Wa'alaikumussalam, Nara. Aku belum bertemu dengan Sabila. Insyaa Allah hari ini aku akan mencari tahu semuanya. Karena waktu aku meneleponnya kemarin, dia tetap kekeuh tidak mau berbagi. Kamu yang tenang ya, aku segera akan memberi kabar jika aku sudah memastikan sendiri keadaan
Sabila.

Senandung Cinta Tak Bernada [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang