31. Pilihan

6.7K 911 106
                                    

Gerimis di luar masih terdengar oleh telinga Gema. Perempuan yang masih duduk memeluk dirinya sendiri di atas ranjang. Matanya belum mau terpejam sebab pikirannya masih berkelana jauh dari batas kota yang kini dia diami.

Perempuan itu masih mengenakan mukena sebab baru selesai melaksanakan salat malamnya. Memohon petunjuk dan ketenangan untuk jiwanya yang sedang tak beraturan.

Masih beberapa jam lagi subuh akan datang. Namun, keputusan belum dapat Gema ambil tentang apa yang terbaik bagi hidupnya. Rasa kecewa, menyesal, sedih, terkejut, dan perasaan lain bergumul dalam perasaannya.

Perempuan itu menghela nafas dalam dan berat. Matanya tak lagi mengeluarkan air mata. Hanya sembab yang tersiksa. Gema menegakkan tubuhnya. Perempuan itu memandang cincin yang melingkar di jarinya. Bayangan Er yang selalu mengejarnya dan mengajaknya menikah. Er yang datang ke rumahnya untuk melamar. Er yang mengucapkan akad dan mengubah statusnya. Er yang memberinya kehidupan baru di saat traumanya menggebu.

Deg.

Gema menyadari satu hal.

Trauma

Dia dan Er sama-sama terjebak pada sebuah trauma. Gema dengan gamophobia dan Er dengan genophobia.

Gema lekas mencari ponselnya. Dia harus menghubungi seseorang. Semoga seseorang itu sudah bangun dini hari ini.

Gema merampal dzikir dalam hatinya. Semoga seseorang itu masih berada di naungan langit Bandung sekarang.

"Assalamu'alaikum, Gem?" suara parau terdengar dari seberang membuat Gema meremas seprai kasurnya.

"Wa'alaikumusallam, Kak. Maaf ganggu tidurnya."

Terdengar kekehan dari laki-laki di seberang sana. "Nggak apa-apa. Udah ada keputusan?"

"Kakak masih.... di Bandung?" tanya Gema sembari memejamkan matanya.

Terdapat jeda yang membuat Gema sedikit khawatir.

"Masih."

Gema menarik nafasnya panjang sebelum berkata. "Gema ikut ke Jogja."

"Keputusan yang tepat. Aku akan jemput jam tujuh pagi untuk ke bandara."

Gema mengangguk meskipun seseorang di saja tidak akan melihatnya.

"Makasih, Kak."

"Aku yang makasih sama kamu, Gem. Cuma kamu yang Er butuhkan di hidupnya."

Itulah keputusan yang Gema ambil. Dia akan kembali berada di samping Er meskipun Er menolaknya sekalipun. Karena Gema tau, Er tidak benar-benar ingin melakukannya. Apapun yang akan terjadi nanti, seperti yang sudah dirinya azamkan ketika ijab dan Qabul terucap bahwa menjadi istri yang sholeh adalah kewajibannya. Artinya, berada di samping Er bagaimanapun keadaannya adalah tugasnya sebagai istri. Dia tidak akan menyerah seperti kemarin ketika Er memintanya pergi. Gema akan mengambil alih keegoisan Er.

"Gema pulang, Mas," ujar Gema sembari mengusap potret Er di ponselnya.

Saat perempuan itu tengah khusyuk memandangi potret laki-laki itu, ketukan kasar dan terburu-buru terdengar di telinganya.

"Gem! Gem!" suara itu terdengar bersamaan dengan dengan ketukan yang semakin kencang.

"Gem! Ini saya Ibram! Gem!"

Gema lekas bangkit dari ranjang ketika nama Ibram disebut. Benar itu suara Ibram yang terdengar panik. Perempuan itu membuka pintu kamarnya dengan terburu. Wajah panik Ibram yang hanya menggunakan celana pendek selutut dengan kaos putih polos terpampang nyata di depannya.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang