20. Pergi

7.3K 810 126
                                    

Gerimis di luar sana menambah pilunya hati perempuan yang sedang termenung di depan jendela kamar. Meskipun kini sudah hampir tengah hari, tidak beranjak sedikitpun dari rumah. Padahal, seharusnya dia sedang duduk di kantor menghandle segalanya.

Gema. Perempuan yang masih menggunakan piayam dengan mata yang sembab itu menatap rintikan hujan dengan tatapan kosong. Semalam ada malam penghancuran baginya. Rasa tertolaknya telah memuncak. Salahkah jika seorang istri meminta haknya? Salahkah dia berusaha?

Sejak semalam, setelah melihat punggung Er yang menghilang begitu saja, Gema belum lagi melihat tubuh Er ataupun mendengar suara Er. Bahkan dia tidak tau, apakah Er tetap tinggal di rumah atau pergi entah ke mana. Karena, sejak semalam Gema tidak sedikitpun berniat untuk mencari keberadaan laki-laki itu.

Ting

Gema mengarahkan matanya ke arah ponsel yang beberapa menit lalu berada dalam genggamannya. Sedikit tertarik sudut bibirnya ketika Xe mengirim tebak-tebakan receh untuknya. Gema menarik nafas panjang dan terasa sangat berat ketika mengetik sebuah pesan balasan sekaligus permintaan kepada adiknya.

Jemput Mba sekarang bisa?

Ha?
Di rumah?
Atau di kantor?

Di rumah.
Sekarang ya.

Eh, kenapa nih tiba2 minta jemput, Mba? Mas Er ke mana emang, Mba? Mba Gem nggak ke kantor tadi pagi?

Kalau Xe nggak bisa, nggak apa-apa.

Xe ke sana sekarang.

Ditunggu.
Jangan bilang Mas Er ya.

Gema bangkit dari kursi dan mengarah ke lemari. Tangannya yang sudah meletakkan ponsel di atas ranjang berganti mengambil dua pasangang jilbab dan Khimar serta perlengkapan lain. Setelahnya, Gema memasukkannya ke dalam tas ranselnya yang berwarna navy. Setelahnya, Gema masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Mengganti piyamanya dengan jilbab dan khimar berwarna hitam. Bahkan Gema mengambil kaos kaki dan handsock berwarna demikian.

Sembari menunggu Xe datang. Gema merapikan kamarnya. Perempuan itu sempat mendudukkan diri di ranjang. Matanya menatap satu per satu semua hal di kamar itu. Kamar yang tiga bulan ini dia tempati. Perempuan itu menghela nafas sekali lagi lebih berat, ada sesak yang tidak bisa dia jelaskan.

Dia tidak berniat pergi dari masalah. Namun, dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Membutuhkan waktu untuk berbicara dengan dirinya sendiri. Dia butuh waktu mencerna apa yang sedang terjadi dengan dirinya, suaminya, dan rumah tangganya.

Gema bangkit dari duduknya saat suara mobil terdengar memasuki halaman rumah. Xe adiknya telah sampai. Laki-laki itu akan membawanya ke suatu tempat yang tentunya aman. Dan tentu, bukan rumah Ayahnya.

Dengan langkah berat, Gema meraih ranselnya dan sling bagnya. Tangannya meraih handle pintu kamar dan menutupnya dengan pelan. Meskipun ini salah, tapi hati dan kewarasannya perlu diselamatkan.

Hal yang terpikir oleh perempuan itu saat ini hanya lekas pergi dari rumah ini agar dapat berpikir sebagaimana mestinya.

Gema membuka pintu rumahnya, khawatir Xe terlalu lama menunggu dirinya. Namun, ketika tangannya baru saja hendak menarik, dari luar sudah lebih dahulu didorong oleh seseorang dengan tergesa. Membuat Gema harus memundurkan badannya dengan hati yang tersentak saat pintu itu membingkai sosok yang sungguh tak ingin dia lihat saat ini.

Sosok yang berdiri di depannya itu menatap datar ke arahnya. Matanya sekilas melirik ke arah ransel yang berada di punggungnya.

"Mau ke mana?" tanya dingin.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang