3. Tanda

7K 798 33
                                    

"Gem."

Gadis yang sedang menuang es jeruk ke dalam cangkir bertuliskan namanya itu menoleh lalu tersenyum. "Es, Mba," katanya sembari mengangkat secangkir besar es jeruk yang dia beli di warung tidak jauh dari kantor.

Gema tertawa kecil ketika seseorang yang memanggilnya tidak lain dan tidak bukan adalah Aya mengangkat plastik berisi cup salah satu merek Thai tea yang lagi hits di Jogja. "Ngojol, Mba?" Tanya Gema sembari mengaduk es jeruknya dan melirik Aya yang sedang mengambil piring di rak.

Kedua perempuan itu memang sedang berada di pantry kantor. Pukul 12.00 adalah waktu istirahat bagi semua karyawan. Dan lima belas menit sudah berlalu untuk berburu makan siang.

"Iya, nitip tadi sama yang lain. Lha mau nawarin kamu, eh kamu ya dah ngacir aja turun," ujar Aya menuang batagor di dalam piring. Sedangkan Gema tertawa kecil dan mengangkat cangkir juga sepiring nasi ayam ke arah meja makan yang ukurannya tidak seberapa.

"Lagi pengen makan nasi ayamnya Budhe Jo, Mba. Makanya buru-buru keluar, takut ngantri."

Aya mengangguk dan duduk menyusul Gema di meja makan. Di antara yang lain, Gema dan Aya yang selalu memilih makan siang di pantry daripada di meja kerja. Berbeda dengan karyawan lain. Kantor tempat Gema kerja memang tidak seketat kantor-kantor pada umumnya, malah terkesan santai dan rumahan sekali. Tidak heran jika ruangan sebelah pantry terdengar bising akibat suara teriakan bermain pees. Bahkan ketika sore hari, banyak yang menunda pulang untuk nggym terlebih dahulu di ruangan lantai bawah.

Kantor ini memang tidak seramai kantor pada umumnya. Padahal karyawannya sudah mencapai ratusan yang tersebar di mana-mana, tetapi pekerja online. Hanya para manager dan supervisi saja yang standby di kantor.

"Gem Gem, Mas Bos tuh!" bisik Aya sembari menyenggol lengan Gema yang sedang menyendok nasi. Gema melirik pintu pantry yang memang terbuka. Pintu yang menampilkan Er sedang berjalan sembari menunduk memainkan ponselnya. Laki-laki itu menyugar rambutnya sebelum memasukan ponselnya ke dalam saku celana chino khas dia.

"Eh, ada orang. Makan siang ya?" Sapa Er sedikit terkejut karena tidak menyadari bahwa terdapat manusia di dalam ruangan itu.

Aya tersenyum mengangguk. "Iya, Bro! Makan dulu biar bisa mikir," ujar Ayam santai.

Er tertawa kecil sembari melangkah ke arah kulkas dan mengambil satu kaleng minuman penyegar dan membawanya ke meja makan.

"Kode kerjaan banyak ya kamu, Ya?" kata Er sembari menarik salah satu kursi dan mendudukkan di sana. Matanya melirik sekilas ke arah Gema yang sudah kembali fokus ke piringnya.

"Gimana nggak banyak. Sampai keder, Bro. Ya ndak, Gem?" ujar Aya membuat Gema mengangkat wajah dan mengarahkan kepada Aya. "Ha? Iya, Mba. Lumayan..."

Aya tersenyum dan kembali melihat ke arah Er yang terlihat melirik Gema. "Tuh kan. Coba bikin kuesioner deh, Bro. Managermu pasti setuju kalau naik gaji," kata Aya menyesap Thai teanya.

Aya dan Er memang seakrab itu. Bahkan jika sedang kesal, Aya tidak segan memanggil Er dengan sebutan nama saja. Meskipun hanya di saat-saat tertentu dan di luar urusan formal. Jika meeting, ya jelas Aya akan memakai embel-embel Kak sebagai bentuk menghargai atasan. Aya dan Er memang sudah kenal lama karena satu kampus, jadi sudah menjadi rahasia umum jika Aya kelewat santai di depan Er.

"Aku ndak denger kalimat terakhirmu, Ya," ujar Er menaikkan kedua alisnya membuat Aya mendengus dan melempar gulungan kotor ke arah Er yang tepat berada di seberangnya. Daripada meladeni Aya yang kadang kurang tahu diri jika di luar jam kerja, Er lebih memilih melihat ke arah Gema.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang