Capt Eleven

2.9K 121 1
                                    

"BHAHAHAHA GILIRAN SENA AJA LO LANGSUNG KELUAR," tawa Eka menggema seisi rumah, setelah Eka membawa nama Sena, Ara langsung membuka pintu dan berlari ke arah tangga.

Ara menatap Eka dengan tatapan tajam, mata sayunya seketika berubah menjadi bulat sempurna. Emosinya benar-benar diuji hari ini, moodnya belum membaik sejak petang tadi, ditambah kakaknya ini tidak mengerti bahwa ia sedang tidak ingin diganggu.

"Gak lucu ya Eka!" ucap Ara, marah.

"Lagian lo daritadi gak keluar, gue kan cuma mau minta maaf, lagian baperan banget sih lo," ujar Eka enteng, sambil memasukan tangannya ke dalam saku celananya.

"Baperan lo bilang?! Lo bisa gak sih gak ngusik gue sekali aja?! Gue tuh lagi gamau diganggu! Lo gabisa ngehargain sedikit aja?!" Ara meluapkan emosinya, Eka sempat terkejut dengan nada suara Ara yang berubah tinggi. Mata gadis itu berair, mungkin ada sebagian orang yang menangis jika emosinya meluap, Ara salah satu diantara itu.

"Bisa gak sih lo hargain gue sedikit aja? Seenggaknya lo hibur gue aja, jangan bikin gue makin bete mas," ujar Ara sesenggukan, air matanya turun dengan deras.

Eka menatap adiknya iba, matanya juga berair, ia berusaha mati-matian untuk menahan air matanya, rasa bersalah benar-benar menyelimuti hatinya. "Maaf dek, gue cuma khawatir sama lo yang tiba-tiba kayak gini, gue gamau lo kenapa-napa de, maaf,"

Kayla berlari menuju kamar atas, ia terkejut melihat kedua adiknya menangis. Gadis itu berjalan perlahan ke arah adik-adiknya, memegang bahu mereka dan mengelusnya. Sebagai anak yang paling tua, ia dituntut untuk bisa bersikap dewasa dalam menghadapi masalah, termasuk masalah kedua adiknya.

Ara melirik ke arah kakak perempuannya, Kayla tersenyum dan menarik Ara ke dalam pelukannya, begitupun juga Eka. Tidak lama kemudian Kayla melerai pelukannya, menghapus air mata Ara dan juga Eka. "Kalian kenapa? Kita ini satu keluarga lho, gak boleh marah-marahan kayak tadi, kalo ada masalah apapun itu diceritain, dibagi ke sodaranya biar bebannya sedikit berkurang, biar ngerasa lega. Jangan marah-marah, berantem, kalo kayak gini kan gak enak. Untung ayah sama buna lagi pergi, emang kalian mau bikin ayah sama buna sedih?"

Ara dan Eka kompak menggeleng, hal tersebut membuat Kayla tersenyum, "Nah, kalo gitu jangan marahan lagi ya, baikan dong,"

Eka memberikan jari kelingkingnya kepada Ara sebagai permintaan maaf, Arapun melalukan hal serupa, kemudian mereka berpelukan cukup lama. "Nah gitu dong, jangan nangis-nangis lagi ya! Adiknya teteh itu orang yang kuat!" lanjut Kayla, tangannya mengusap air mata di pipi Ara.

***

Pagi ini mood Ara mulai membaik, senyumnya mulai kembali merekah seperti hari-hari biasanya. Ia mulai menyantap roti dengan selai srikaya yang ada di piringnya.

"Gimana persiapan pentas kamu, nak? Lancar?" tanya Ayah,

"Alhamdulillah lancar Yah, kemaren habis sesi foto poster, Ara jadi visual paduan suara, Ara difoto banyak banget, bagus-bagus hasilnya, Ara sukaa banget," ucap Ara bercerita, "Ara kira Ara bakalan jadi anak bawang aja gitu Yah, soalnya Ara yang paling muda kan diantara yang lain, eh gak nyangka banget, pokoknya Ara seneng lah, hehe" lanjutnya.

Ayah dan Bunanya terkekeh, anak bungsunya itu memang sangat percaya diri, bahkan jika dibandingkan dengan kedua kakaknya, Ara yang paling aktif mengikuti banyak kegiatan, non-academic tentunya.

"Wah hebat banget dong ya anak Buna, bangga banget Buna sama kalian bertiga, semuanya kebanggaan Ayah sama Buna," ujar Buna memberikan kedua jempolnya kepada ketiga anaknya. Semuanya terkekeh, itulah makna keluarga, saling mendukung satu sama lain. Kalau kata pribahasa kira-kira seperti ini, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

"Non Ara, itu ada den Sena di depan,"

JANGAN LUPA VOTENYA YAA. ADD KE LIBRARY JUGA BIAR AKU MAKIN SEMANGAT BANGET BUAT LANJUTNYA. TETEP STAY SAFE TEMAN-TEMAN WATTPADKU SEMUA!!!!

Presiden MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang