Izin

437 49 10
                                    

"kamu yakin?"

"yakin lah"

"tapi kan kita belum lulus kuliah"

"bentar lagi kan kita lulus, bulan depan kita wisuda"

"tapi aku ragu"

"percaya sama aku yaa, kita adepin bareng-bareng"

"aku gak siap, gimana reaksi kakak nanti"

"kamu jangan khawatir ada aku"

🐥

Jae akhir-akhir ini melihat istrinya tak semangat. Wajanhya terlihat sedih dan matanya sembab karena sering menangis. Beberapa hari ini sarapan pagi tak seceria biasanya, kalau biasanya Jisung dan dirinya selalu ribut, Lami yang manja pada istrinya dan istrinya yang selalu tersenyum melihat sekeluarga dengan tatapan bahagia. Akhir-akhir ini istrinya lebih banyak diam dan tersenyum lemah. Tidak seperti Wendy, Istrinya.. kesayangannya.

Kedua anaknya, Jisung dan Lami juga melihat mamanya dengan tatapan sedih. Jisung ingin sekali suasana rumah seperti biasanya tapi melihat mamanya yang lebih banyak diam, Jisung juga memilih untuk diam. Lami juga bersikap seperti itu, Sungguh di rumah ini, semuanya ikut bersedih karena mamanya.

"Mama.." Panggil Lami pelan, mamanya itu bangun dari lamunanya dan menatap putrinya

"Iyaa sayang, kamu mau tambah sayurnya?" kata Wendy linglung

Lami menggeleng "Gak ma, Lami udah selesai sarapan mau berangkat bareng kakak"

"Oh kalian udah selesai sarapan ya? maaf yaa mama ngelamun" 

Setelah itu Jisung dan Lami pergi berpamitan pada papa dan mamanya. Wendy menatap kepergiaan anak-anaknya. Jae yang berada di samping istrinya, melirik sekilas wajah istrinya. Sungguh, Jae benar-benar tidak bisa melihat istrinya seperti ini. Lebih baik dia yang sedih daripada melihat istrintya sepert itu

"Hari ini Yeri mau ke rumah yaa?" Tanya Jae sambil memeluk istrinya dari belakang

"Iyaa.. kamu gak ke kantor? udah jam berapa ini?" Balik tanya Wendy

"Iya ini mau berangkat, aku berangkat dulu yaa" Jae merangkul istrinya dan mencium puncak kepalanya

"Jangan lama-lama ya sedihnya, papa juga pasti bakal sedih kalau kamu kayak gini" Wendy memeluk suaminya lebih erat, menenggelamkan kepalanya di dada Jae.

Sejujurnya Jae tidak ingin bekerja, jika melihat istrinya menangis sesenggukan dipelukannya seperti ini. Dia membalas pelukan erat Wendy dan mencium rambut istrinya

"ASEEEEK!!! PAK JAE MESRA AMAT PAK PAGI-PAGI SAMA ISTRI!!" Teriak tukang sayur komplek.

Lah, ini tukang sayur ngerusak moment aja

"NANTI TELAT NGANTOR PAK!! LANJUT PULANG KERJA AJAA HAHAHA" bener-bener tukang sayur rumpik bener. Jae melambaikan tangan kepada tukang sayur itu dan pergi meninggalkan pekarangan depan rumah mereka

"Udahan nangisnya, kamu gak malu diteriakin tukang sayur gitu?" Wendy mengangkat kepalanya dan mengangguk. Jae menghapus air mata istrinya dan berbicara 

"Aku berangkat kerja dulu yaa, jaga rumah. Kalau kamu butuh temen panggil aja mama-mama yang lain" Wendy mengangguk dan mengantar Jae menuju mobilnya.

"Bentar sayaaang!!" tahan Wendy

"Kenapa?" 

"Kok ada yang kurang yaa?" Wendy menatap Jae dari atas sampai bawah "Dasi kamu mana sayaang?" 

Iyaa, Wendy baru menyadari kalau suaminya itu tidak memakai dasi.

"Gak aku pakek"

"Kenapa?"

FAMILY ENAM HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang