Bunda Irene

609 81 5
                                    

Irene kini berada dalam sebuah ruangan berwarna biru dengan hiasan awan diatasnya. dia tengah duduk bersebelahan dengan suaminya dan berhadapan dengan seorang psikiater. Psikiater itu tersenyum saat Sungjin mengenggam tangan menguatkan istrinya. 

"Selamat pagi ibu Irene.."Sapa psikiater

"Selamat pagi.."

"Nggak perlu tegang yaa, santai saja dengan saya. Ini Pak Sungjin, suami bu Irene ya?" 

"Iya saya suaminya.. "

"Baik, gimana kabarnya?"

"saya baik dokter"

"Sejujurnya saya senang sekali ketika ada yang konsultasi kepada saya berdua diantar pasangannya. Saya tersenyum ketika melihat bapak dan ibu masuk sambil bergandengan tangan"

Sungjin tersenyum kemudian mengeratkan genggaman tangannya.

"Tentu saja saya harus ikut, masalah istri saya berarti juga masalah saya. Kami harus menghadapinya berdua"

"Baik.. jadi mau dimulai sekarang konsultasinya?" Tanya Psikiater tersebut.

Irene mulai menceritakan yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia tidak mengingat kapan dia mulai berbicara sendiri seperti itu. Itupun jika bukan karena suaminya yang memberitahu mungkin Irene tak akan menyadarinya

"Jadi menurut dokter, kenapa saya bisa seperti ini?"

"Semua itu pasti ada latar belakangnya dan tidak semua orang bisa mengingatnya. Saya maklum mungkin berjalannya waktu bu Irene bisa mulai mengingat sedikit demi sedikit"

"Apa mungkin karena istri saya terlalu berat kerjanya?"

"Mungkin, bisa jadi"

"Tapi saya tidak pernah merasa terbebani dan lelah merawat keluarga saya. Kenapa saya jadi depresi kalau saya tidak merasa sedih atau marah?"

"Hmm.. mungkin bu Irene tidak merasa demikian karena mungkin ibu berusaha membuang perasaan itu?"

"Maksudnya dokter?"

"Ada kalanya kita bersedih tapi merasa kuat. Ada kalanya kita lelah tapi merasa kita baik-baik saja"

"Begitu ya dokter, padahal saya hanya ingin menjadi ibu yang bisa menjaga keluarga saya dan memenuhi semua kebutuhan keluarga saya"

"Tapi saya merasa istri saya bekerja terlalu keras. Dia bangun jam empat pagi, mengerjakan pekerjaan rumah dan baru tidur setelah menyelesaikan novelnya dan mengecek anak-anak sudah tidur"

Sejenak dia teringat sesuatu, dia ingin menceritakannya pada psikater tapi dia ragu karena ada suaminya disana. Cara agar suaminya tak mengetahui apa yang akan dia bicarakan adalah membuat suaminya pergi dan sibuk.

Psikiater itu mencoba memahami raut wajah Irene, sepertinya dia ingin bercerita namun tertahan karena ada suaminya disini.

"Bu Irene haus tidak?" Tanya Psikiater

"Oh.. oh iyaa iyaa.. "

" Mohon maaf di ruangan saya air nya sedang habis bagaimana jika pak Sungjin membelikan minum untuk istri?"

"Kamu haus sayang?"

Irene segera mengangguk, mungkin ini adalah kesempatan yang baik untuk bercerita. suaminya akan pergi membeli minum untuknya sementara dirinya akan menceritakannya pada dokter.

"Kalau gitu aku beli minum dulu yaa.. " Pamit Sungjin, kemudian dia keluar dari ruangan dan membeli minum.

"Saya melihat bu Irene ingin bercerita sesuatu tapi tertahan karena ada suami. Apa itu benar?" Irene mengangguk perkataan psikiater itu memang benar

FAMILY ENAM HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang