10. SAH

6.9K 750 48
                                    

Pada akhirnya, hari ini datang juga. Satu hari yang sudah jauh dari bayangannya. Hari yang tidak pernah dia semogakan sejak saat itu -- ketika kekecewaan merenggut sebagian besar rasa percayanya.

Seorang perempuan membuka gorden kamarnya, membiarkan semburat jingga terpampang di depan matanya. Perempuan itu berdiri menatap jendela, menenangkan hati, dan terus berpikir positif bahwa semua akan baik-baik saja.

Keputusan memaafkan, menerima kembali sosok Ayah semalam tidak serta Merta meleburkan ketakutannya akan sebuah ikatan besar dan suci. Sebuah ikatan bernama pernikahan. Semua kemungkinan negatif berputar di kepalanya. Keraguan akan sosok Er terus berbisik memintanya untuk berhenti dan mundur sebelum akad berkumandang hingga mengikat dirinya.

Er Rafee, apakah dia orang yang tepat?

Perempuan itu menatap datar halaman samping dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tubuhnya terbalut piyama berkancing. Rambutnya terjepit asal ke atas. Jantungnya berdegup kehilangan ketenangan. Bisakah dia mundur?

"Mba Gem, Mba Dania udah dateng nih."

Gema membalikkan tubuhnya ketika suara Nimas menyapanya. Wanita itu tersenyum ke arahnya dengan beberapa orang masuk ke dalam kamarnya.

"Pagi, Gem. Duh, auranya. Belum didandani aja udah bersinar gitu," ujar Dania sembari mengarahkan timnya untuk menata perlengkapan yang dibutuhkan.

"Pagi, Mba Dania."
Gema tersenyum kecil lalu melangkah ke arah perempuan yang panggil Dania itu. Perempuan yang masih terbilang muda dengan usia 35 tahunan itu mengarahkan Gema duduk menghadap ke meja rias miliknya. Beberapa perempuan sudah mulai meletakkan peralatan make up dan menata pakaian yang dibawa.

"Kantung matanya lumayan ya, Mba?" ujar Gema menyentuh bagian bawah matanya. Dania tertawa kecil. "Begadang gara-gara deg degan nih pasti."

Gema hanya terkekeh saja. Kantung mata itu hasil karyanya semalam. Menangis dan tidak dapat terlelap sampai pukul dua pagi. Membaca berulang kali pesan Bundanya dengan bergantian menatap cincin yang kini menjadi liontin kalung yang menggantung di lehernya.

Sekarang masih pukul setengah enam pagi dan dirinya sudah selesai mandi. Bahkan, kamarnya sudah mulai ramai dengan Nimas dan Rea yang juga akan didandani. Dania adalah orang yang menghandle pakaian Gema dan Er, juga makeup semua keluarga. Gema pasrah saja ketika Dania mengubah wajahnya dengan berbagai jenis makeup yang tidak Gema pahami. Yang terpenting sejak awal Gema sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin terlalu tebal dan berlebihan. Acara yang akan digelar pun hanya sekitar dua jam saja, bahkan formalnya selesai sebelum Dzuhur. Hal ini sudah Gema dan Er diskusikan matang-matang.

Berbicara mengenai Er, sejak semalam laki-laki itu tidak lagi menghubungi dirinya. Gema sendiri tidak memiliki alasan untuk menghubungi Er. Perempuan itu yakin, Er aman bersama Tala dan Xe.

Setelah melewati waktu yang lumayan lama bagi Gema yang tidak pernah bermake-up, akhirnya perempuan itu sudah rapi dengan jilbab berwarna putih dengan Khimar pasmina yang dibuat menutup dada dan tile menjuntai. Di atas kepala perempuan itu diberi rangkaian bunga melati yang menjuntai ke samping melewati bahu. Tangannya yang polos kini sudah digambari dengan hena berwarna putih. Perempuan itu sampai tidak mengenali dirinya sendiri.

"MasyaAllah, cantik banget."

Gema tersenyum ketika cermin di hadapannya memantulkan bayangan Nimas dan Rea yang berdiri di samping kanan dan kirinya sembari membungkuk ke arah bahunya.

"Mirip Sarah," ujar Nimas tanpa sadar. Senyum Gema sedikit memudar, sebelum sebuah usapan dan tatapan menyesal muncul dari Nimas.

"I'm oke, Ante." Gema tersenyum dan mengambil ponselnya yang berada di atas meja rias. "Foto bertiga yuk!" ujarnya.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang