28. Titik Temu

5.5K 784 65
                                    

BRAKK

Suara berisik itu ditimbulkan dari tubuh Er yang tidak siap mendapat bogem mentah dari Xe sehingga terpelanting menghantam pintu.

"Kenapa LO CERAIIN MBA GUE?!" teriak Xe sembari menarik kerah kemeja Er.

"Xe, plis. Kita bisa ngomong baik-baik," ujar Er pelan sembari memegang tangan Xe yang mencengkram erat kerahnya membuat tak bisa bernafas dengan benar.

Xe tersenyum miring sembari menggeleng. "Baik-baik kayak gimana? Duduk ngopi di kafe?" ujar Xe tanpa meregangkan cengkramannya.

Er sudah mulai kehabisan nafasnya. "Xe Xe, pelish."

"NGGAK!"

"EH LO MAU BUNUH ER?! UDAH! STOP!" suara itu terdengar disusul cengkraman di leher Er menghilang. Laki-laki itu mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Sementara, Esan dan Nathan sudah memegang Xe yang mencoba memberontak.

"LEPASIN GUE!" teriak Xe memberontak.

Esan menghela nafas sembari menarik mundur Xe yang sudah hendak menerjang tubuh Er kembali.

"Si or She or another name i can call you! Stop it! Ini nggak akan nyelesaiin masalah. Mukulin Er sampai babak belur juga nggak ada gunanya!" oceh Esan membuat Xe terdiam.

"Lagian ini kantor. Nggak tempatnya baku hantam," lanjut Nathan.

"Dan kalau sampai ada yang rusak atau hancur, gue juga yang harus ngitung kerugiannya," saut Bimo yang entah sejak kapan sudah di sana.

Xe mengatur nafasnya. Matanya memicing ke arah Er yang sudut bibirnya berdarah.

"Lepasin!" ujar Xe menghentakkan semua tangan yang menahannya.

"Oke oke!"

Esan dan Nathan melepaskan Xe dengan mengangkat tangan.

"Bicarain pelan-pelan. Kalau perlu jangan bicarain di kantor, meskipun di ruangan Lo Er. Ada anak-anak yang lagi lembur," ujar Nathan kepada Er yang sejak tadi diam.

Esan menepuk bahu Xe dua kali. "Jaga maruah Er, setidaknya di kantor ini. Bagaimanapun dia di mata Lo, dia adalah pemimpin di sini."

Setelahnya, semua orang meninggalkan dua orang yang bahkan sekarang tidak memiliki hubungan apapun. Er masih menunduk, sedangkan Xe masih mencoba mengontrol amarahnya.

Kedatangan Xe di kantornya mengejutkan dirinya. Meskipun dia tau, cepat atau lambat laki-laki itu akan menemuinya. Baik dengan keadaan dingin atau penuh amarah seperti tadi. Bahkan, Er sangat siap dengan pukulan yang lebih menyakitkan dari Elang. Namun, hingga saat ini pria itu tidak pernah muncul di hadapannya. Dan Er yakin itu karena Gema yang melindunginya.

Sejak terakhir kali mengantarkan Gema ke rumah mertuanya waktu itu, Er belum lagi berkunjung atau menanyakan kabar. Bahkan, kepada Gema. Dia tidak tau dari mana harus mulai semuanya.

"Kenapa?" tanya Xe akhirnya memutus keheningan yang tercipta. Membuat Er mengangkat kepalanya.

"Kenapa Mas menceraikan Mba Gema?" tanya Xe lagi dengan suara datar.

"Xe..."

"Xe cuma butuh alasan kenapa Mas Er menceraikan Mba Gema?" potong Xe.

Er menghembuskan nafasnya sesaat sebelum menduduki diri di sofa. Pria itu melipat kedua lengan kemejanya asal hingga siku sebelum membuka suara.

"Mas nggak bisa sampaikan alasan itu ke kamu, Xe," ujar Er pelan.

Xe berjalan mendekat. "Kenapa?"

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang