15. Pindah

4.8K 683 41
                                    

Tidak ada satu pun anak di dunia ini yang memiliki opsi untuk dilahirkan di keluarga mana dan bagaimana. Begitupun Gema, Tala, dan Xe. Gema tidak pernah memilih dilahirkan saat kedua orang tuanya di uji dengan sebuah penghianatan, atau Tala yang tidak pernah ingin menjadi anak hasil pernikahan siri di atas poligami tanpa restu istri perta, juga Xe yang tidak memilih untuk lahir tanpa sekalipun merasakan dekap hangat sosok yang disebut Ibu.

Meskipun demikian, tidak ada anak yang lahir membawa kesalahan. Ada misi yang Allah amanahkan di setiap anak yang lahir di keluarga.

Sudah hampir dua puluh satu tahun Bunda pergi, meninggalkan Gema yang ketika itu sudah pandai berhitung, membaca tanpa dieja, juga hafalan surah yang lebih dari juz 30. Meninggalkan Gema yang sulit memahami kenapa Bunda tertidur tetapi tidak pernah bangun lagi, kenapa Bunda tidak menjawab ketika dia tanya dan hanya berbaring sembari terpejam di tengah ruang tamu, kenapa Bunda dibungkus dengan kain berwarna putih dan dimasukkan ke dalam tanah, apa arti Bunda sudah di surga, meninggalkan dirinya dengan Ayah dan sosok baru yang disebut adik.

Dan setelah hari itu, Gema kehilangan sosok Ibu meskipun pria yang dia sebut Ayah selalu berusaha untuk menggantikan. Tentu, selalu ada sisi kosong yang tak bisa digantikan.

Perempuan yang sedang memandang sebuah figura yang dia ambil dari nakas menghela nafas panjang bersamaan dengan pintu yang terbuka menampilkan sosok laki-laki yang selama beberapa hari ini selalu menjadi orang pertama saat bangun tidur dan orang terakhir saat henda terpejam.

"Udah?" tanya Er menutup pintu kamar dan mendekat ke arah istrinya. Laki-laki itu melihat sekilas ke arah kotak yang berada di sisi istrinya.

"Kenapa, Gem?" Er bertanya karena Gema menatapnya sendu sembari memangku figura ibu mertuanya.

"Mas."

"Iya, Sayang?"

Gema menunduk saat Er mendudukan diri di sampingnya.

"Gema mau tinggal di sini."

Er yang hendak menggenggam tangan perempuan itu seketika urung dan langsung menatap Gema yang masih menunduk.

"Lalu Mas?" tanya Er datar.

Gema mengangkat wajahnya, menoleh ke arah Er yang menatapnya. Laki-laki dengan celana selutut juga kemeja pendek polos berwarna baby blue itu menatapnya tanpa ekspresi.

Kemarin, akhirnya Gema dan Er datang ke rumah Elang untuk memindahkan barang-barang yang sebelumnya di kosan. Rencana itu terlaksana setelah berhari-hari sejak pemindahan barang dari kosan ke rumah Er. Hal itu karena Er terlalu lelah di kantor dan Gema tidak tega jika harus meminta Er untuk mengantarkannya ke rumah. Meskipun Er pun tidak akan menolak juga, bahkan beberapa kali Er menawari tetapi Gema yang memilih untuk datang sekalian akhir pekan untuk menginap semalam di rumah yang sudah puluhan tahun dia diami.

Tidak terasa, sudah seminggu keduanya menikah. Gema sudah terbiasa dengan kehadiran dan rutinitas suaminya. Sudah mulai hafal kebiasaan Er yang berseberangan dengan Gema. Misalnya, Er senang tiduran di kasur dengan rambut basah. Dan itu salah satu hal yang Gema benci karena dapat membuat seprai berjamur atau bau.

Er suka mengambil baju di lemari dengan asal saat Gema tidak menyiapkan salin di atas ranjang dan itu membuat Gema harus menata ulang tumpukan pakaian. Er terbiasa meletakkan sisir di atas meja, sedangkan Gema terbiasa meletakkannya di rak khusus yang berisi beberapa skin carenya.

Gema tidak suka bawang goreng, sedangkan bawang goreng adalah favorit Er. Hingga, Gema memilih untuk menyimpan toples bawang goreng di atas meja makan dibadingkan harus membuat dua makanan dengan dan tanpa bawang goreng agar keduanya dapat makan.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang