10. Malam sebelum Ah(k)ad

6.5K 825 176
                                    

Sambil dengerin mulmednya yak!
**"

Rumah yang biasanya sepi, berubah ramai sejak tadi pagi. Orang-orang berlalu lalang menyiapkan ruangan, menatap sesuai konsep yang disepakati dan mengubah rumah berlantai dua itu menjadi tempat yang berbeda. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Seorang perempuan berjilbab brokat sederhana berwarna dusty pink dengan khimar dan tile sedang duduk di balkon menatap halaman rumah yang ramai dengan orang-orang. Lebih dari dua Minggu persiapan, akhirnya semua terlewati dan hanya menunggu hari esok untuk benar-benar mengubah semuanya. Semua yang berubah karena keberaniannya untuk mengambil keputusan di antara tekanan.

Perempuan itu menghela nafas pelan. Ketika seorang laki-laki memakai kemeja batik berjalan ke arah halaman dan memeluk beberapa laki-laki yang perempuan itu ketahui adalah beberapa sepupu dan teman. Setelahnya, laki-laki itu melambaikan tangan kepada mereka yang sudah mulai memasuki mobil dan meninggalkan halaman rumah. Tidak lama, laki-laki lain yang tidak lain adalah Xe merangkul bahu laki-laki itu dan mengajaknya masuk ke dalam. Laki-laki itu sempat mendongak ke atas, hingga dua pasang mata mereka saling bertabrakan.

Gema menghela nafas lagi sbeelum mendongak ke atas, melihat langit yang banyak sekali memeluk bintang. Semua bersinar seakan berlomba siapa yang paling terang. Perempuan itu memejamkan matanya sebentar sebelum membuka ponsel yang berada di pangkuannya. Getaran ponsel itu memutus pandangan Gema mengagumi benda langit itu.

Kak Er: Kenapa belum tidur?

Gema: Belum ngantuk.

Kak Er: Deg degan?

Gema menghela nafas sebelum kembali mengetik balasan untuk laki-laki yang esok pagi mengambilnya dari Ayah. Laki-laki yang akan menjadi Imam dan pemimpin dalam sisa hidupnya.

Gema: Kangen Bunda.

Dan tanpa sadar perempuan itu membasahi sudut matanya. Air mata yang sejak kemarin sudah dia tahan-tahan agar terlihat kuat. Perempuan itu kembali mendongak memandangi langit dengan wajah yang mulai basah ketika pesannya tidak lagi dibalas oleh Er. Seandainya Bunda ada, perempuan itu pikir malam ini akan menghabiskan waktu untuk mengobrol banyak bersama Bunda. Bermanja-manja sebelum besok dibawa oleh suaminya --Er.

Bada isya tadi pengajian sederhana sudah dilakukan, keluarga besarnya sudah berkumpul di sana sejak kemarin. Sudah dua hari juga Gema tidak masuk kerja. Keterkejutan rekan kerjanya tentang Gema yang izin karena menyiapkan pernikahan bertambah ketika undangan yang mereka dapat bernamakan Er dan Gema. Sebagian dari mereka tidak terlalu terkejut karena melihat interaksi Er dan Gema terlihat lebih sering dari biasanya. Tentu saja, karena Gema dan Er harus mengurus beberapa hal yang urgent dan kadang tidak bisa menunggu diskusi di rumah.

Masih sedikit membawa adat Jawa, malam ini disebut malam midodareni. Er diantar ke rumah mempelai perempuan malam sebelum akad oleh saudara laki-laki dan teman-temannya. Hal ini untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Harapannya, ketika calon pengantin laki-laki sudah berada di rumah mempelai perempuan sejak malam, acara akad akan berjalan dengan lancar.

Sejak kemarin, kedua orang itu baru bertemu tadi ketika pengajian digelar. Itupun tidak saling berbicara. Dua hari yang lalu juga, Er, Gema, dan keluarga yang lain berkunjung ke makam Sarah. Meskipun, sebelum itu Er sudah lebih dulu ke sana untuk meminta izin secara simbolis saja.

Tok tok tok

"Mba Gema, Ummi masuk ya!" teriak seseorang dari balik pintu. Gema menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya dengan cepat. Setelah menetralkan perasaan dan suaranya, perempuan itu mengiyakan seseorang di balik pintu itu.

"Iya, Mi. Gema di balkon."

Terdengar suara pintu yang terbuka. Gema menoleh ke arah kamarnya yang hanya terbatasi kaca besar. Seorang perempuan jauh lebih muda di banding ayahnya masuk ke dalam dan melangkah ke arahnya dengan senyum yang mengembang. Gema pun membalas senyuman itu.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang