بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Barangkali ada pertanyaan yang selalu terlintas tapi jawabnya selalu tak ditemukan. Misal, kenapa juga daun itu berwarna hijau, tak bolehkah berwarna hitam? Lalu kenapa angin kadang menjatuhkannya hingga pada akhirnya daun itu harus hancur? Seperti lagi, kenapa manusia harus hidup jika kadang sakit itu kerap datang? Atau lagi, kenapa juga manusia selalu percaya diri mencintai seseorang, jika seseorang itu selalu mempunyai kekurangan? Jawabnya impresif, bahkan tak bisa diterima sebagian orang.
Namun suatu hal yang harus dipercaya, bahwa apapun yang terjadi selalu berbarengan dengan sebab.
Sabila sama sekali tak menemui Ardan kemarin pagi. Alasannya masih klasik, Ardan tak seharusnya berdekatan dengannya apalagi harus bersanding atas dasar perasaan. Rasa sayang memang kadang harus dimayakan agar orang itu menepi dan mencari yang lebih baik dari dirinya. Belum sepenuhnya ikhlas, tapi Sabila akan terus berusaha.
Flasback on
Marita belum merespon atas pernyataan yang diutarakan Ardan untuknya. Pernyataan itu seperti restu yang harus dia berikan kepada Ardan. Atau lebih tepatnya Ardan berizin untuk meminta Sabila darinya.
"Nak Ardan serius meminta itu?" Jawab Marita meyakinkan.
Ardan menjawab dengan anggukan. Responnya sedikit gugup karena Marita seolah ragu dengannya.
"Ah, sebentar. Tante ambilkan minum dulu biar rileks." Setelah berkata, Marita langsung berjalan santai ke dapur untuk mengambil minum. Meninggalkan Ardan yang masih terdiam dengan jawaban yang menggantung.
Ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyatu, Bila. Aku tahu, duniamu sedang tidak baik-baik saja. Gumam Ardan dalam batinnya. Matanya sekilas mendongak memerhatikan Marita yang kian menghilang dari pandangannya.
"Kamu yakin dengan ucapanmu itu? Kamu masih muda begitupun Bila." Marita datang dengan membawa nampan berisi secangkir teh.
Ardan terperanjat halus dari lamunan kecilnya. "Eh, Tante," gugupnya, sambil memutar badan agar berhadapan dengan Marita yang telah duduk disampingnya.
"Ardan sebenarnya juga belum mempunyai apa-apa, Tante. Hanya keyakinan yang kuat saja, jika Ardan harus segera bersama Sabila."
Marita tersenyum lemah mendengar jawaban Ardan.
"Tante meragukan saya?" celetuk Ardan. Karena ekspresi Marita seolah tak yakin dengannya.
"Bukan," ucap Marita dengan senyum kembali. "Sepertinya kamu banyak berubah ya. Eumm.. maksud Tante kamu jadi lebih dewasa walaupun sebenarnya dari dulu kamu sama baiknya."
"Tante bisa aja," jawab Ardan dengan ekspresi tersipu.
"Tante merestui."
Ardan secepat kilat menoleh.
Hening sesaat.Bahkan aku belum berbicara banyak. Secepat itu Mamanya Sabila yakin denganku?
"Tante hanya ingin berpesan, jika cinta yang benar-benar kamu taruhkan maka tidak akan ada pamrih. Meskipun gemerlap dunia pasang surut menghampiri. Rasanya akan tetap sama, perihal cinta," ucap Marita sambil menerawang ke depan. Matanya terpaku, mengingat takdir yang harus dia jalani.
"A- apa Tante melihat itu dalam diri saya?"
Marita tersenyum. "Iya."
Ardan balas mengambil tangan Marita dan menciumnya. "Terimakasih Tante, terimakasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Tak Bernada [TAMAT]
Spiritual[Teenfiction - Spiritual] Mungkin cerita ini senada dengan hatimu yang sedang berusaha untuk ikhlas, menyeimbangi cinta yang fitrah dalam balutan diam penuh perjuangan. Aku lelah berurusan dengan cinta manusia. Namun, aku tetap menikmati senandun...