16. Ran

4.8K 667 58
                                    

Gema hanya menatap kosong note yang terbuka tanpa sedikitpun tergores bolpoin. Perempuan itu sama sekali tidak fokus terhadap apa yang sedang suaminya jelaskan di depan sana terkait produk yang tidak selesai pada waktu yang mereka sepakati. Ruang meeting itu tidak penuh seperti meeting umum, pagi ini hanya ada empat divisi yang diminta Er meeting dengan tahu bulat. Padahal, di rumah maupun di perjalanan suaminya itu tidak bercerita atau mengatakan apapun terkait hal ini.

Gema menghela nafas lagi. Biarkan kali ini pikirannya berkeliling ke Surabaya. Dan biarkan saja jika nanti Er memarahinya karena tidak memperhatikan penjelasannya. Lagian, sebenarnya tugas Gema beres dengan baik. Lalu kenapa dia juga harus duduk di ruang meeting bersama tiga departemen yang lain?

"Oke, nanti koordinasikan lagi sama Gema. Jangan sampai bahan dari Gema berubah lagi. Dari engeenering coba sesuaikan dengan bentuk produknya, sekiranya nggak bisa nggak usah dipaksa? Berantakan semuanya! Buat kerja dua kali. Buat People and Culture, gerak lebih cepat lagi untuk mencari pengganti beberapa OS yang resign."

Er mendudukan diri di kursi dan menatap ke empat pimpinan departemen yang duduk masing-masing 2 orang di sisi kanan dan kirinya.

Tiga orang menggeleng. Sedangkan Gema tetap berada di posisi yang sama.

"Gema!" panggil Er membuat Gema terkejut, bahkan bolpon yang dia pegang terjatuh di atas meja. Gema menoleh ke arah Er yang menatapnya. Gema menampilkan waja kaget dan bingung.

"Ya, Kak?"

"Selesai meeting ke ruangan aku," putus Er lalu menutup meeting tersebut. Setelah itu, laki-laki yang hari ini mengenakan celana Chino berwarna mocca dengan kaos pokonya melangkah meninggalkan ruangan dengan membawa tablet yang tadi dia gunakan. Fatih yang merupakan head of product, Nathan yang merupakan head of people and culture, dan Esan yang merupakan head of marketing tersenyum menatap Gema yang menghela nafas kesal.

"Pagi-pagi dah sensi amat sih suamimu itu, Gem," ujar Esan setelah Er benar-benar hilang dari pandangan.

"Parah, gue belum sarapan nasi tapi udah sarapan omelan," timpal Fatih.

Nathan menjentikkan jarinya dan mendorong tubuhnya ke depan. Laki-laki itu menyipitkan matanya dan berbisik.

"Pasti nggak Lo kasih jatah ya, Gem?" Nathan menarik tubuhnya dan menjatuhkan punggungnya ke kursi. "Fix, gue yakin!"

Fatih dan Esan tertawa melihat Gema yang bangkit dan menutup notenya dengan kesal. Perempuan itu melangkah dengan sengaja mengencangkan tekanan alat flatshoesnya.

"Gema bilangin Kak Er," ancam Gema sembari menolehkan kepalanya sebelum benar-benar keluar dari ruangan meeting.

***

Ceklek

Er yang sedang duduk di kursi kebanggaannya menoleh ketika istrinya masuk dengan berjalan tidak semangat. Er menepuk pahanya dan Gema menurut saja. Perempuan itu berjalan mendekati suaminy dan mendudukan diri di pangkuan laki-laki itu. Tentunya setelah mengunci pintu terlebih dahulu.

"Mau cerita?" tanya Er setelah Gema duduk dan dia melabuhkan satu kecupan di dahi istrinya yang sedang menyembunyikan wajahnya di dadanya. Perempuan ia duduk menyamping dengan wajah yang di sandarkan penuh ke dada Er dan tangannya memainkan kancing suaminya.

Er melanjutkan mengetik di atas laptopnya tanpa sedikitpun terganggu dengan keberadaan istrinya.

"Mas Tala batal nikah."

Satu kalimat singkat itu mampu membuat Er menghentika tangannya dan menfokuskan matanya ke arah istrinya.

"Ha? Gimana gimana? Bukannya tinggal beberapa hari lagi ya, Gem?" tanya Er terkejut bercampur heran. Sebenarnya sebelum ini sudah terdapat kabar yang mengherankan serta menggemparkan ketika itu, bahkan ketika usia pernikahan Er dan Gema belum sampai satu hari. Kabar itu datang dari Tala yang mengabarkan akan menikahi siri Ran sehari setelah pernikahan Gema dan Er. Sebenarnya, keluarga dari pihak Tala dan Elang mempertanyakan hal tersebut. Bahkan Gema sampai heran, karena tanggal pernikahan memang sudah ditentukan.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang