33. Milik Er

7.9K 912 102
                                    

Gema memandangi tangannya yang digenggam erat oleh Er. Laki-laki itu sedang terlelap di sampingnya. Keduanya tengah berada di dalam taksi online yang akan mengantarkan mereka ke kos Gema.

Gema membenarkan kaca mata Er yang sedikit miring sebab laki-laki itu kini sedang membagi beban badannya ke Gema dengan cara menyenderkan kepala di bahu perempuan itu. Dari di mobil menuju bandara, di pesawat, hingga taksi online Er terus saja terpejam. Laki-laki itu sempat mengeluh sakit kepala yang membuat Gema meminta Er untuk tidak perlu mengantarkannya. Namun, bukan Er jika tidak bersikeras. Oleh sebab itu, Gema membiarkan Er membayar hutang-hutangnya begadang sebab banyak pikiran dengan tidur di sepanjang perjalanan.

Wajah laki-laki itu sudah lebih segar. Meskipun, rambut suami Gema itu belum sempat dipotong. Mungkin nanti ketika Gema pulang kerja dia akan menyempatkan menemani Er potong rambut terlebih dahulu sebelum kembali ke Jogja.

Perjalanan tinggal sebentar lagi. Gema menarik pelan tangan kanannya, tetapi baru saja bergerak Er sudah menggenggamnya lebih erat bahwa menariknya ke atas pangkuan.

Ini bukan sekalinya Gema berusaha melepaskan diri, tetapi tetap saja laki-laki itu tidak membiarkan. Kecuali tadi saat Gema ke kamar mandi atau harus makan minum. Padahal, tangannya sudah kebas dan berkeringat.

"Anteng, Sayang," ujar Er tanpa membuka mata. Gema mencibik.

"Pegel, Mas," keluh Gema tanpa berbohong.

Er membuka matanya. Menoleh ke arah Gema yang menampilkan tampang memohon.

"Tinggal beberapa menit lagi, kita sampai. Terus kamu siap-siap ke kantor. Habis itu kita terpisah selama 8 jam. Terus, 12 jam setelah itu Mas harus balik ke Jogja. Nggak tau kapan lagi Mas bisa pegang tangan kamu kayak gini." Er mengangkat genggaman tangannya.

Gema tidak berani membantah. Kasihan juga sebenarnya harus membiarkan Er hidup sendiri, tetapi bagaimana lagi. Efek permasalahan kemarin berjangka waktu panjang ternyata. Tak lama setelah Er menutup kalimatnya, mobil yang mengantarkan keduanya telah terparkir di depan sebuah rumah yang pagarnya masih tertutup rapat. Sepasang suami istri itu melangkah masuk setelah Gema memasukkan kode untuk membuka gerbang tersebut.

"Masih sepi. Belum pada beraktivitas jam segini," ujar Gema mengunci gerbang kembali.

"Kamar Gema di atas," lanjutnya.

Sembari berjalan mengikuti langkah sang istri, Er mengedarkan pandangannya. Memindai bangunan yang digunakan istrinya tinggal sementara.

"Di sini perempuan semua. Jadi jangan heran kalau ada yang muncul tiba-tiba pakai hotpants sama kaos kutang aja," kata Gema sembari membuka kunci kamarnya. Er yang sedang melihat sekitar langsung terbelalak dengan informasi yang diberikan istrinya. Akhirnya Gema bisa bebas terlepas dari tangan Er sebab harus membuka gerbang dan pintu.

"Astaghfirullah!" pekik Er membuat Gema menoleh kepada Er yang berada di belakangnya.

Gema langsung menutup mata suaminya dan menariknya masuk ke dalam.

"Kayaknya selama Gema kerja, Mas harus tetap di kamar deh. Pemandangan kayak gitu banyak di sini." Sebal Gema membuat Er menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Mata Mas ternodai lho, Sayang."

"Memang!"

"Tapi Mas kan nggak sengaja."

"Kan Gema udah bilang ini kosan perempuan. Kenapa matanya malah ke mana-mana," omel Gema sembari melepas sepatu dan meletakkannya di rak belakang pintu. Setelahnya dia menarik bergo hingga menampilkan rambutnya yang dikucir kuda.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang