11. Kurma (1)

6.9K 714 65
                                    

"Mba."

"Hem?"

Gema melangkah ke luar kamar mandi dengan mengenakan jilbab berwarna navy polos. Perempuan itu mendudukkan diri di depan cermin sedikit memoles wajahnya dengan pelembap dan bedak tabur. Xe yang sedang berbaring di atas ranjang memandangi kakaknya sembari memeluk guling.

"Mba nggak hari ini juga kan pindah ke rumahnya Mas Er?" tanya Xe sembari berguling kemudian terlentang di atas kasur. Laki-laki yang masih mengenakan batik itu sudah di sana sejak Gema baru masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian dan membersihkan wajah. Xe dengan setia menanti, bahkan memandangi Gema yang sedang melaksanakan sholat dzuhur.

Xe sudah melipir naik ke atas selesai sholat berjamaah, membiarkan keluarganya bercengkrama di bawah.

"Ngga, lusa kayaknya. Atau lusanya lagi, kenapa?" tanya Gema sembari sedikit memoles bibirnya dengan lipbam agar tidak kering dan pucat.

"Nggak apa-apa. Berarti udah nggak ngekos dong?" tanya laki-laki itu tanpa beranjak. Xe memiringkan tubuhnya hingga dapat melihat Gema yang sedang memasang Khimar segiempat yang sudah dilipat sedemikian rupa dan meletakkannya di atas kepala.

Gema menggeleng. "Makanya, mau pindahin barang dulu yang ada di kosan. Pindahin ke sini, sama sebagian ke rumah Kak Er."

Xe manggut-manggut masih memeluk guling. Matanya memandangi kakaknya dari samping.

Gema menyematkan jarum di bawah dagunya. Menarik sisi kanan dan membawanya ke sisi kiri dan memberi jarum di sana. Hal yang sama dia lakukan dengan sisi sebelah kanan. Model Khimar khas Gema sekali.

Perempuan itu mengubah posisi duduknya, hingga menghadap ke ranjang. Tangannya memasang kaos kaki sembari melihat ke arah adiknya.

"Mau turun nggak, Dek? Mba mau turun."

Xe mengangguk dan mendudukkan dirinya. Laki-laki itu bangkit bersamaan dengan Gema yang sudah selesai memakai kaos kaki. Perempuan itu berdiri dan meraih ponselnya. Sejak tadi, ponsel itu terus saja bergetar. Namun, dia belum sempat untuk membukanya.

Gema berjalan sembari menatap ponsel, Xe merangkul bahu kakaknya dengan tangan kiri yang dia masukkan ke dalam saku celana.

"Mba Gema mau kado apa dari anak ganteng ini?" bisik Xe sembari menuruni tangga. Gema sampai menoleh saat Xe selesai berbicara.

"Siapa anak ganteng?" tanya Gema sembari menurunkan ponselnya. Dua pasang kaki itu terus melangkah menuruni tangga. Tangan Xe masih bertengger di bahu kakaknya. Gema menoleh sembari mengangkat sebelah alisnya.

Xe menunjukkan dirinya sendiri sembari menyengir.

"Subhanallah, pede sekali Anda."

Mendengar respon kakaknya, Xe mencibirkan bibir dengan mengeratkan rengkuhannya. Membuat Gema mencubit pinggang adiknya. "Halah, Mba itu cuma gengsi aja mengakuinya. Karena kenyataanya Xe itu emang ganteng," bisik Xe dengan tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.

"Iyain aja deh biar seneng," ujar Gema malas. Sepasang saudara itu sudah sampai di anak tangga terakhir. Suasana ruangan di bawah sudah tidak terlalu ramai. Hanya tersisa sahabat Elang saja. Keluarga Er juga sudah pamit tadi ketika acara selesai. Keluarga Elang yang jumlahnya tidak seberapa masih berbicang sembari menikmati hidangan yang masih cukup banyak. Keluarga Nimas beserta Tala dan Ran pun sudah kembali ke Surabaya, Gema pikir mereka akan menginap di sana. Ternyata tidak.

Kemudian, mata perempuan itu terhenti pada satu titik. Yaitu, Er yang masih mengenakan setelan kemeja dengan celana hitam sedang mengobrol dengan Gilang. Faktanya, teman-teman Er hari ini banyak yang datang. Sedangkan Gema, hanya mengundang dua orang sahabatnya sejak kuliah yang hari ini pun tidak dapat hadir karena sudah di luar pulau Jawa. Sedih? Tidak perlu dijawab.

SATU RUANG DOA (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang