12. Hari Pertama

6.4K 630 37
                                    

Pernah membayangkan tidak, ketika membuka mata dan tersadar dari kematian sementara lalu di hadapanmu terpejam seseorang yang kemarin asing dan kini menjadi halal, bahkan terbaring di sampingmu dengan bebas?

Laki-laki yang biasanya Gema lihat beberapa jam lagi di kantor, kini terbaring miring menghadap ke arahnya dengan mulut sedikit terbuka dan samar dengkuran halus terdengar. Tangannya melingkari pinggang Gema yang tertutup piyama. Sedini hari begini, Er yang merupakan pemimpin perusahaan tempatnya bekerja ada di hadapannya. Bahkan satu ranjang bersamanya?

Boleh perempuan itu meminta bahwa ini bagian dari bunga tidurnya?

Nyatanya ini semua fakta. Laki-laki di hadapannya menggeliat dan mengubah posisinya menjadi berbaring dengan tangan yang berada di atas kepala. Selimut yang tadinya masih berada di atas perut, kini sudah bergeser akibat gerakan laki-laki itu.

Gema mengulurkan tangan dan mengusap alis tebal milik suaminya. Menjadikan tangan kirinya sebagai bantalan kepala. Sebenarnya, laki-laki itu sadar atau tidak ketika menikahinya?

Gema menurunkan jarinya hingga menyusuri hidung milik Er yang terlihat seperti perosotan anak TK, jauh sekali dari hidungnya yang berukuran mungil. Puas dengan hidung laki-laki itu, Gema menurunkan jarinya hingga berhenti di bibir merah alami yang membuktikan bahwa Er bukan seorang perokok. Bibir itu juga yang membuat Gema lemas hingga luruh di atas lantai tadi malam karena tindakan Er yang membuat jantungnya mati rasa.

Mendengar alarm yang kembali berbunyi, Gema menarik tangannya dan hendak mematikan suara ponsel yang berteriak-teriak. Namun, niatnya urung terjadi ketika Er menahan tangannya dan membuat Gema terkejut.

"Jangan mancing tho, Sayang," ujar Er tanpa membuka matanya. Gema mencibik dan berusaha menarik tangannya, tetapi Er tetap menahan.

"Siapa juga yang mancing. Tuh ilernya," ujar Gema berbohong. Er tidak menggubris ujaran Gema tersebut, karena dia tidak pernah ileran ketika tidur. Tetapi, sedikit rusuh.

"Pagi-pagi dah bohong ya sama suami. Hemmm." Er menarik lengan Gema dan memeluknya. Membuat Gema semakin memberontak. Namun, Er tetap berada di posisinya. Bahkan keduanya tidak peduli dengan alarm yang terus berteriak.

"Mending buat pahala pagi-pagi, Gem." Er membuka mata dan tersenyum miring ke arah Gema yang sudah setengah duduk membungkuk ke arahnya.

"Apa?"

Er tersenyum lebar dan menunjuk bibirnya. Mata laki-laki itu menyipit dan membuat Gema mencubit perut suaminya.

"Bangun ih, Kak. Keburu subuh lho..." rengek Gema yang dibalas gelengan Er. Laki-laki itu masih dengan posisi yang sama. Gema mencemberutkan bibirnya kesal. Namun, pemandangan itu adalah hal menggemaskan untuk Er. Wajah Gema di samping atasnya, masih polos, dengan rambut yang tergerai dan jatuh ke depan, best view untuk menyambut hari yang panjang.

"Gema tahu cara dapat pahala yang lebih buanyak, Kak." Gema tersenyum dengan alis yang dinaik turunkan. Membuat Er melipat dahi kemudian tersenyum. Otaknya sepertinya menangkap sinyal dari istri imutnya. Subuh masih satu jam lagi, cukup waktu untuk berbuka puasa. Mungkin Gema telah berubah pikiran, bisa jadikan?

"Apa?" pancing Er sembari menarik lengan Gema hingga hampir perempuan itu terjungkal ke atas tubuh Er. Gema mendengus sebal sembari menahan badannya dan memberi pukulan ke dada suaminya yang tertutup kaos berwarna putih.

Sebenarnya, ini cukup aneh saat keduanya sudah dapat mencair tanpa kecanggungan yang berlebihan. Gema tidak mengalami mendadak lupa kalau sudah menikah, atau memilih segera turun dan kabur sebelum suaminya bangun. Mengapa ini bisa terjadi? Karena Gema sedang berusaha mengendalikan dirinya sendiri, dan terus mengingat bahwa laki-laki di sampingnya adalah suami. Pemimpinnya, baik di rumah atau di kantor.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang